Kamis, Juni 27, 2013

Meghiya

MEGHIYA
(YM.Meghiya adalah pendamping Sang ßŭddђά sebelum YM. Ananda) 1

Pada suatu ketika YM. Meghiya pergi ke Jantugama untuk mengumpulkan dana makanan dan setelah makan, dia pergi ke tepi Sungai Kimikala. Di sana, dia melihat hutan mangga yang menyenangkan dan indah.

Pada saat melihat hutan itu, dia berpikir bahwa tempat itu sangat cocok bagi orang yang ingin berjuang dalam meditasi.

Kemudian Y.M. Meghiya menemui Sang ßŭddђά untuk meminta Izin agar Dia diperbolehkan untuk bermeditasi disana.

Namun Sang. ßŭddђά menyuruh Meghiya untuk menunggu sampai ßђίķķĥŭ yang lain datang terlebih dahulu.

Tetapi Y.M. Meghiya ngotot sampai tiga kali mengulangi permohonannya.

Akhirnya Sang ßŭddђά mengijinkannya, dan Y.M. Meghiya pun pergi ke hutan mangga itu. Setelah tiba di sana, dia masuk ke dalam hutan dan duduk di bawah sebuah pohon untuk menghabiskan harinya di sana. Tetapi sementara berdiam di hutan mangga itu, tiga pemikiran yang jahat dan tak-bajik terus-menerus mengganggunya, yaitu: pemikiran sensual, pemikiran niat jahat, dan pemikiran kekerasan 2.

YM. Meghiya merasa aneh dan heran , karena dia merasa telah   meninggalkan rumah untuk masuk ke dalam kehidupan tak-berumah ini bukan karena terpaksa, tapi berdasarkan pada keyakinannya.

Namun masih saja dia diganggu oleh tiga pemikiran yang jahat dan tak-bajik ini, yaitu: pemikiran sensual, pemikiran niat jahat dan pemikiran kekerasan."

Sehubungan dengan ketidak-mengertiannya itu, Y.M. Meghiya kembali kepada Sang ßŭddђά, dan dia pun menceritakan apa yang terjadi.

Kemudian Sang ßŭddђά memberikan wejangan-Nya kepada YM. Meghiya, dikatakan bahwa jika pikiran masih kurang matang untuk pembebasan, ada lima kondisi yang mendukung untuk membuatnya matang. Yaitu ;

1). Memiliki teman yang mulia, sahabat yang mulia, kawan yang mulia."3

2). Seorang bhikkhu harus bermoral, mengendalikan diri dengan peraturan Patimokkha, sempurna di dalam tindakan dan usaha, melihat bahaya di dalam kesalahan terkecil sekalipun. Setelah mengambil peraturan-peraturan latihan, dia harus berlatih diri di dalamnya.

3). Pembicaraan dimana bhikkhu itu terlibat harus cocok dengan kehidupan yang sederhana dan membantu kejernihan mental; ini berarti pembicaraan tentang sedikitnya keinginan, tentang kepuasan, tentang kesendirian, tentang ketenangan, tentang pengerahan semangat, tentang moralitas, konsentrasi, kebijaksanaan, pembebasan, dan tentang pengetahuan serta pandangan pembebasan.

Jika seorang bhikkhu memperoleh kesempatan untuk terlibat di dalam pembicaraan tentang hal-hal itu dengan mudah dan tanpa kesulitan, inilah hal ketiga yang membuat pikiran yang tidak matang menjadi matang untuk pembebasan."

4). Seorang bhikkhu hidup dengan semangat yang ditujukan untuk melepaskan semua yang tak-bajik dan mengumpulkan semua yang bajik, maka dia kokoh dan kuat di dalam usahanya, tidak melalaikan tugas-tugasnya sehubungan dengan kualitas-kualitas yang bajik.

4). Seorang ßђίķķĥŭ memiliki kebijaksanaan; dia dilengkapi dengan kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya fenomena, yang agung dan menembus, yang menuju pada hancurnya penderitaan secara total.

Bila seorang bhikkhu memiliki teman yang mulia, sahabat dan kawan yang mulia, dapat diharapkan bahwa dia akan menjadi bermoral ... bahwa dia akan terlibat di dalam pembicaraan yang cocok dengan kehidupan yang sederhana dan bermanfaat untuk kejernihan mental ... bahwa energinya akan dikerahkan untuk meninggalkan semua yang tak-bajik dan mengumpulkan semua yang bajik ... bahwa dia akan dilengkapi dengan kebijaksanaan yang membawa pada hancurnya penderitaan secara total."

Bila seorang bhikkhu telah mantap dalam lima hal ini, dia harus mengembangkan empat hal lain:

-Dia harus mengembangkan meditasi tentang kekotoran (tubuh) untuk menghilangkan nafsu; dia harus mengembangkan cinta kasih untuk meninggalkan niat jahat; dia harus mengembangkan kewaspadaan terhadap pernafasan untuk memotong pemikiran yang mengganggu; dia harus mengembangkan pengertian tentang ketidakkekalan untuk menghilangkan kesombongan tentang 'Aku'. Di dalam diri orang yang memahami ketidakkekalan, pemahaman tentang tanpa-diri akan tertanam dengan mantap; dan orang yang memahami tanpa diri akan mencapai hapusnya kesombongan tentang 'Aku' dan mencapai Nibbana di dalam kehidupan ini juga."

( Anguttara Nikaya IX.3 )
__________________
Catatan
1 Selama dua puluh tahun pertama masa pengabdian-Nya, Sang Buddha tidak mempunyai pembantu tetap. Beliau memilih bhikkhu yang berlainan untuk tugas ini, dan tidak semuanya terbukti memuaskan. Dua puluh tahun kemudian, pada usia lima puluh lima tahun, Sang Buddha menunjuk Y.M. Ananda sebagai pembantu tetapnya. Ananda melakukan tugas ini dengan rajin selama dua puluh lima tahun sampai Sang Guru parinibbana.

2 Suatu penjelasan yang menarik mengapa pemikiran-pemikiran ini tiba-tiba menyerangnya secara kuat: "Berturut-turut selama 500 kelahiran kembali, Meghiya menjadi raja. Ketika pergi ke taman kerajaan untuk berolahraga dan bersenang-senang dengan para penari wanita dalam tiga kelompok umur, dia biasanya duduk persis di tempat itu, yang disebut 'meja batu yang menjanjikan keberhasilan'. Maka, ketika Meghiya duduk persis di tempat itu, dia merasakan seakan-akan kebhikkhuannya meninggalkannya dan dia menjadi raja yang dikelilingi oleh penari-penari cantik. Dan ketika - sebagai raja - dia sedang menikmati keindahan itu, suatu pemikiran nafsu indera muncul di dalam dirinya. Tepat pada saat itu kebetulan para pengawal ksatrianya menyerahkan kepadanya dua bandit yang telah mereka tangkap, dan Meghiya melihat mereka dengan sangat jelas seakan-akan mereka sedang berdiri di depannya. Kini, ketika (sebagai raja) dia menjatuhkan hukuman mati pada satu bandit, suatu pemikiran niat jahat muncul di dalam dirinya; dan ketika dia memerintahkan agar bandit satunya diborgol dan dipenjara, suatu pemikiran kekerasan muncul di dalam dirinya. Oleh sebab itulah, kini dia - sebagai bhikkhu Meghiya - menjadi terbelenggu di dalam pemikiran tak-bajik itu bagaikan sebatang pohon dibelenggu oleh jaringan tanaman rambat atau bagaikan pencari madu di tengah sekelompok lebah madu."

3 Sang Buddha berulang kali menekankan pentingnya persahabatan mulia di dalam menjalani kehidupan suci. Di tempat lain Beliau menyebut sahabat mulia sebagai pendukung eksternal utama untuk pengembangan Jalan Mulia Berunsur Delapan (dengan Perhatian Benar sebagai pendukung internal utama; SN 45-49, 55) dan pada beberapa kesempatan Beliau bahkan menyatakan bahwa persahabatan mulia merupakan seluruh kehidupan suci (SN 45:2-3).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar