Jumat, April 30, 2010

AGAMA DAN KITAB SUCI

Disusun oleh : Tanhadi

Semua agama memiliki  kitab suci atau kumpulan naskah suci yang menjadi dasar kepercayaan. Pada umumnya dinyatakan bahwa kitab suci itu  berdasarkan wahyu dari Tuhan  atau  Dewa   dari   masing-masing agama  dan  oleh karenanya dianggap sempurna dan memiliki kekuasaan penuh. Sang Buddha  mengajarkan,  bahwa agama yang berdasarkan pada naskah wahyu tidaklah  cukup, karena beberapa alasan :
Pertama : Ada demikian banyak agama yang berdasarkan pada naskah wahyu, semua menyatakan kitab suci mereka adalah kata-kata dari Tuhan, tetapi pada kenyataannya semua naskah dari masing-masing agama / kepercayaan berisi ajaran dan pemahaman yang berbeda-beda.
Kedua  : Adanya kecenderungan bersikap terlalu “membuku” semuanya  dirujuk ke buku/Kitab suci. Mereka yang kepercayaannya disandarkan pada  naskah berdasarkan wahyu cenderung menghabiskan waktu memper- debatkannya kata demi kata,  ayat demi ayat, sebab semua  naskah  dapat  ditafsirkan  bermacam-macam, mereka terlibat dalam perdebatan tentang “ yang mana adalah ” dan “ yang mana bukanlah ” tafsiran yang benar. Mereka lebih cenderung memperhatikan buku-buku sehingga mengabaikan  penelitian terhadap diri sendiri untuk pertumbuhan nilai spiritual sejati.
Ketiga  :  Walau  “ Tuhan ”  menyampaikan  wahyu  itu lewat seorang Nabi, juga tidak ada cara untuk dapat memastikan sepenuhnya, apakah nabi itu telah mendengarkan dan  mengerti Wahyu itu dengan tepat atau tidak. Walau telah didengarkan dan dimengerti dengan baik sekalipun, maka wahyu itu dapat saja tidak direkam dengan baik untuk pewarisannya kemudian. Dan memang pada kenyataannya, banyak naskah-naskah suci dari beberapa agama memiliki versi-versi yang berbeda dan beberapa bagian telah dikurangi atau ditambah, yang karenanya telah membuat kita ragu terhadap keasliannya.
Agama Buddha tidak menghadapi masalah-masalah seperti itu karena tidak ada pernyataan yang mengatakan bahwa naskah- naskah suci adalah Wahyu. Sebaliknya, naskah agama Buddha adalah penyampaian seorang manusia, yakni  Sang Buddha,  juga direkam oleh manusia.
Demi keselamatan, penganut agama lain mempercayai segala sesuatu yang ada pada kitab suci, Sedangkan seorang Buddhis harus mengerti dan  memahaminya sendiri, naskah suci hanyalah sarana untuk melaksanakan hal ini. Seperti yang disabdakan Sang Buddha dalam salah satu khotbahnya yang sangat terkenal, khotbah pada suku Kalama . 

Kalama Sutta

“.Janganlah percaya begitu saja 
berita yang disampaikan kepadamu,
 atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi
atau sesuatu  yang didesas-desuskan.
 Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis 
dalam kitab-kitab suci,
juga apa yang dikatakan sesuai logika dan kesimpulan belaka,
 juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu,
atau karena ingin menghormati seorang pertapa 
yang menjadi gurumu…
Tetapi, setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui;
 “ Hal ini berguna, hal ini tidak tercela,
hal ini dibenarkan oleh para bijaksana,
hal ini kalau terus dilakukan akan membawa keberuntungan
 dan kebahagiaan”,
 maka sudah selayaknya kamu menerima dan
hidup sesuai dengan hal-hal tersebut.”

Bagi agama lain, hal yang terpenting adalah Siapa yang mengucapkan naskah suci itu….., tapi bagi seorang Buddhist, hal yang paling penting adalah  apa  yang diucapkan dan apakah itu tepat dan berfaedah.?

Seorang Buddhist dengan gembira dapat mengetahui nilai spiritual dari literatur suci dari agama lain dan darinya dapat menambah wawasannya ,sebab perhatian utama umat Buddha bukanlah pada pertahanan dan memperteguh dogma, tapi mengetahui Kebenaran….!

If you find truth in any religion, accept that truth !
( Jika engkau menemukan kebenaran dalam agama apapun, terimalah  kebenaran itu .)

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia





6 komentar:

  1. Hi Pak Tanhadi,

    1. Agama haruslah berdasarkan suatu naskah tertulis, agama yg tidak memiliki naskah tertulis dipertanggungjawabkan keabsahannya, karena cuman berdasarkan cerita turun temurun dari nenek moyang. Pasti banyak kesimpangsiuran terjadi sejak ratusan atau ribuan tahun yg lalu. Agama yg berdasarkan fiksi atau cerita dongeng bisa dicoret dari kamus anda krn tidak ada bukti otentik. Seperti halnya hukum yg tdk tertulis pasti jadi perdebatan, soalnya mulut manusia itu mudah montar-muntir, menit ini ngomong gini, menit berikutnya ngomong gitu.
    2. Naskah yg tertulis haruslah bertahan selama ribuan tahun sepanjang sejarah manusia. Karena itu merupakan pembicaraan dan perintah Allah maka haruslah konsisten, tidak berubah sifatnya. Haruslah ada nubuat yg akan datang dan bukti kalau nubuat itu digenapi. Kedatangan Yesus sudah dinubuatkan sejak jaman Musa, dan kedatangan Mesias sudah digenapkan.
    3. Kitab Suci haruslah menunjukkan pembicaraan Allah, bukan cuman pembicaraan nabi/rasul/messenger Allah. Hanya Alkitab yg menuliskan pembicaraan Allah secara langsung: "Allah berfirman:" ada ribuan kata yg tertulis di Allkitab tentang firman Allah.
    4. Kitab Suci haruslah menjelaskan ttg Allah, Penciptaan, dan Akhir Jaman, Alkitab menjelaskan nasib dunia, akhir jaman, kekekalan lampau, dan kekekalan yg akan datang. Menjelaskan tentang semua fakta kehidupan manusia, sejak lahir, penghidupan, kematian, dan kebangkitan. Ajaran ttg reinkarnasi dan evolusi bisa dicoret soalnya sudah terbukti secara ilmiah tidak mungkin! Ttg hal ini ga perlu diperdebatkan lagi.
    5. Kitab suci harus mencakup sepanjang sejarah umat manusia, dan cuman Alkitab yg menuliskan sejarah umat manusia sejak penciptaan sampai akhir jaman. Tdk ada kitab yg lain yg menandingi Alkitab, tdk ada tulisan manusia yg bertahan selama itu, dan secara konsisten menyingkapkan fakta tentang Allah, alam semesta, ciptaannya dan manusia.

    BalasHapus
  2. Hi juga Sdr.Denny..

    Terima kasih atas komennya, dan saya akan mengkomentarinya sesuai dengan urutan nomor tsb. diatas. sbb :

    1. - Sebagai Informasi saja, Agama Buddha memiliki Kitab Suci/Naskah Suci tertulis yang disebut sebagai Tipitaka/Tripitaka. Apakah anda telah mengetahui sebelumnya tentang hal ini?

    2. - Pernahkah anda ‘mengetahui atau sedikitnya membaca’ tentang “Umur agama Buddha dan Kitab Sucinya?” dan coba bandingkan sendiri dengan “Umur agama dan Kitab Suci dari kepercayaan anda”. Diantara keduanya, mana yang lebih tua umurnya? (baca sejarah masing-masing agama di dunia).

    - Pernahkah anda ‘menyelidiki/ memeriksa’ Kitab Suci dari kepercayaan anda sendiri dengan seksama ? yakinkah anda bahwa semua itu adalah perkataan dari Allah dimana “ Ayat-ayatNya “ terjaga konsistensinya dan tidak pernah berubah?” (saya memiliki bukti bahwa perubahan2 itu sangat banyak terjadi di Alkitab.)

    - Pernahkah pula anda membaca bahwasanya nubuat-nubuat tersebut ada yang “tidak digenapi’ atau tepatnya “diingkari” oleh Allah anda sendiri? (saya punya bukti firman/ayat2nya).

    - Tentang nubuat/Ramalan-ramalan semacam itu , saya sarankan anda baca terlebih dahulu Kitab Suci agama Buddha dengan baik, sehingga anda dapat “sedikit terbuka pandangannya” terhadap apa yang ada didalam Kitab Suci agama lainnya.

    - Banyak orang fanatik seperti anda yang salah mengartikan dan menerapkan kefanatikan itu sehingga timbul fanatisme yang berlebihan, munculnya sikap bahwa keyakinannyalah yang paling benar, sedangkan orang lain salah, sehingga tidak jarang antar sekte saling sikut-sikutan, gontok-gontokan dan semakin dalam pula jurang pemisah antara pemeluk agama yang satu dengan lainnya.... hal ini dapat kita sebut sebagai kefanatikan yang membuta, yang merupakan sebab dari perpecahan-perpecahan sebuah kesatuan kelompok kecil maupun besar.

    3. - Jika bukan manusia yang menuliskan Kitab Suci, apakah Allah anda yang menulisNya sendiri?

    - Jika itu adalah langsung dari pembicaraan Allah, mengapa ada kalimat /firmanNya yang bernada Kebencian, Dendam dan Kekejian yang justeru “menunjukkan” ketidak-Maha Pengasih dan PenyayangNya kepada ciptaanNya sendiri ? (saya punya bukti firman2Nya...).

    - Menurut pengamatan saya, sebaiknya anda periksa dengan teliti terlebih dahulu Alkitab anda secara seksama, sehingga wawasan anda terhadap agama anda sendiri tidak sempit dan berpandangan salah. Jika anda hanya membaca dan mendengar penjelasan dari khotbah para pendeta atau para misionaris tanpa penyelidikan lebih lanjut dari dalam diri anda sendiri dan tanpa melihat kenyataan yang terjadi dalam hidup ini, maka dapat saya pastikan bahwa anda adalah orang yang tergolong “Fanatik membuta”.

    4. - Siapakah yang mengharuskan bahwa Kitab Suci haruslah menjelaskan tentang Allah ?

    inilah bukti lainnya bahwa anda adalah salah satu dari orang yang tergolong “Fanatik membuta”, yang selalu berpandangan bahwa agama anda adalah paling benar dan agama orang lain adalah salah ! bukankah demikian Saudara Denny?

    - Tentang Reinkarnasi..., memang tidak perlu diperdebatkan lagi, karena dalam Paham kepercayaan anda tidak mengajarkan tentang pengetahuan ini, walaupun sesungguhnya Yesus Kristus pernah mengajarkanNya, namun banyak orang yang tidak mengerti (para umatnya). (inipun saya punya bukti firman/ayat-2Nya).

    5. - Berikanlah ruang gerak yang luas terhadap wawasan anda, sehingga anda dapat keluar dari ‘Kotak Dogmatis dan kefanatikan membuta’ seperti ini.

    Anda seperti halnya sebuah gelas yang berisi penuh dengan air teh.

    "Di dalamnya sudah penuh dengan pandangan dan pemikiran anda sendiri.
    Bila gelas anda itu tidak dikosongkan lebih dulu, bagaimana anda dapat menerima air teh yang dituangkan oleh orang yang lain?.”

    Semoga semua makhluk sejahtera dan damai,
    Semoga anda berbahagia,
    Semoga semua makhluk berbahagia.


    Tanhadi

    BalasHapus
  3. Saya Jadi Penasaran akan Masukan Apalagi dari Saudara Denny Imanuel, yg mana saya juga penasaran, karena maklum saya hanya umat biasa, dan tidak membaca kedua kitab suci Tipitaka maupun Alkitab dengan detail dan mendalam. dengan adanya hal ini sangat berguna untuk saya melihat dan menambah sedikit pengetahuan. Namun saya tidak akan menjelekan keduia-duanya. karena saya belum begitu detail memahami semua jaran keduanya. Mohon sharingnya ya... smoga akan menambah wawasan saya dan Saudara berdua juga

    BalasHapus
  4. Kita hanyalah manusia biasa yang ‘TIDAK MUNGKIN’ dapat menelusuri secara Langsung (yaitu dengan melihat, mendengar dan membuktikannya sendiri) bahwa Kitab Suci yang berdasarkan Wahyu tersebut adalah benar-benar berasal dari “Firman Allah/Tuhan’.

    Dan bagi saya pribadi , Penelusuran tentang kebenaran asal-muasal Wahyu tersebut adalah tidak penting , karena samasekali tidak mengarah pada pembebasan diri dari sifat-sifat Tamak, Kebencian dan Kegelapan batin, juga tetap saja kita tidak dapat lepas dari daur Tumimbal lahir yaitu : kelahiran, usia tua, sakit dan kematian.

    Namun kita sebagai manusia hendaknya dapat membuka wawasan lebih luas dan berpikir secara bebas terhadap apapun yang dilihat, didengar, dibaui, dirasakan, dipikirkan dan senantiasa bertindak secara logika berdasarkan pengalaman diri sendiri maupun dari pengalaman orang lain.

    Memang harus diakui bahwa dalam membicarakan soal Agama/Kepercayaan apapun, banyak hal yang tidak bisa dipikirkan secara logika, sehingga sementara pikiran kita hanya mandeg sampai pada batas ‘percaya saja’, namun bagi hal-hal yang umum yaitu : ‘Yang bisa dilihat, didengar, dibaui, dirasakan dan dipikirkan secara logika ‘ (seperti halnya saat ini kita dapat membaca kitab suci seperti buku-buku bacaan umum lainnya) maka tidaklah sulit untuk hal itu dapat kita selidiki secara Logika mengenai sejauh mana ‘makna kebenaran’ yang terdapat didalamnya...., tentu saja dalam penyelidikan secara logika tsb. kita harus menanamkan suatu paham pada diri kita yaitu ‘ Bebas untuk berpikir’, ‘Bebas dari rasa takut’, ‘ Bebas dari Kefanatikan terhadap agama/kepercayaan yang saat ini dianut’ dan ‘Bebas dari Siapa orang yang mengatakan dalam kitab suci tsb.’

    Dan faktor ‘Kejujuran serta keterbukaan’ (tidak melihat bahwa ini adalah agamaku..dan itu adalah agama orang lain..) adalah faktor penentu dalam membuka gerbang wawasan kita untuk penyelidikan lebih lanjut. Dengan demikian kita baru dapat menerima ‘kenyataan apa adanya’. Bila ternyata isi kitab itu bertentangan dengan firman/ayat-ayat yang ada di kitab itu juga atau tidak sesuai dengan kenyataan hidup , terimalah itu sebagai ‘kenyataan apa adanya’ yang tercatat dalam kitab suci ybs. atau bila didalam kitab suci tsb. ada yang bertentangan dengan logika kita... maka selidikilah kembali lebih jauh dan lebih cermat lagi (Kitab Suci dan Logika kita) dengan mempergunakan referensi ataupun kita bawa dalam perenungan yang mendalam.

    Nah....dengan perlakuan kita yang demikian terhadap Kitab suci, maka saya yakin bahwa kita akan menjadi orang yang berpikiran terbuka, tidak fanatik secara berlebihan, tidak lagi membuta-tuli terhadap ajaran dari agama lainnya dan tidak akan lagi berpendapat bahwa “Agamakulah yang paling benar dan agama yang lainnya salah!”.
    ...........

    BalasHapus
  5. Saya banyak memiliki pengalaman dengan diskusi tentang keagamaan ini, tentu saja topiknya beragam, dari diskusi tentang intern agamanya sendiri sampai pada ekstern agama –agama lainnya...dan apakah hasil akhirnya? Tidak pernah berakhir dengan saling membahagiakan ! (malah cenderung saling menghujat ...,saling menuduh...dengan mengatakan : penyembah berhala...., ajaran sesatlah, yang tidak masuk akal-lah dsb....dan yang paling parah adalah menimbulkan kebencian dalam diri masing-masing!!)

    Mengapa demikian?, karena paradigma (latar belakang) dari masing-masing agama tidak ada yang sama..!. , dari soal Jaman, Situasi, Kondisi, pembawa misi keagamaan , bahkan sampai pada Sosok Tuhan yang diyakini pun berbeda-beda....

    Ini jelas tidak dapat dipungkiri oleh siapapun yang mau berpikiran secara Bebas dan terbuka untuk melihat kenyataan yang apa adanya.

    - Apakah ‘Mau’ teman-teman kita yang beragama Islam ‘mengakui’ bahwa Yesus Kristus adalah ‘Tuhannya juga ?’ Tentu saja jawabannya : TIDAK !

    - Apakah ‘Mau’ teman-teman kita yang beragama Kristiani ‘mengakui’ bahwa Allah kaum Muslim adalah ‘Tuhannya juga?’, tentu saja jawabannya juga : TIDAK !

    - Apakah ‘ Mau’ teman-teman kita yang beragama Islam maupun Kristiani ‘mengakui’ bahwa Thian Kung adalah ‘Tuhannya juga ?’, tentu saja jawabannya juga serupa : TIDAK !

    Demikian pula sebaliknya..dst. Jadi apa kesimpulannya ? “Semua agama tidak mempunyai Sosok Tuhan yang sama” dan ini diperkuat dengan adanya “ Semua agama tidak mempunyai Kitab Suci yang sama”

    Bagi saya ....., Kitab suci hanyalah sebagai Pedoman /Peta/ penunjuk jalan yang berisikan al; .bagaimana kita berpola pikir yang baik , menjalani hidup dan bertindak dengan tujuan yang baik demi dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan makhluk lain dan dirinya sendiri.

    Semoga bermanfaat dan Semoga semua makhluk berbahagia.

    BalasHapus
  6. selamat malam pak Tan Hadi dan saudara semua,
    Dunia ini luas, bermacam suku bangsa dan agama. apapun agama dan kepercayaan kita seharusnya tidak menjadi permasalahan, masing-masing bebas memilih. ketika seseorang sakit dia akan pergi berobat kedokter, sang dokter akan memeriksa pasiennya dan sebagai dokter yg bertanggung jawab dia akan menjelaskan penyakit yg diderita, baru kemudian memberikan resep obat tersebut kepada si sakit, resep obat itu ditebus atau tidak, dimakan atau minum sesuai resep dokter tersebut atau tidak, semuanya kembali kepada si sakit. Di dunia ini dokter bukan hanya satu orang saja, ada lebih dari satu. Sama dengan Nabi yang terlahir di dunia ini, bukan hanya satu. perkataan yang di sampaikan oleh para nabi itu bagaikan resep obat yang harus diikuti sesuai petunjuk ( seperti dokter diatas ) bila mau sembuh. Disini anda harus ada KEYAKINAN kepada sang dokter. Belajarlah kepada alam disitu ada kebenaran yang sejati, firman yang sejati ! katak di dalam sumur hanya melihat langit diatasnya saja. Kenapa roda itu harus bulat ? karena itulah hukum alamnya,kalau persegi tidak akan bisa berputar ! lihatlah proses tumbuhan berbunga, berbuah, lalu jatuh ketanah, kemudian tumbuh kembali berkembang berbunga, berbuah, jatuh ketanah tiada habis-habisnya, proses ini dari dahulu sampai sekarang dan seterusnya. percayakah kita kepada reinkarnasi ? semua kembali kepada kearifan masing-masing.
    percayakah anda hidup ini adalah penderitaan ? coba renungkan ! kenapa setiap bayi yang baru lahir menangis, kenapa tidak tertawa.
    api, asap, abu. kecewa, marah, benci dan dendam. Aku ada cinta tiada, sengsara selamanya.

    BalasHapus