Rabu, Juli 14, 2010

KUMPULAN SABDA SANG BUDDHA (Etika)

1. Agama Buddha mengajarkan bahwa pembatasan tentang apa yang baik dan apa yang buruk, didasarkan pada tiga azas - azas sarana, azas hasil-akibat dan azas universal. Azas pertama adalah bahwa suatu tingkah-laku adalah baik kalau tingkah-laku tersebut dapat membantu pencapaian sasaran. Sasaran akhir dari kehidupan seorang Buddhis adalah Nibbana, yang juga digambarkan sebagai terhapusnya keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin secara sempurna.

Jambukhadaka, seorang pengembara bertanya kepada Yang Mulia Sariputta:

"Mereka berbicara tentang Nibbana, Nibbana! Tapi kawan, apa Nibbana itu?"

"Terhentinya keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin adalah Nibbana."
[Samyutta Nikaya IV: 251]


2. Sang Buddha mengatakan agar kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk berusaha mengetahui asal-muasal alam-semesta, bukan karena berspekulasi tentang hal itu adalah tidak baik, tapi karena :

"hal itu tidak membantu penglepasan, pemutusan, penghentian, penenangan, pengetahuan yang lebih tinggi, kebangkitan atau ke Nibbana."
[Majjhima Nikaya I: 431]

3. Apabila tingkah-laku kita senantiasa dapat melemahkan keserakahan, kebencian dan kegelapan batin dan menambah kebajikan, cinta dan pengertian, yang mengantar kita ke Nibbana, itulah yang disebut tingkah-laku yang baik. Sang Buddha memberi ilustrasi yang sangat baik tentang azas sarana dalam moral, dalam jawaban Beliau pada pertanyaan:

"Bagaimana kita dapat mengetahui, yang mana sejalan dengan ajaran-Mu dan yang mana yang tidak?"

Ajaran-ajaran yang dapat engkau katakan sebagai: "Ajaran-ajaran ini tidak membawa ke penglepasan, penghentian, penenangan, pengetahuan yang lebih tinggi, kebangkitan atau ke Nibbaba" - dapatlah engkau pastikan sebagai bukan Dhamma, bukan tata-tertib, bukan kata-kata Sang Guru.

Tapi ajaran-ajaran yang dapat engkau katakan sebagai: "Ajaran-ajaran ini membawa ke penglepasan, penghentian, penenangan, pengetahuan yang lebih tinggi, kebangkitan atau ke Nibbaba" engkau pastikan sebagai Dhamma, tata-tertib, kata-kata Sang Guru.
[Anguttara Nikaya IV: 141]

4. Azas ke dua yang digunakan oleh agama Buddha untuk menentukan yang baik dan yang buruk adalah azas hasil-akibat; kita menentukan macam tingkah-laku tergantung dari hasil atau akibat perbuatan tersebut.

Perbuatan yang menyebabkan penyesalan dan mengakibatkan ratapan dan air-mata adalah perbuatan tidak baik.

Perbuatan yang tidak menyebabkan penyesalan dan mengakibatkan kegembiraan dan kebahagiaan adalah perbuatan baik.
[Dhammapada: 67-68, lihat juga Anguttara Nikaya, II: 117]
  
5. Azas ke tiga dalam penentuan yang baik dari yang buruk adalah azas universalitas atau azas penerimaan umum. Dalam satu hal semua makhluk mempunyai persamaan, yakni mendambakan kebahagiaan dan senantiasa berusaha menghindari penderitaan: oleh karenanya kita dapat menyimpulkan (anumana)[Majjhima Nikaya, I: 97] bahwa apa yang menyakitkan bagi seorang juga akan menyakitkan bagi orang-lain. Atas dasar kenyataan tadi, azas universalitas mengajarkan bahwa kita hendaknya tidak melakukan pada orang lain hal-hal yang kita juga tidak kehendaki dilakukan orang-lain pada kita. Sang Buddha mengatakannya sebagai berikut:

Dhamma yang bagaimana yang bila dilaksanakan menghasilkan kebajikan pada seseorang? Menyangkut hal ini, siswa yang baik merenungkan: "Inilah saya, menyenangi kehidupan, tidak mengharapkan kematian, menyenangi kenikmatan-kenikmatan dan tidak menyukai penderitaan. Apabila seseorang bermaksud membunuhku, saya tidak akan menyukai hal itu. Demikian pula, apabila saya bermaksud membunuh orang lain, dia juga tidak akan menyukainya? Sebab apa yang saya tidak sukai, pasti pula tidak disukai orang lain; bagaimana mungkin saya dapat membebani orang lain seperti itu?" Berdasar perenungan tersebut, seseorang hendaknya bertekad tidak membunuh, menganjurkan orang lain untuk demikian pula, dan senantiasa menghargai tekad itu.

Selanjutnya, siswa yang baik merenungkan: "Apabila seseorang bermaksud mencuri milikku, saya tidak akan menyukai hal itu? Demikian pula, apabila saya bermaksud mencuri milik orang lain, dia juga tidak akan menyukainya. Sebab apa yang saya tidak sukai, pasti pula tidak disukai orang lain; bagaimana mungkin saya dapat membebani orang lain seperti itu?" Berdasar perenungan tersebut, seseorang hendaknya bertekad tidak mencuri, menganjurkan orang lain untuk demikian pula, dan senantiasa menghargai tekad itu.

Selanjutnya, siswa yang baik merenungkan: "Apabila seseorang bermaksud berzina dengan pasangan (suami/istri)-ku, saya tidak akan menyukai hal itu? Demikian pula, apabila saya bermaksud berzina dengan pasangan orang lain, dia juga tidak akan menyukainya. Sebab apa yang saya tidak sukai, pasti pula tidak disukai orang lain; bagaimana mungkin saya dapat membebani orang lain seperti itu?" Berdasar perenungan tersebut, seseorang hendaknya bertekad menghindari tindakan tak bersusila, menganjurkan orang lain untuk demikian pula, dan senantiasa menghargai tekad itu.

Selanjutnya, siswa yang baik merenungkan: "Apabila seseorang bermaksud menghancurkan keberuntunganku dengan berkata tidak benar, saya tidak akan menyukai hal itu? Demikian pula, apabila saya bermaksud menghancurkan keberuntungan orang lain dengan berkata yang tidak benar, dia juga tidak akan menyukainya. Sebab apa yang saya tidak sukai, pasti pula tidak disukai orang lain; bagaimana mungkin saya dapat membebani orang lain seperti itu?" Berdasar perenungan tersebut, seseorang hendaknya bertekad tidak berbohong, menganjurkan orang lain untuk demikian pula, dan senantiasa menghargai tekad itu

Selanjutnya, siswa yang baik merenungkan lebih lanjut: "Apabila seseorang bermaksud menjauhkan saya dari kawan-kawanku dengan berfitnah, berkata-kata kasar pada saya atau menarik saya untuk membicarakan hal-hal yang tak berguna dan penuh pergunjingan, saya tidak akan menyukai hal itu? Demikian pula, apabila saya bermaksud melakukannya pada orang lain, dia juga tidak akan menyukainya. Sebab apa yang saya tidak sukai, pasti pula tidak disukai orang lain; bagaimana mungkin saya dapat membebani orang lain seperti itu?" Berdasar perenungan tersebut, seseorang hendaknya bertekad tidak berbicara fitnah, berkata kasar dan bergunjing, menganjurkan orang lain untuk demikian pula, dan senantiasa menghargai tekad itu. [Samyutta Nikaya V: 354]
Dalam membicarakan kebajikan, adalah penting ditekankan bahwa agama Buddha mengajarkan keunggulan dari kebajikan. Beberapa agama mengajarkan bahwa secara alami manusia pada dasarnya berdosa, dan bahwa manusia, dengan kekuatannya sendiri, tidak akan mampu menjadi baik, dan bahwa hanya dapat ditolong dengan memohon belas-kasih dari makhluk adikodrati tertentu. Pemahaman Sang Buddha tentang ciri alami manusia sangat berbeda dari pandangan pesimis dan suram tersebut diatas. Kebaikan atau kebajikan adalah lebih kuat dari kejahatan.

Sang raja bertanya: "Yang Mulia Nagasena, yang mana lebih kuat, kebajikan atau kejahatan?"

"Kebajikan adalah lebih besar, Tuanku, kejahatan hanyalah suatu yang kecil."
"Kenapa demikian?"

"Tuanku, orang yang berbuat kejahatan mungkin akan dengan menyesal berkata: "Perbuatan jahat telah saya perbuat; oleh karenanya kejahatan tidaklah bertambah. Tetapi orang yang berbuat kebajikan tidaklah pernah menyesal. Karena bebas dari penyesalan, timbul rasa-senang, dari perasaan senang timbul kegembiraan, dari kegembiraan timbul ketenangan, dari ketenangan timbul kebahagiaan, dan dalam batin yang berbahagia seseorang bisa memusatkan pikirannya. Seseorang yang memusatkan pikirannya dapat melihat semuanya seperti apa adanya, dan dengan demikian kebajikan akan bertambah."
[MilindapaƱha 84]

6. Dalam salah satu percakapan yang sangat sering dikutip dan dijadikan inspirasi, Sang Buddha menyerukan kita agar, berbuat kebajikan dan kebaikan sebanyak-banyaknya dalam hidup kita, seperti yang dilakukan Beliau.

Menghindari perbuatan salah; dapatlah dilakukan. Apabila tidak dapat dilakukan, Saya tidak akan menganjurkan engkau untuk melakukannya. Tapi karena dapat dilakukan, Saya berkata padamu: 'Hindari perbuatan salah.' Bila dengan menghindari kesalahan akan membawa kehilangan dan kesesalan, Saya tidak akan menganjurkan untuk melakukannya. Tapi karena itu membawa keberuntungan dan kebahagiaan, Saya menganjurkan engkau: 'Hindari perbuatan salah'.

Mengembangkan kebajikan, dapatlah dilakukan. Apabila tidak dapat dilakukan, Saya tidak akan menganjurkan engkau untuk melakukannya. Tapi karena dapat dilakukan, Saya berkata padamu: 'Kembangkan kebajikan.' Bila dengan mengembangkan kebajikan membawa kehilangan dan kesesalan, Saya tidak akan menganjurkan untuk melakukannya. Tapi karena itu membawa keberuntungan dan kebahagiaan, Saya menganjurkan engkau: 'Kembangkan kebajikan.'
[Anguttara Nikaya I: 58]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar