KISAH PUTRA MAHADHANA
Dhammapada XI: 155-156
Putra Mahadhana tidak belajar ketika ia masih berusia
muda, ketika menjelang dewasa dia menikah dengan putri orang kaya. Seperti dia
keadaannya, istrinya juga tidak berpendidikan. Ketika orang tua kedua pihak
meninggal dunia, mereka mewarisi 80 nilai mata uang dari masing-masing pihak
dan menjadi sangat kaya. Tetapi mereka berdua bodoh, hanya tahu menghabiskan
uang dan tidak tahu bagaimana menyimpannya atau melipat-gandakannya. Mereka
hanya makan, minum dan bersenang-senang, menghabiskan uang mereka dengan
sia-sia. Ketika mereka telah menghabiskan semua uangnya, mereka menjual ladang
mereka dan kebun serta akhirnya rumah mereka. Kemudian mereka menjadi sangat
miskin dan tidak berguna. Karena tidak tahu cara mencari nafkah, mereka harus
mengemis.
Suatu hari, Sang Buddha melihat anak orang kaya ini
bersandar di dinding vihara, mengambil sisa makanan yang diberikan oleh para
samanera. Melihat itu Sang Buddha tersenyum.
Yang Ariya Ananda bertanya kepada Sang Buddha mengapa
Beliau tersenyum.
Sang Buddha menjawab, "Ananda, lihat kepada putra
orang kaya ini, dia hidup dengan tidak berguna dan mempunyai kehidupan yang
tidak bertujuan. Apabila dia belajar menjaga kekayaannya pada tahap pertama
kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya yang teratas, atau apabila dia
belajar menjadi seorang bhikkhu, akan menjadi seorang arahat dan istrinya akan
menjadi seorang anagami. Apabila dia belajar menjaga kekayaannya pada tahap
kedua kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya tingkat kedua; apabila dia
menjadi seorang bhikkhu, akan menjadi seorang anagami dan istrinya menjadi
seorang sakadagami. Apabila dia belajar menjaga kekayaannya pada tahap ketiga kehidupannya,
dia akan menjadi orang kaya tingkat ketiga; atau apabila dia menjadi seorang
bhikkhu, akan menjadi seorang sakadagami dan istrinya akan menjadi seorang
sotapanna. Karena dia tidak berbuat apa-apa dalam tiga tahap kehidupannya dia
kehilangan kesempatan mencapai 'Jalan dan Hasil Kesucian' (Magga-Pahala)".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
155 dan 156 berikut:
Mereka yang tidak menjalankan kehidupan
suci
serta tidak mengumpulkan bekal
(kekayaan) selagi masih muda,
akan merana seperti bangau tua
yang berdiam di kolam yang tidak ada
ikannya.
(155)
Mereka yang tidak menjalankan kehidupan
suci
serta tidak mengumpulkan bekal
(kekayaan) selagi masih muda,
akan terbaring seperti busur panah yang
rusak,
menyesali masa lampaunya.
(156)
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar