Kamis, Januari 06, 2011

BUDDHA BLESS YOU ? (BBU)

BUDDHA BLESS YOU ? (BBU)
oleh : Tanhadi

Jika anda adalah salah satu penggemar nonton DVD/VCD serial film Silat/Kungfu yang dubbingnya berbahasa Inggris, pasti sering mendengar kalimat : Buddha Bless You, yaitu terjemahan dari kalimat : Amitofo.

Dan nampaknya sebagian Umat Buddhis  di Indonesia mulai ‘latah’ (ikut-ikutan) melafalkan Buddha Bless You tersebut dengan cara mencantumkan pada akhir dari postingannya, sms ataupun e-mail dengan singkatan BBU.

Entah disengaja atau tidak, sebenarnya kalimat “Pemberkatan” semacam itu merupakan ‘Penolakan’ ,’ Iri hati’, ‘Kontra’ , terhadap istilah ‘Salam pemberkatan’ yang dimiliki oleh saudara kita Nasrani yang lebih populer yaitu : “ God Bless You “ (GBU). Kalau istilah kekanak-kanakannya adalah ‘Gak mau kalah’ (Iri) dengan istilah yang dimiliki oleh saudara kita yang Nasrani dan hal ini bukan tanpa alasan tentunya, namun ada sebab yang mendasarinya yaitu : dalam agama Buddha tidak dikenal istilah Tuhan (personal), sedangkan saudara kita Nasrani sudah terbiasa dengan istilah Tuhan, sehingga untuk meng-kontra-nya dipergunakanlah nama Buddha.

Disadari atau tidak…istilah Buddha Bless You (BBU) sebenarnya tidak sesuai dengan pemahaman Buddhisme/Buddha Dhamma, mengapa demikian ?

Sang Buddha tidak pernah mengajarkan para siswa-Nya untuk berdoa dan berserah diri pada “Maha-Dewa” atau siapapun namanya, termasuk kepada Sang Buddha sendiri. Kebalikan dari ajaran “berserah-diri” tersebut,  Sang Buddha justru mengajarkan para siswa-Nya untuk berusaha, berdaya-upaya dengan kemampuan dirinya sendiri, dengan segenap-tenaga, hingga meraih kesuksesan.

Didalam Dhammapada 165 telah secara jelas sekali Sang Buddha mengatakan dalam sabdanya :

Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri pula orang ternoda,
oleh diri sendiri kejahatan tak dilakukan,
oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci.
Suci atau tidak sucinya seseorang tergantung pada diri sendiri;
tak ada seseorang pun yang dapat menyucikan orang lain.

Dan didalam Dhammapada 276 , Sang Buddha bersabda :

“ Engkau sendirilah yang harus berusaha,
Sang Tathagata hanya penunjuk jalan. “

Dengan memahami Sabda Sang Buddha tsb. diatas, dapatlah kita menarik suatu kesimpulan bahwa didalam Buddha Dhamma tidak mengenal pula istilah “Memberkahi, merestui (Bless)” atau “Buddha memberkatimu” seperti yang ada pada kalimat : “God Bless You” (Tuhan memberkatimu)…ini jelas kita hanya meniru-niru istilah dari saudara kita yang  Nasrani tersebut.

Pernahkan anda mendengar atau melihat tulisan dari saudara kita yang muslim mengatakan misalnya : Allah Bless You” (ABU) atau “Muhammad Bless You (MBU)” , tentu saja tidak pernah bukan ? lalu mengapa kita koq ikut-ikutan menggunakan kalimat yang tidak jelas pemahamannya itu ?

Dengan pemahaman seperti itulah saya mengajak teman-teman se-Dhamma untuk segera meninggalkan “salah kaprah’ terhadap istilah BBU itu. Kita memiliki kalimat sendiri yang telah diajarkan oleh Sang Buddha sendiri, yang jauh lebih Indah dan Mulia, sebuah kalimat yang penuh dengan Pengharapan berdasarkan Cinta kasih terhadap semua makhluk tanpa membeda-bedakan bentuk dan sifatnya (universal) yaitu : “SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA” /Semoga semua makhluk berbahagia. (SSBS), dan masih banyak pula 'ucapan salam' bernuansa Buddhis yang dapat kita pergunakan seperti halnya : "Metta Cittena"(dengan pikiran cinta-kasih) atau "Namo Buddhaya" (Terpujilah Sang Buddha) dsb.

Saya disini hanya berharap untuk dapat ‘meluruskan’ pandangan sempit yang salah terhadap istilah-istilah yang ‘menyusup’ dan tidak sejalan dengan ajaran Sang Buddha, karena perlu kita pahami kembali bahwa Sang Buddha telah Parinibbana, Beliau telah mencapai pembebasan mutlak dan telah berada di luar Alam Samsara … Nibbana !.

Masihkah kita umat Buddhis berpikir bahwa Sang Buddha dapat memberkati kita ?, Mari kita resapi kembali kata-kata Sang Buddha tsb. dibawah ini :

“Ada kemungkinan, bahwa di antara kalian ada yang berpikir:
`Berakhirlah kata-kata Sang Guru; kita tidak mempunyai seorang Guru lagi.` Tetapi, Ananda, hendaknya tidak berpikir demikian.
Sebab apa yang telah Aku ajarkan sebagai Dhamma dan Vinaya,
Ananda, itulah kelak yang menjadi Guru-mu, ketika Aku pergi.”
(Mahaparinibbana Sutta, Digha Nikaya 16)


Semoga bermanfaat.


oooOOooo

3 komentar:

  1. rasanya mending gak diterjemahkan jadi "BBU"...
    "Amitofo" atau "Namo Amitofo" udah bagus...
    menurutku loh...:D

    BalasHapus
  2. oh iya,
    maksud dari potongan kalimat ini
    ===
    Sebab apa yang telah Aku ajarkan sebagai Dhamma dan Vinaya,
    Ananda, itulah kelak yang menjadi Guru-mu, ketika Aku pergi.”
    ===
    menurut pandangan aliran Theravada, apakah fungsi komponen Buddha (dalam kaitannya dengan tri ratna)? apakah sosok Sang Buddha hanya berfungsi sebagai simbol pemersatu umat Buddha saja?
    apakah mirip dengan sistem sebuah negara kerajaan, dimana sang raja (Buddha) tidak lagi mengurusi hal2 kenegaraan (duniawi), tetapi semua itu diatur oleh seorang perdana mentri (Dhamma), apakah boleh dikatakan mirip seperti itu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada baiknya kita menengok kembali arti daripada Tri-Ratna / Tiratana itu sendiri yang secara keseluruhan diartikan sebagai Tiga Permata (Tiga Mustika) yaitu terdiri dari : yaitu: Buddha Ratana; Dhamma Ratana; dan Sangha Ratana.

      Buddha: adalah sebagai sosok Guru suci junjungan kita yang telah mengajarkan Ajarannya kepada umat manusia dan para dewa, dan Beliaulah sebagai “Sang Penunjuk Jalan” (melalui Ajaran-ajaranNYA/Dhamma) agar kita dapat mencapai Nibbana.

      Sedangkan Dhamma : adalah kebenaran mutlak, dan juga merupakan ajaran Buddha yang menunjukkan umat manusia dan para dewa ke jalan yang benar, yaitu yang terbebas dari kejahatan, dan Dhamma inilah yang membimbing kita mencapai kebebasan mutlak (Nibbãna).

      Dan Sangha : adalah persaudaraan Bhikkhu suci, yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian (Sotapana, Sakadagami, Anagami, Arahat) yang berfungsi sebagai pelestari, pengawal dan pelindung Dhamma serta merekalah yang mengajarkan Dhamma kepada orang lain untuk ikut melaksanakannya sehingga bisa mencapai kebebasan mutlak (Nibbãna).

      Sampai disini dapat kita simpulkan bahwa:
      Buddha adalah sebagai Guru
      Dhamma adalah Ajaran-ajaranNYA.
      Sangha adalah Pelestari dan penerus Ajaran Buddha.

      Jadi akan lebih tepat jika Tiratana ini kita umpamakan (dalam suatu Hirarki kerajaan) sbb;

      Buddha adalah sebagai Raja yang tidak lagi mengurusi soal keduniawian dan hanya berfungsi sebagai Simbol pemersatu Umat Buddha.

      Dhamma adalah sebagai Peta dan Kompas yang dipergunakan sebagai penunjuk jalan dan arah menuju Kebebasan Mutlak (Nibbana).

      Dan, Sangha adalah sebagai Perdana Menteri Pelaksana Undang-Undang/Peraturan-peraturan (Vinaya), yang bertugas untuk menjaga, melestarikan dan yang meneruskan Ajaran Buddha (Dhamma) ini ke kita.

      Semoga penjelasan singkat ini bermanfaat.

      Hapus