Senin, September 26, 2011

Rintangan-rintangan dalam pengembangan batin


RINTANGAN-RINTANGAN DALAM PENGEMBANGAN BATIN

Oleh: Bhikkhu Sukhemo Mahathera, MA


Seorang umat perumah-tangga melaksanakan 5 sila atau 8 sila dengan seksama, dengan dasar sila tersebut kemudian mengembangkan samadhi supaya pikirannya menjadi tenang dan terpusat. Dengan dasar samadhi inilah ia mengembangkan panna dengan melaksanakan vipassana (pandangan terang) sehingga dapat mengikis kekotoran bathin: keserakahan, kemarahan/kebencian, dan kegelapan bathin, sedikit demi sedikit sampai tuntas dan akhirnya dapat mencapai tingkat kesucian.

Terdapat dua macam latihan:
·         Samatha Bhavana (ketenangan bathin) dan
·         Vipassana Bhavana (penerangan bathin).

Samatha Bhavana hanya menekan kekotoran bathin untuk sementara waktu saja, sedangkan Vipassana Bhavana dapat membasmi kekotoran bathin sampai tuntas.

Obyek dari Vipassana adalah ketidak-kekalan (anicca), atau penderitaan (dukkha), atau tanpa 'aku' (anatta).

Seseorang yang mempunyai kemampuan bathin tetapi belum suci karena kekotoran bathinnya ditekan tidak muncul. Ia hanya mengembangkan Samatha tanpa mengembangkan Vipassana. Jika Vipassana dikembangkan ia tidak akan jatuh lagi.

Demikian juga jika sudah mencapai kesucian ia tidak akan mengunakan kemampuan bathinnya untuk tujuan yang tidak baik.

Ada dua macam samadhi, yaitu:
·         Upacara Samadhi (konsentrasi pikiran yang mendekati tercerap) dan
·         Appana Samadhi atau Jhana (konsentrasi pikiran yang tercerap).

Untuk mencapai samadhi maka seseorang harus dapat mengatasi lima rintangan bathin (nivarana) yang terdiri dari:

·         Nafsu indria (Kamachanda)
·         Niat buruk (Byapada)
·         Lesu dan malas (Thina-middha)
·         Pikiran kacau (Uddhacca-kukkucca)
·         Keragu-raguan (Vicikiccha)


Salam Metta,

Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia

]˜

Moha (Kegelapan Batin) [1]


1. MOHA

(Kegelapan batin)

Dua Jenis Moha

Tidak mengetahui (kegelapan batin) adalah Moha. Ada dua jenis Moha, yaitu :
-       Anusaya-moha dan
-       Pariyutthana-moha

Istilah anusaya berarti kecenderungan bawaan atau terbaring laten.
Istilah pariyutthana-moha berarti bangkit.

·         Kegelapan batin yang terbaring laten di dalam mental disebut anusaya-moha, kegelapan laten. 

·         Kegelapan batin yang timbul pada saat-saat tertentu bersama dengan kesadaran disebut pariyutthana-moha, kegelapan yang muncul.

Anusaya-moha
Seperti sebatang pohon beracun menghasilkan buah beracun pula, seperti itulah rentetan mental makhluk, ada suatu unsur (dhatu), yang terus menutupi Dhamma yang harus diketahui. Unsur tersebut adalah anusaya-moha, kegelapan laten. Karena anusaya-moha menutupi kebenaran Dhamma, makhluk-makhluk duniawi (puthujjana) tidak mampu menyadari secara mendalam tiga corak umum, yaitu : anicca (kefanaan), dukkha (tidak memuaskan, penderitaan), dan anatta (tiada inti diri), maupun Empat Kebenaran Ariya, serta Paticcasamuppada, Hukum Sebab-Musabab yang Saling Bergantungan.

Makhluk-makhluk keduniawian tidak mampu mengidentifikasikan kegelapan batin yang mengendap dengan pengetahuan mereka yang terbatas. Dewasa ini, meskipun orang menyatakan dirinya mengetahui apa yang dimaksud dengan anicca, dukkha, anatta, dan sebagainya, mereka cuma mengetahui melalui buku, pengetahuan mereka sebatas permukaan saja, bukan merupakan hasil penembusan atau realisasi yang jernih. Sekalipun seseorang menjadi Pemenang Arus (Sotapanna), Yang Sekali Kembali (Sakadagami), atau Yang Tak Kembali (Anagami), anusaya-moha hanya terkikis sedikit demi sedikit. Hanya ketika seseorang mencapai tataran Arahat, anusaya-moha-dhatu, unsur kegelapan batin laten, terhapus sepenuhnya. Olehkarena itu, bahkan pada saat kita melakukan perbuatan baik atau bermanfaat sebelum menjadi Arahat, anusaya-moha masih tetap ada, hanya diam terpendam.

Pariyutthana-moha
Ketika moha muncul bersama pikiran, dikatakan bahwa pikiran buruk, yang negatif, telah timbul. Karena sifat pariyutthana-moha yang menyelubungi inilah, akibat-akibat  buruk yang membuat seseorang menderita pada kehidupan mendatang tidak dipahami sepenuhnya. Keburukan perbuatan negatif pada kehidupan sekarang juga tidak dipahami. Oleh karena itu, bahkan seorang yang terpelajar atau orang baik pun tidak mampu melihat keburukan moha dan akan melakukan perbuatan salah ketika moha muncul. Moha inilah, dalam ladang kejahatan, adalah yang paling jahat. Di dunia ini semua kejahatan dan kebodohan bersumber dari moha; moha adalah akar dari segala kejahatan.

(Sebuah kisah)
Orang Bijak yang dikuasai Kebodohan

Seorang Bodhisatta yang bernama Haritaca, meninggalkan keduniawian, meninggalkan kekayaannya yang sangat besar, menjadi seorang petapa dan mencapai kekuatan adialami yang luar biasa, jhana dan abhinna. Pada suatu saat, ketika hujan turun dengan lebatnya di Himalaya, petapa itu datang ke Baranasi dan tinggal di sebuah taman milik Raja Baranasi. Pada kehidupan lampau, Raja Baranasi adalah teman lamanya yang dalam penyempurnaan kesempurnaan (Parami) kelak terlahir kembali menjadi Bhikkhu Ananda. Oleh karena itu, ketika Raja melihat petapa tersebut, Ia langsung memberikan hormat dan meminta sang petapa untuk tinggal di taman kerajaan; raja juga menyediakan empat kebutuhan pokok; dia sendiri mempersembahkan makanan pagi untuk petapa itu di istananya.

Suatu ketika, sebuah pemberontakan terjadi, raja harus turun tangan untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Sebelum raja pergi dengan tentaranya, dia berpesan kepada ratu untuk tidak lalai melayani kebutuhan petapa tersebut. Ratu mematuhi pesan sang raja. Pada suatu pagi, sehabis mandi air wangi, ratu memakai pakaian yang indah dan berbaring di ranjang sembari menanti kedatangan sang petapa.

Bodhisatta tiba melalui udara dengan kekuatan adialaminya (abhinna) di depan jendela istana. Mendengar kelibatan jubah petapa, ratu bergegas bangun dari ranjangnya dan pakaiannya terjatuh di lantai. Melihat pakaian ratu terlepas dari tubuhnya, anusaya-moha yang terpendam dalam pikiran sang petapa muncul menjadi pariyutthana-moha. Terkuasai oleh  hawa nafsu, petapa memegang tangan ratu dan melakukan hubungan amoral.

Catatan : Kita harus secara serius menanggapi kebodohan yang muncul melalui moha dalam cerita tersebut. Jika moha yang sedemikian itu tidak muncul pada dirinya, ia tidak akan melakukan perbuatan hina tersebut, meskipun raja menyetujuinya. Namun pada saat itu, karena dikuasai oleh gelapnya ketidaktahuan, ia tidak melihat akibat buruk dari perbuatannya pada kehidupan sekarang dan mendatang di dalam samsara, akibatnya, ia melakukan pelanggaran moral yang tidak semestinya. Jhana dan abhinna yang telah dia peroleh melalui latihan keras selama hidupnya juga tidak mampu mengenyahkan kegelapan moha; malahan, karena terkuasai oleh moha, jhana dan abhinna yang dimiliki lenyap dengan sendirinya.

Namun demikian, petapa yang telah cukup matang dalam parami itu belajar dari pengalaman pahit dan menyesali perbuatannya kepada raja, sekembalinya raja ke istana. Dia berjuang kembali untuk mendapatkan jhana dan abhinna, dan merenungkan, “ Saya telah melakukan perbuatan keliru karena tinggal berdekatan dengan umat awam.” Petapa Haritaca kembali ke Himalaya.

Ketidaktahuan tidak selalu berarti Moha
Karena moha dijelaskan sebagai ketidaktahuan, beberapa orang berpikir bahwa tidak mengetahui hal yang belum dipelajari, tidak mengetahui nama seseorang yang belum pernah dikenal, juga merupakan moha. Ketidaktahuan seperti contoh tersebut semata-mata karena kurangnya pengetahuan; itu samasekali bukan moha yang sebenarnya; jadi itu bukan suatu faktor mental yang buruk, hanya absennya pengenalan atau persepsi (sanna) yang belum pernah di cerap sebelumnya. Bahkan para Arahat juga memiliki ketidaktahuan yang sedemikian itu, tidak cuma manusia pada umumnya.

Bahkan Bhikkhu Sariputta, yang memiliki kebijaksanaan tertinggi setelah Buddha, mengajarkan praktik meditasi yang kurang sesuai kepada seorang bhikkhu muda. Berpikir bahwa bhikkhu muda itu sedang dalam usia yang penuh nafsu, ia meresepkan asubha kammatthana, yaitu meditasi dengan obyek menjijikkan (seperti mayat yang membusuk), yang mana obyek ini tidak sesuai dengan sifat muridnya. Meskipun sang murid telah bermeditasi selama empat bulan, ia tak kunjung mendapatkan pertanda konsentrasi (nimitta).

Kemudian bhikkhu muda itu dibawa ke hadapan Buddha. Buddha menciptakan bunga teratai mekar dan memberikannya kepada sang bhikkhu muda, yang dengan senang hati menerimanya. Ketika Buddha menunjukkan hancurnya bunga tersebut, bhikkhu muda itu merasakan samvega, suatu perasaan desakan spiritual. Kemudian Buddha membabarkan ceramah yang dirancang-Nya untuk menyadarkan bhikkhu muda itu akan corak anicca, dukkha dan anatta, akhirnya ia mencapai tingkat arahat. Yang perlu dicatatan disini adalah pengetahuan Buddha yang luar biasa; dan ada hal-hal yang tidak diketahui bahkan oleh Bhikkhu Sariputta yang telah terbebas dari moha.

Demikianlah, bahkan Bhikkhu Sariputta tidak mengetahui sesuatu yang di luar wawasannya. Jadi, tidak mengetahui sesuatu yang belum pernah diajarkan dan yang hanya ada dalam lingkup Buddha, bukanlah Moha. Ini semata-mata hanya kurangnya pengetahuan atau pembelajaran. Sebagai contoh, kasus seseorang yang tidak dapat melihat obyek jarak jauh pada siang bolong. Dia tidak bisa melihat bukan karena ada rintangan yang menutupi obyek dari pandangannya, tetapi hanya karena kelemahan matanya.

Moha Kasar dan Halus
Moha yang mana tidak dapat membedakan apa yang buruk atau tidak bermanfaat dan apa yang baik atau bermanfaat adalah moha kasar. Moha yang menghalangi realisasi sifat anicca, dukkha , dan anatta dari nama dan rupa, Empat Kebenaran Ariya, dan Hukum Sebab Musabab Yang saling Bergantungan, adalah moha yang halus. Pikiran yang disertai oleh moha disebut dengan “pikiran khayal, pikiran tolol” dan seseorang yang dikuasai oleh moha disebut “tolol, dungu, bebal, tumpul, liar, bodoh, tidak bermanfaat”

“Dunia ini ada dalam kegelapan pekat.
Hanya segelintir orang di dunia ini yang dapat mencerap dengan luar biasa.
Seperti halnya sedikit burung yang bisa lolos dari jaring,
sangat sedikitlah orang yang dapat terlahir kembali di alam para deva setelah kematian.” (Dhammapada, 174)


Sumber  bacaan : Abhidhamma sehari-hari Bab II – Oleh : Ashin Janakabhivamsa.






Selasa, September 20, 2011

Sang Pemenang dan Si Kalah


SANG PEMENANG DAN SI KALAH


Sang pemenang selalu merupakan bagian dari jawaban (atas masalah).
Si kalah selalu merupakan bagian dari masalah.

Sang pemenang selalu memiliki program.
Si kalah selalu memiliki sesuatu untuk dimaafkan

Sang pemenang mengatakan, “Biar saya kerjakan”.
Si kalah mengatakan, “Itu bukan tugas saya”

Sang pemenang memiliki jawaban atas berbagai masalah.
Si kalah melihat adanya masalah dalam tiap-tiap jawaban (atas masalah)

Sang pemenang mengatakan, “Mungkin sulit, tetapi masih bisa.”
Si kalah mengatakan, “Mungkin bisa, tetapi terlalu sulit.”

Bila sang pemenang membuat kesalahan, ia selalu berkata, “Itu salah saya.”
Bila si kalah membuat kesalahan, ia selalu berkata, “Bukan salah saya.”

Sang pemenang membangun suatu komitmen.
Si kalah membuat janji.

Sang pemenang memiliki mimpi.
Si kalah memiliki rencana

Sang pemenang mengatakan, “Saya harus melakukan sesuatu.”
Si kalah mengatakan, “Semua harus sudah beres.”

Sang pemenang merupakan salah satu bagian dari tim.
Si kalah terpisah dari tim.

Sang pemenang melihat tujuan.,
Si kalah melihat penderitaan

Sang pemenang melihat kemungkinan-kemungkinan.
Si kalah melihat masalah-masalah

Si pemenang mempercayai situasi menang/menang.
Si kalah mempercayai situasi menang untuk diri sendiri dan kekalahan untuk orang lain.

Sang pemenang melihat potensi.
Si kalah melihat masa lalu

Sang pemenang seperti alat pengatur panas.
Si kalah seperti termometer (alat pengukur panas)

Sang pemenang menggunakan argumen yang kuat namun lembut dalam kata-kata.
Si kalah menggunakan argumen yang lemah namun keras dalam kata-kata

Sang pemenang mempertahankan nilai-nilai, tetapi kompromis dalam hal-hal kecil. Si kalah mempertahankan hal-hal kecil, namun kompromis dalam nilai-nilai

Sang pemenang mengikuti falsafah empati: “Jangan melakukan sesuatu kepada orang lain yang kamu tidak ingin mereka lakukan terhadap dirimu.”
Si kalah mengikuti falsafah : “Sebelum mereka melakukannya terhadapmu, lakukan lebih dulu terhadap orang lain.”

Sang pemenang membuat sesuatu terjadi.
Si kalah membiarkan sesuatu terjadi.


Sumber : Tidak dikertahui


Salam Metta,

Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia

]˜

10 Cara melepaskan belenggu diri sendiri


10 CARA MELEPASKAN BELENGGU DIRI SENDIRI


1. HADAPI KENYATAAN
Mungkin saja yang menjadi “polisi tidur” penghambat jalan sukses adalah diri sendiri. Seringkali langkah tersulit membebaskan diri kita dari kesulitan adalah mengakui bahwa sebenarnya kita adalah biang keladi kesulitan.

Karena itu, saat menghadapi masalah di jalan mencapai kesuksesan, pertimbangkan dengan hati–hati apakah ANDA merupakan sumber semua masalah tersebut.

2. ANDA DAPAT MELAKUKAN APA YANG ANDA INGINKAN.
Namun bagaimanapun, anda mungkin tidak mampu melakukan semua yang diinginkan. Belenggu kita adalah kita berusaha untuk melakukan semua hal dalam sekali waktu yang sama. Meski kita bekerja keras untuk melakukan segala hal, pada akhirnya kita hanya akan menyelesaikan sedikit hal saja.

Yang diperlukan sebenarnya adalah memusatkan perhatian pada satu atau dua proyek saja karena hal ini justru meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

3. AGAR MENDAPAT GAMBAR YANG JELAS, PELU FOKUS.
Begitu mengetahui proyek – proyek mana yang akan dikerjakan, harus memfokuskan diri pada apa yang benar – benar diperlukan untuk mengerjakannya. Susunlah rencana selangkah demi selangkah apa dan kapan harus mengerjakan.

4. APA YANG TERTULIS DI ATAS KERTAS ADALAH RENCANA, SEDANGKAN APA YANG TERTULIS DI KEPALA ADALAH MIMPI.
Beberapa orang segan untuk menuliskan rencana – rencana mereka. Menulis rencana di atas kertas merupakan langkah awal menuju pencapaian hasrat seseorang.

Tanpa rencana tertulis, kebanyakan orang akan memulai suatu proyek namun segera perhatiannya akan teralihkan oleh banyak hal kecil yang muncul kemudian.

5. BILA BERGERAK ITU BELUM BERARTI MAJU.
Gejala pasti anda dalam belenggu kesulitan adalah saat telah bekerja keras namun tidak jua mendekati titik sasaran. (Hal ini sering terjadi juga pada orang – orang yang tidak mau menyusun rencananya secara tertulis.)

Agar dapat bergerak maju, harus mengambil langkah – langkah yang diperlukan pada saat yang diperlukan pula.

6. TIDAK MEMILIH ADALAH PILIHAN.
Penghalang jalan lain yang kita ciptakan sendiri adalah terlalu banyak memikirkan pilihan – pilihan sehingga membuat kita tidak melakukan apa – apa. “Saya bila melakukan A, B atau C.

Kalau begitu sebaiknya saya pikirkan baik – baik” begitulah angan – angan kita. Kemudian mulai merenungkannya, namun kita sama sekali tidak memutuskannya.

Sebenarnya pada saat itu kita melakukan sesuatu yaitu memutuskan untuk tidak melakukan apa – apa. Tetapi coba tebak apa hasilnya...? Bila tidak melakukan apa – apa maka hasilnya pun bukan apa – apa.

7. PUSATKAN PADA APA YANG AKAN BERHASIL.
Beberapa orang sangat pandai mencari – cari alasan mengapa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jangan melipatgandakan sesuatu yang akan berakibat negatif. Lipat gandakalah seuatu yang positif. Berkonsentrasilah pada apa yang akan berjalan baik bagi anda.

8. BILA TIDAK BERHASIL, JANGAN KERJAKAN.
Salah satu pertanda “manusiawi” adalah “mengerjakan hal yang sama secara terus – menerus namun mengharapkan hasil yang berbeda” Saya cenderung untuk menyatakan itu sebagai pertanda “humanitas”.

Terkadang banyak orang tidak mampu mengakui bahwa sesuatu tidak berjalan dengan semestinya karena alasan harga diri, “sudah dari sononya”, atau sikap keras kepala.

Jika itu adalah anda, maka terimalah moto baru : “Jangan lakukan...!” Bila segala sesuatunya tidak berjalan, hentikan, setel kembali persenelling, baru kemudian bergerak maju.

9. BILA TIDAK TAHU, MINTALAH PERTOLONGAN.
Kita tidak dapat mengetahui segala hal. Kita pun tidak akan mampu memecahkan semua persoalan. Ada banyak konsultan, penasehat dan pembimbing yang dapat diajak kerja sama untuk memecahkan persoalan. Mintalah pertolongan mereka.

10. BILA TIDAK MEMBUAT ANDA BAHAGIA, JANGAN KERJAKAN.
Melaju di jalur menuju kesuksesan tidaklah mudah. Mungkin anda tidak mendapatkan keceriaan di setiap langkah anda sehingga membuat anda ingin kembali mundur ke garis start.

Namun demikian, secara keseluruhan anda seharusnya merasa bahagia karena ini adalah jalan yang anda pilih. Bila tidak merasa bahagia maka perlu mengevaluasi tujuan atau bagaimana mencapai tujuan tersebut.


Always do the best,
Tomorrow must be better than today.

Good luck & may succes always be with you..!!




Salam Metta,

Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia

]˜

Anak Rusa yang membolos


ANAK RUSA YANG MEMBOLOS
( Pembolosan dari sekolah)


Pada suatu ketika, hidup sekumpulan rusa hutan. Di dalam kumpulan ini terdapat guru yang bijaksana dan dihormati, yang menunjukkan kecerdikan dalam mencari cara bagi rusa. Ia mengajarkan cara dan strategi untuk bertahan hidup bagi anak-anak rusa muda.

Suatu hari, adik perempuan si Guru membawa anak laki-lakinya datang bertemu untuk diajarkan apa yang sangat penting bagi rusa. Ibu itu berkata, “Oh guru yang juga saudara laki-lakiku, ini adalah anakku.”

Si Guru berkata kepada anak rusa itu, “Baiklah, kau bisa datang pada jam-jam ini besok untuk pelajaran pertamamu.”

Pada awalnya, anak rusa muda datang mengikuti pelajaran sebagaimana seharusnya. Tetapi tidak lama kemudian, ia menjadi lebih tertarik bermain dengan rusa jantan dan rusa betina lainnya. Ia tidak menyadari bahwa betapa berbahayanya untuk seekor rusa yang tidak belajar apa pun tetapi hanya bermain. Jadi ia mulai meninggalkan kelas. Tak lama kemudian ia selalu membolos.

Sayangnya, suatu hari anak rusa yang membolos ini masuk ke dalam jebakkan dan terperangkap. Ketika ia menghilang, ibunya merasa khawatir. Ia pergi menemui si Guru, kakaknya dan bertanya, “Kakakku tercinta, bagaimana anak laki-lakiku? Sudahkah kau mengajarkan keponakanmu cara dan strategi bagi rusa?”

Si Guru menjawab, “Adikku yang kukasihi, anakmu itu tidak patuh dan tidak dapat diajarkan. Karena untuk menghormatimu, aku berusaha sebaik mungkin untuk mengajarinya. Tetapi ia tidak mau belajar cara dan strategi bagi rusa. Ia membolos! Bagaimana mungkin aku bisa mengajarinya? Kau patuh dan setia, tetapi ia tidak. Sia-sia saja berusaha untuk mengajarinya.”

Kemudian mereka mendengar kabar menyedihkan. Si Rusa keras kepala yang membolos sudah terperangkap dan dibunuh oleh seorang pemburu. Si Pemburu mengulitinya dan mengambil dagingnya dibawa pulang untuk keluarganya.


Sumber :  Buddhist Tales for Young and Old Volume 1
Diterjemahkan oleh Selfy Parkit.



Salam Metta,

Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia

]˜

Rusa, Angin dan Rumput madu


RUSA, ANGIN DAN RUMPUT MADU
( Keinginan yang kuat untuk mencicipi)


Pada suatu ketika, raja Benares mempunyai seorang tukang kebun yang merawat kebun kesenangannya. Kadang-kadang binatang dari hutan terdekat masuk ke dalam kebun. Si Tukang kebun mengeluhkan hal ini kepada raja dan Raja berkata, “Jika kau melihat binatang aneh apa pun beritahu aku segera.”

Suatu hari, si Tukang kebun melihat sejenis rusa aneh jauh di ujung kebun. Ketika rusa itu melihat si Tukang kebun, ia lari secepat angin. Mereka adalah sejenis rusa yang langka. Mereka luar biasa takut. Mereka sangat mudah takut dengan manusia.

Si Tukang kebun mengatakan tentang rusa angin kepada raja. Raja meminta si tukang kebun, dapatkah ia menangkap binatang yang aneh itu. Si Tukang kebun menjawab, “Rajaku, jika kau dapat memberikanku beberapa madu lebah, aku bahkan dapat membawanya ke dalam istana!” Untuk itu raja memerintahkan agar si Tukang kebun diberikan madu lebah sebanyak yang ia inginkan.

Rusa angin istimewa ini senang makan bunga dan buah-buahan di dalam kebun kesenangan raja. Si Tukang kebun membiarkan dirinya dilihat oleh rusa itu sedikit demi sedikit. Jadi rusa angin itu tidak akan terlalu takut. Kemudian ia mulai melumuri madu di atas rumput di mana rusa angin biasa datang untuk makan. Merasa cukup yakin, rusa itu mulai memakan rumput yang dilumuri madu. Tak lama kemudian, ia memperkuat keinginan untuk mencicipi rumput madu ini. Keinginannya yang kuat membuat ia datang ke kebun setiap hari. Tak lama lagi, ia tidak akan makan yang lainnya.

Sedikit demi sedikit, si Tukang kebun menghampiri rusa angin lebih dekat dan lebih dekat. Awalnya rusa angin akan melarikan diri. Tetapi belakangan, ia kehilangan rasa takut dan mulai berpikir bahwa si Tukang kebun tidak membahayakan. Si tukang kebun menjadi lebih dan lebih bersahabat, artinya ia dapat membuat si rusa makan rumput yang dilumuri madu itu dari tangannya. Si Tukang kebun terus melakukan ini untuk beberapa waktu, dengan maksud untuk membangun keberanian dan kepercayaan si rusa.

Sementara itu, si Tukang kebun memiliki sederetan tirai-tirai yang terpasang, membuat jalan setapak yang lebar, dari jauh di ujung kebun kesenangan raja sampai ke istana raja. Dari dalam jalan setapak ini, tirai-tirai itu akan menjaga rusa angin agar tidak melihat siapa pun yang mungkin akan membuatnya takut.

Ketika semuanya disiapkan, si Tukang kebun mengambil sekantung rumput dan sebotol madu. Ketika rusa angin muncul, si Tukang kebun kembali memberikan makan melalui tangannya. Secara berangsur-angsur, ia menggiring si Rusa jantan dengan menggunakan rumput yang sudah dilumuri madu, sampai akhirnya rusa angin mengikutinya tepat menuju ke dalam istana. Suatu ketika di dalam istana, penjaga istana menutup pintu-pintu dan rusa angin terperangkap. Melihat banyak orang di istana, rusa angin tiba-tiba menjadi sangat takut dan mulai berlari berkeliling dengan sangat gila, beruasaha untuk melarikan diri.

Raja datang ke dalam ruangan itu dan melihat rusa angin yang dilanda kepanikan. Raja berkata, “Dasar rusa angin! Bagaimana bisa dia mengalami situasi seperti itu? Seekor rusa angin adalah binatang yang tidak akan kembali ke tempat di mana ia sudah banyak melihat manusia selama tujuh hari penuh. Biasanya, jika seekor rusa angin takut sekali di dalam suatu tempat khusus, ia tidak akan kembali lagi seumur hidupnya! Tetapi lihat! Bahkan seekor makhluk pemalu yang liar bisa diperbudak oleh keinginannya yang kuat untuk mencicipi sesuatu yang manis. Kemudian ia dapat dipikat ke tengah-tengah kota dan bahkan ke dalam istana.”

“Teman-temanku, guru-guru memperingatkan kita agar tidak terlalu melekat kepada tempat di mana kita tinggal, juga untuk segala sesuatu yang sudah berlalu. Mereka berkata bahwa menjadi terlalu melekat kepada kumpulan kecil teman-teman adalah keterikatan dan membatasi pandangan luas. Tetapi lihatlah betapa keinginan kuat yang sederhana terhadap rasa manis lebih berbahaya, atau sensasi rasa apa pun lainnya. Lihatlah bagaimana binatang indah yang pemalu ini terperangkap oleh tukang kebunku, dengan cara mengambil keuntungan dari keinginan kuatnya untuk mencicipi.”

Karena tak bermaksud untuk menyakiti si rusa angin. Raja melepaskannya ke hutan. Ia tak pernah kembali ke kebun kerajaan dan tidak pernah merindukan rasa dari rumput madu.

Pesan moral: Lebih baik makan untuk hidup, daripada hidup untuk makan.


Sumber :  Buddhist Tales for Young and Old Volume 1
Diterjemahkan oleh Selfy Parkit.



Salam Metta,

Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia

]˜

Angin dan Bulan


ANGIN DAN BULAN
( Persahabatan)


Pada suatu ketika, ada dua teman baik yang hidup bersama di sebuah tempat berteduh dari batu. Ini mungkin terlihat aneh, satunya adalah seekor singa dan yang satu lagi seekor macan. Mereka sudah bertemu sejak mereka masih terlalu muda untuk mengetahui perbedaan antara singa dan macan. Jadi mereka tidak berpikir sama sekali kalau persahabatan mereka itu luar biasa. Ditambah lagi, tempat itu adalah bagian dari gunung-gunung yang tentram. Barang kali karena pengaruh dari seorang bhikkhu hutan lemah lembut yang tinggal di dekat tempat itu. Ia adalah seorang petapa yang tinggal jauh dari penduduk.

Untuk beberapa alasan yang tidak diketahui, suatu hari dua orang teman tersebut masuk ke dalam perbedaan pendapat yang bodoh.

Si Macan berkata, “Setiap orang tahu kalau rasa dingin datang ketika bulan susut dari purnama ke bulan mati.”

Si Singa berkata, “Dari mana kau mendengar omong kosong tersebut?” “Setiap orang tahu kalau rasa dingin datang ketika bulan bertambah besar dari bulan mati ke purnama!”

Percecokan itu menjadi kuat dan kuat. Tidak ada satu pun yang dapat menyakinkan yang lainnya. Mereka tidak dapat menghasilkan kesimpulan apa pun untuk menyelesaikan perdebatan yang semakin membesar itu. Mereka bahkan mulai memanggil nama masing-masing satu sama lainnya! Khawatir akan persahabatannya, mereka memutuskan untuk pergi dan bertanya kepada bhikkhu hutan terpelajar yang pasti akan tahu tentang hal semacam itu.

Singa dan macan Mengunjungi si petapa yang penuh ketenangan, mereka menunduk memberi hormat dan menanyakan pertanyaan mereka kepadanya. Si Bhikkhu yang bersahabat tersebut berpikir sejenak dan kemudian memberikan jawabannya, “Bisa saja dingin pada bentuk bulan apa pun, dan bulan mati ke bulan purnama dan kembali ke bulan mati lagi. Anginlah yang membawa rasa dingin, apakah itu dari barat, utara ataupun timur. Untuk itu, sedikit banyak kalian berdua benar! Dan tidak ada satu pun dari kalian yang dikalahkan oleh yang lainnya. Hal yang paling penting adalah hidup tanpa perselisihan, untuk tetap bersatu. Kebersamaan tentu saja adalah yang terbaik.”

Singa dan Macan berterima kasih kepada petapa yang bijaksana. Mereka bahagia masih menjadi teman.


Pesan moral : Cuaca datang dan pergi (berubah-ubah), namun persahabatan harus tetap terjalin.


Sumber : Buddhist Tales for Young and Old Volume 1
Diterjemahkan oleh : Selfy Parkit.


Salam Metta,

Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia

]˜

Fakta Kehidupan


FAKTA KEHIDUPAN
Oleh: Ven. Narada Maha Thera


Kita hidup dalam dunia yang tidak seimbang. Dunia yang tidak seluruhnya berisi bunga mawar atau pun seluruhnya berduri. Bunga mawar itu lembut, indah dan harum, tetapi tangkainya penuh dengan duri. Bagaimanapun, orang tidak akan meremehkan bunga mawar karena ada duri-durinya.

Bagi orang yang optimis, dunia ini seluruhnya berisi bunga mawar, bagi seorang yang pesimis, dunia in seluruhnya berduri. Tapi untuk seorang realistis, dunia ini tidak seluruhnya berisi bunga mawar ataupun seluruhnya berduri. Baginya dunia berisi keduanya, bunga mawar yang indah dan duri-duri yang tajam.

Orang yang mengerti tidak akan terbius oleh keindahan bunga mawar, tapi ia akan melihatnya sebagaimana adanya. Dengan mengetahui dengan baik sifat dari duri-duri, ia pun akan melihat mereka sebagaimana adanya dan akan berhati-hati agar tidak terluka.

Bagaikan bandul yang terus menerus bergoyang ke kiri dan kanan, empat keadaan yang diinginkan dan empat keadaan yang tidak diinginkan terus berlangsung di dunia ini. Setiap orang dalam hidupnya tanpa kecuali akan menghadapi keadaan-keadaan ini. Keadaan ini adalah keuntungan dan kerugian, terkenal akan kebaikan dan terkenal akan keburukan, pujian dan celaan, kegembiraan dan kesedihan.

Keuntungan Dan Kerugian
Pengusaha, sesuai hukumnya , akan mengalami keuntungan maupun kerugian. Adalah hal yang wajar bahwa seorang akan merasa puas diri ketika ia memperoleh keuntungan. Dalam hal ini tidak ada yang salah. Keuntungan baik legal maupun ilegal menghasilkan kenikmatan dalam jumlah tertentu yang dicari oleh umat manusia biasa.

Tanpa saat-saat yang menyenangkan, bagaimanapun singkatnya, hidup tak akan berarti. Dalam dunia yang kacau dan penuh persaingan, adalah benar bahwa orang hendaknya menikmati beberapa jenis kegembiraan yang menyenangkan hatinya. Kegembiraan ini, walaupun secara materil, akan membantu meningkatkan kesehatan dan umur penjang.

Masalah akan timbul jika kerugian terjadi. Keuntungan diterima dengan gembira, tapi tidak demikian halnya dengan kerugian. Kerugian sering menyebabkan penderitaan batin dan kadang kala usaha bunuh diri dilakukan karena karena kerugian yang tidak tertanggulangi. Dalam situasi yang berlawanan inilah, seseorang hendaknya menunjukkan keberanian moral yang tinggi dan mempertahankan keseimbangan batin yang baik. Kita semua pernah mengalami jatuh dan bangun dalam perjuangan hidup. Seseorang hendaknya menyiapkan diri menghadapi yang baik maupun yang buruk, sehingga ia tidak terlalu kecewa.

Ketika sesuatu dicuri, orang umumnya merasa sedih. Tetapi dengan merasa sedih, ia tidak akan dapat mengganti kehilangannya. Ia hendaknya menerima kehilangan itu secara filosofis. Hendaknya ia memiliki sikap yang murah hati dengan berpikir: "Si pencuri lebih membutuhkan barang tersebut daripada saya, semoga ia berbahagia." Pada masa Sang Buddha, seorang wanita bangsawan mempersembahkan makanan kepada Yang Ariya Sariputra dan beberapa orang bhikkhu. Ketika melayani mereka, ia menerima pesan yang menyatakan bahwa suatu musibah telah terjadi pada keluarganya. Tanpa menjadi cemas, dengan tenang ia menaruh pesan itu dalam kantung di pinggangnya dan melayani para bhikkhu seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Seorang pelayannya yang membawakan guci berisi mentega(terbuat dari susu kerbau India) untuk dipersembahkan kepada para bhikkhu, secara tidak disengaja tergelincir dan memecahkan guci yang dibawanya. Mengira bahwa sang wanita akan merasa sedih karenanya , Yang Ariya Sariputra menghiburnya dengan berkata bahwa segala sesuatu yang dapat pecah suatu saat pasti akan pecah. Sang wanita berkata, "Bhante, apalah artinya kehilangan yang tak berarti ini? Saya baru saja menerima pesan yang menyatakan suatu musibah telah menimpa keluarga saya. Saya menerima hal itu tanpa merasa kehilangan keseimbangan batin saya. Saya melayani anda semua walaupun ada berita buruk tersebut."

Ketabahan semacam ini yang dimiliki wanita tersebut sungguh sangat terpuji. Suatu saat Sang Buddha pergi mencari sedekah di suatu desa. Karena campur tangan Mara, Sang Buddha tidak memperoleh makanan. Ketika Mara menanyakan apakah Sang Buddha merasa lapar, Sang Buddha dengan agung menerangkan sikap mental mereka yang telah terbebas dari kekotoran batin, dan menjawab, "Ah, betapa bahagianya kita yang hidup terbebas dari kekotoran batin. Sebagai pemberi kebahagiaan, kita bahkan dapat disamakan dengan para dewa di alam cahaya."

Pada kesempatan lain, Sang Buddha dan para muridnya berdiam selama musim hujan di suatu desa atas undangan seorang brahmana yang ternyata benar-benar lupa akan tugasnya untuk memenuhi kebutuhan Sang Buddha dan Sangha. Selama tiga bulan, walaupan Yang Ariya Monggalana rela berkorban untuk mendapatkan makanan dengan kekuatan batinnya, Sang Buddha tidak mengeluh, dan merasa puas atas rumput makanan kuda yang ditawarkan oleh seorang penjual kuda.

Seseorang yang tidak beruntung harus berusaha untuk menerima kenyataan secara dewasa. Sungguh sayang, orang menghadapi kerugiannya seringkali secara kelompok dan tidak sendirian. Ia harus menghadapinya dengan ketenangan dan memandangnya sebagai suatu kesempatan untuk menumbuhkan kebajikan yang mulia.

Terkenal Akan kebaikan Dan Terkenal Akan Keburukan
Terkenal atas hal yang baik dan terkenal atas hal yang buruk adalah pasangan keadaan lain yang tidak terhindarkan, yang kita hadapi dalam kehidupan kita sehari-hari. Terkenal karena hal yang baik kita terima, terkenal karena hal yang buruk sangat kita benci. Terkenal karena hal yang baik menggembirakan hati kita, terkenal karena hal yang buruk menyedihkan kita. Kita ingin menjadi terkenal. Kita mendambakan foto kita terpampang di surat kabar. Kita sangat gembira ketika kegiatan kita, bagaimanapun tidak berartinya, dipublikasikan. Kadang kala kita bahkan menginginkan publikasi yang berlebihan.

Banyak orang ingin melihat fotonya di majalah, seberapapun biayanya yang harus dikeluarkannya. Untuk mendapatkan kehormatan, sebagian orang menawarkan hadiah atau memberikan sumbangan besar kepada orang yang berkuasa. Demi ketenaran, sebagian orang memamerkan kedermawanan mereka dengan memberikan sedekah kepada seratus orang bhikkhu atau lebih, tetapi mungkin mereka sama sekali tidak memperdulikan penderitaan orang miskin dan orang yang membutuhkan di lingkungan sekitar mereka. Seseorang dapat mendenda dan menghukum orang yang sangat kelaparan, yang untuk menghilangkan rasa laparnya mencuri sebutir kelapa di kebunnya, tetapi ia tidak ragu-ragu untuk mempersembahkan seribu butir kelapa untuk mendapatkan nama baik.

Inilah kelemahan-kelamahan manusia. Kebanyakan orang memiliki maksud terselubung. Orang yang tidak egois yang bertindak tanpa terpengaruhi oleh perasaannya sangatlah jarang di dunia ini. Kebanyakan orang yang terikat keduniawian memiliki maksud terselubung. Siapakah orang yang sempurna? Berapa banyak orang yang memiliki maksud yang benar-benar murni? Berapa banyak orang yang benar-benar tidak mementingkan diri sendiri dan mendahulukan kesejahteraan dan kebahagiaan orang lain?

Kita tidak perlu memburu ketenaran. Jika kita benar-benar pantas untuk menjadi terkenal, ketenaran akan datang kepada kita tanpa perlu dicari. Kumbang akan tertarik pada bunga yang berisi madu. Bunga sendiri tidak mengundang kumbang.

Tentu saja, kita tidak hanya merasa senang tapi juga sangat bahagia ketika ketenaran kita tersebar. Tetapi kita harus menyadari bahwa ketenaran, kehormatan, dan kekuasaan hanyalah bersifat sementara. Mereka dapat menghilang begitu saja.

Bagaimana dengan ketenaran akan keburukan? Hal ini tidak enak didengar dan mengganggu pikiran. Kita pasti gelisah ketika kata-kata tentang reputasi buruk kita menusuk telinga. Perasaan sakit akan lebih hebat ketika laporan tersebut tidak adil dan fitnah belaka.

Umumnya diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mendirikan gedung yang megah. Dalam satu atau dua menit, dengan senjata penghancur modern, dengan mudah gedung itu runtuh. Kadang kala diperlukan waktu bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup untuk membangun reputasi yang baik. Dalam waktu singkat nama baik yang diperoleh dengan susah payah itu hancur. Tidak ada orang yang terlepas dari kata penghancur yang dimulai dengan kata 'tetapi'. "Ya, ia orang baik, dia melakukan ini dan melakukan itu," tetapi reputasi yang baik ini diperburuk dengan kata 'tetapi'. Anda mungkin hidup sebagai seorang Buddha tetapi anda tidak akan terlepas dari kritik, serangan, dan hinaan.

Sang Buddha adalah guru yang paling dikenal dan paling sering difitnah dalam masanya. Orang-orang besar sering kali dikenal, walaupun kadang kala mereka dikenal bukan karena hal-hal yang baik. Beberapa orang yang membenci Sang Buddha menyebarkan desas-desus bahwa seorang wanita sering bermalam di vihara. Setelah gagal dalam upaya ini, mereka menyebarkan fitnah diantara penduduk bahwa Sang Buddha dan para muridnya membunuh wanita tersebut dan menyembunyikan mayatnya di timbunan sampah bunga-bunga layu dalam vihara. Para penghasut akhirnya mengakui bahwa merekalah pelakunya.

Ketika misi bersejarah-Nya berhasil dan banyak orang meminta ditahbiskan oleh-Nya, para musuh memfitnah-Nya, dengan berkata bahwa Beliau merebut putra dari para ibu, memisahkan para istri dari suami mereka, dan bahwa Beliau menghambat kemajuan negara.

Gagal dalam usaha-usaha untuk menghancurkan sifat-Nya yang mulia, Sepupu-Nya sendiri Devadatta, murid-Nya yang iri, berusaha membunuh-Nya dengan menggulingkan batu dari atas, tetapi gagal. Jika demikian menyedihkannya nasib Sang Buddha yang sempurna dan tidak bersalah, bagaimanakah nasib dari manusia biasa yang tidak sempurna?

Semakin tinggi anda mendaki bukit, semakin mudah anda terlihat dan tampak dalam mata orang lain. Punggung anda terlihat, tapi bagian depan tersembunyi. Dunia mudah menemukan kesalahan, menunjukkan kegagalan dan keraguan anda, tetapi mangabaikan kebajikan anda yang lebih mudah terlihat. Kipas perontok merontokkan sekam tapi tetap membiarkan padinya, sebaliknya saringan mempertahankan ampas yang kasar dan membiarkan sari buah yang manis mengalir. Orang yang bermoral mengambil bagian yang halus dan menghilangkan bagian yang kasar, Orang yang tidak bermoral memgambil bagian yang kasar, tapi menghilangkan bagian yang halus.

Ketika anda difitnah, secara sengaja atau tidak, ingatlah nasehat dari Epictus, untuk berpikir atau berkata, "O, dengan pengenalannya yang terbatas dan pengetahuannya yang sedikit tentang saya, saya hanya sedikit dikritik. Tetapi jika ia mengenal saya lebih baik, maka lebih serius dan lebih hebatlah tuduhan yang ditujukan kepada saya.

Tidaklah perlu menghabiskan waktu memperbaiki laporan-laporan palsu kecuali jika keadaan memaksa anda membuat suatu penjelasan. Musuh anda akan senang ketika ia melihat anda terluka. Inilah yang sesungguhnya diharapkannya. Jika anda acuh saja, tuduhan itu akan menghilang dengan sendirinya.

Dengan melihat kesalahan orang lain, hendaknya kita berlaku seperti orang buta. Dalam mendengar kritikan yang tidak adil kepada orang lain, hendaknya kita berlaku seperti orang tuli. Dalam membicarakan keburukan orang lain, hendaknya kita berlaku seperti orang bisu.

Adalah tidak mungkin untuk menghentikan tuduhan, laporan, maupun desas-desus yang salah. Dunia ini penuh dengan duri dan kerikil. Adalah tidak mungkin untuk memindahkan seluruhnya. Tapi, jika kita harus berjalan melewati rintangan tersebut, daripada mencoba memindahkannya, lebih baik memakai sepasang sandal dan berjalan tanpa terluka.

Dharma mengajarkan: Berlakulah seperti seekor singa yang tidak takut akan suara apapun. Berlakulah seperti angin yang tidak terikat oleh jaring. Berlakulah seperti bunga teratai yang tidak terkotori oleh lumpur dimana ia tumbuh. Berkelanalah sendiri bagaikan seekor badak. Sebagai raja rimba, singa tidak memiliki rasa takut. Secara alamiah singa tidak dapat ditakuti oleh geraman dari binatang lain. Dalam dunia ini, kita dapat mendengar laporan palsu, tuduhan yang tidak benar, dan kata-kata hinaan. Seperti seekor singa, kita hendaknya tidak mendengarkannya. Seperti sebuah bumerang, semua akan kembali ke tempat asalnya. Anjing menggonggong tapi kafilah tetap berlalu.

Kita hidup dalam dunia yang berlumpur. Begitu banyak bunga teratai muncul dari lumpur tanpa terkotori dan menghiasi dunia. Bagaikan bunga teratai kita hendaknya mencoba menjalani kehidupan yang tidak tercela dan mulia, tidak memperdulikan lumpur yang mungkin dilemparkan kepada kita.

Kita hendaknya mengharapkan lumpur yang dilemparkan kepada, bukan bunga mawar. Dengan demikian kekecewaan tidak akan terjadi. Walaupun sulit, kita hendaknya berusaha mengembangkan ketidakterikatan. Kita datang sendiri dan kita akan pergi sendiri. Ketidakterikatan adalah suatu kebahagiaan di dunia ini.

Tanpa memperdulikan fitnahan, kita hendaknya berkelana sendiri melayani orang lain dengan seluruh kemampuan kita. Hal yang agak aneh bahwa orang-orang besar telah difitnah, dicemarkan namanya, diracun, disalib atau ditembak. Socrates yang agung telah diracun. Yesus Kristus yang mulia telah disalibkan. Mahatma Gandhi yang tidak bersalah telah ditembak. Apakah berbahaya untuk menjadi orang yang terlalu baik? Ya, selama hidup mereka dikritik, diserang, dan dibunuh. Setelah kematiannya, mereka dipuja dan dihormati. Orang-orang besar tidak peduli akan kemahsyuran ataupun namanya tercemar. Mereka tidak marah ketika dikritik atau difitnah karena mereka bekerja bukan untuk nama baik atau kemahsyuran. Mereka tidak peduli apakah orang menghargai jasa mereka atau tidak. Mereka memiliki hak atas kerja mereka, tapi tidak atas buah yang diperolehnya (kritik dan hinaan).

Pujian Dan Celaan
Adalah hal yang wajar untuk menjadi bersemangat ketika dipuji dan menjadi tertekan ketika dicela. Dari sudut pandang duniawi, satu kata pujian dapat berdampak luas. Dengan sedikit pujian, bantuan dapat diperoleh dengan mudah. Satu kata pujian cukup untuk menarik pendengar sebelum seseorang berbicara. Jika pada awalnya seorang pembicara memuji pendengar, ia akan didengarkan. Jika ia mengkritik pendengar pada awalnya, tanggapan yang diperolehnya tidak akan memuaskan.

Orang yang bermoral tidak menggunakan sanjungan untuk mendapatkan bantuan, dan juga tidak mengharapkan untuk disanjung-sanjung oleh orang lain. Orang yang pantas dipuji akan mereka puji tanpa rasa iri. Orang yang pantas dicela akan mereka cela tidak dengan merendahkan, tetapi dilandasi kasih sayang dengan tujuan untuk memperbaiki mereka.

Bagaimana dengan celaan?
Sang Buddha bersabda, "Mereka yang banyak bicara dicela. Mereka yang sedikit bicara dicela. Mereka yang diam juga dicela. Di dunia tidak ada yang tidak dicela." Sebagian besar orang di dunia menyatakan bahwa Sang Buddha tidak disiplin, namun bagaikan seekor gajah di medan perang menahan semua panah yang ditembakkan kepadanya, Sang Buddha menahan segala hinaan.

Orang yang bermoral rendah dan jahat cenderung mencari keburukan orang lain, tetapi tidak akan mencari kebaikannya. Tidak ada orang yang sempurna baiknya. Sebaliknya tidak ada orang yang benar-benar jahat. Ada keburukan dari orang yang terbaik di antara kita. Ada kebaikan dari orang yang terjahat di antara kita.

Sang Buddha bersabda, "Ia yang berdiam diri bagaikan gong yang telah pecah ketika diserang, dihina, dan dikutuk, Saya sebut berada dalam Nibbana, walaupun ia belum mencapai Nibbana." Pada suatu kesempatan, Sang Buddha diundang oleh seorang brahmana untuk dijamu di rumahnya. Atas undangan itu, Sang Buddha berkunjung ke rumahnya. Namun bukan menjamu-Nya, brahmana tersebut mencaci maki-Nya dengan kata-kata kotor.

Sang Buddha dengan sopan bertanya, "Apakah tamu-tamu datang ke rumah anda, brahmana yang baik?"

"Ya," jawab brahmana.

"Apa yang kamu lakukan ketika tamu datang?"

"Oh, kami akan menyiapkan jamuan yang mewah."

"Jika mereka tidak datang?"

"Wah, dengan senang hati kita menghabiskan jamuan tersebut."

"Baiklah , brahmana yang baik. Anda mengundang saya untuk dijamu dan anda telah menjamu saya dengan caci maki. Saya tidak menerima apa-apa, silahkan anda mengambilnya lagi." Sang Buddha tidak membalas.

Tidak membalas merupakan nasehat Sang Buddha. "Kebencian tidak dapat diatasi dengan kebencian tetapi hanya dengan kasih sayang saja kebencian itu reda," adalah ucapan mulia dari Sang Buddha.

Hinaan adalah hal yang biasa dalam kemanusiaan. Semakin banyak anda bekerja dan semakin hebat anda, anda semakin dihina dan dipermalukan. Yesus Kristus telah dihina, dipermalukan, dan disalibkan. Socrates dihina oleh istrinya sendiri. Istrinya selalu memarahinya. Suatu hari istrinya sakit dan tidak mampu melakukan tugas rutinnya yang galak. Socrates meninggalkan rumahnya hari itu dengan wajah yang sedih. Teman-temannya bertanya, "Anda seharusnya merasa gembira karena tidak memperoleh omelan yang tidak menyenangkan itu." "Oh, tidak! Ketika ia memarahi saya, saya memperoleh kesempatan yang baik untuk melatih kesabaran. Itulah alasan mengapa saya bersedih,"

Kegembiraan dan Kesedihan
Kebahagiaan dan kesedihan adalah faktor terkuat yang mempengaruhi umat manusia. Apa yang dapat ditahan dengan mudah adalah sukkha (kebahagiaan) , Apa yang sulit ditahan adalah dukkha (kesedihan). Dapatkah harta benda memberikan kebahagiaan sejati? Jika demikian, seorang milyuner tidak akan merasa frustasi akan kehidupannya. Di negara-negara maju, begitu banyak orang menderita penyakit mental. Mengapa hal ini terjadi jika harta benda saja dapat memberikan kebahagiaan?

Dapatkah kekuasaan akan seluruh dunia menghasilkan kebahagiaan? Alexander Agung, yang penuh dengan kemenangan berbaris menuju India, menaklukkan daerah-daerah di sepanjang perjalanannya, menarik nafas panjang karena tidak ada lagi daerah di bumi yang bisa dikuasai.

Kebahagiaan sejati ditemukan dalam diri kita, dan tidak dapat dinyatakan berdasarkan kekayaan, kekuasaan, kehormatan, atau penaklukkan wilayah. Apa yang menggembirakan bagi seseorang mungkin bukanlah kegembiraan bagi orang lain. Apa yang menjadi makanan dan minuman bagi seseorang mungkin merupakan racun bagi orang lain.

Menjalani hidup yang bebas dari tuduhan adalah satu dari sumber-sumber kebahagiaan terbaik bagi umat awam. Bagaimanapun, sangatlah sulit untuk memperoleh pandangan yang baik dari semua orang. Orang yang berpikiran mulia hanya peduli akan kehidupan yang tak tercela dan tidak peduli kepada tanggapan orang lain.

Kesedihan atau penderitaan datang dalam berbagai bentuk. Kita menderita ketika kita mengalami usia tua, yang sebenarnya merupakan hal yang wajar. Dengan ketenangan, kita harus menahan penderitaan karena usia tua. Lebih menyakitkan adalah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit. Bahkan sakit gigi yang teringan atau sakit kepala terkadang sulit untuk ditahan.

Ketika kita menderita penyakit, tanpa menjadi khawatir hendaknya kita dapat menahannya, betapapun sakitnya. Kita harus menghibur diri sendiri dengan berpikir bahwa kita telah lolos dari penyakit yang lebih parah. Seringkali kita berpisah dengan orang yang dekat dan kita sayangi. Kita hendaknya menyadari bahwa segala pertemuan harus diakhiri dengan perpisahan. Kadangkala kita dipaksa berada dengan orang yang kita benci. Kita hendaknya menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru atau mencoba mengatasi rintangan tersebut.

Bahkan Sang Buddha, mahluk yang sempurna, yang telah menghancurkan segala kekotoran batin, harus menahan penderitaan fisik yang disebabkan oleh penyakit dan kecelakaan. Sang Buddha menderita sakit kepala terus menerus. Akibat Devadatta, kaki-Nya terluka oleh pecahan batu. Kadang kala Beliau terpaksa menahan rasa lapar. Karena ketidakpatuhan murid-murid- Nya, Beliau terpaksa beristirahat di hutan selama tiga bulan, dialasi daun-daun, menentang angin dingin, Beliau mempertahankan ketenangan yang sempurna. Di antara kesakitan dan kebahagiaan Beliau hidup dengan pikiran yang seimbang.

Ketika seorang ibu ditanya mengapa ia tidak menangisi kematian tragis putra tunggalnya, ia menjawab, "Tanpa diundang ia datang. Tanpa diberitahu ia pergi. Ia datang seperti ia pergi, mengapa kita harus menangis? Apakah gunanya menangis?" Kematian yang tidak terhindarkan menimpa kita semua tanpa kecuali, kita harus menghadapinya dengan ketenangan yang sempurna.

Sang Buddha bersabda:
"Ketika tersentuh oleh kondisi duniawi,
pikiran seorang Arahat tidak pernah terpengaruhi. "



Salam Metta,

Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia

]˜