KESUCIAN YANG DIBELI
( Kisah Kala, Putra
Anathapindika )
Kisah
ini menceritakan tentang Kala, anak seorang jutawan yang bernama Anathapindika.
Meskipun ayahnya amat gemar berdana dan percaya akan hasil dari perbuatan baik
yang dilakukannya, Kala tidak pernah menunjukkan keinginannya untuk mengunjungi
Sang Buddha atau menemui Sang Buddha apabila Beliau datang ke rumah ayahnya,
atau mendengarkan Dhamma, ataupun melayani Anggota Sangha. Ayahnya selalu
menasehatinya:
"Anakku,
jangan berlaku begitu".
Tetapi
Kala tidak pernah memperhatikan nasehat ayahnya. Suatu ketika ayahnya berpikir:
"Kalau anakku ini tetap bertingkah laku seperti itu, apa bila meninggal ia
akan masuk ke Neraka Avici. Bagaimana mungkin saya biarkan hal itu terjadi di
depan mata saya?, Tetapi, di dunia ini segala sesuatu dapat dilemahkan oleh
hadiah".
Ia
berkata kepada anaknya: "Anakku, pergilah ke Vihara, dengarkanlah Dhamma
yang di ajarkan oleh Sang Buddha, setelah selesai pulanglah. Kalau kamu mau
pergi ke Vihara, saya akan memberikan seratus keping uang".
"Ayah,
benarkah ayah akan memberikan saya seratus keping uang, kalau saya pergi ke
Vihara?".
"Benar,
anakku", jawab ayahnya.
Sesudah ayahnya
berjanji, Kala lalu
pergi ke Vihara. Tetapi
ia tidak mendengarkan Dhamma, melainkan ia tidur
nyenyak di tempat yang nyaman di Vihara, keesokkan harinya ia baru pulang.
Ayahnya
berkata: "Hari ini anakku sudah ke Vihara, cepat sediakan bubur dan
makanan lainnya". Jutawan itu segera memberikan bubur dan makanan lain
kepada anaknya dan menyuruhnya makan. Tetapi Kala berkata:
"Saya
tidak mau makan, kecuali diberi uang terlebih dahulu".
Ia
tidak mau menyentuh makanannya. Ayahnya tidak memaksanya untuk makan, tetapi ia
memberi uang yang dijanjikannya. Setelah menerima uang, Kala makan makanan yang
tersedia di hadapannya.
Keesokan
harinya si ayah ingin anaknya pergi lagi ke Vihara, ia berkata: "Anakku,
saya akan berikan kamu seribu keping uang kalau kamu mau duduk di hadapan Sang
Buddha dan mendengarkan AjaranNya. Pulanglah setelah selesai".
Kala
segera pergi ke Vihara. Ia duduk di hadapan Sang Buddha. Dan ketika Sang Buddha
mengucapkan satu syair, ia tidak mengerti arti syair itu, tetapi ia tidak mau
pulang. Ia berpikir: "Saya pasti
akan dapat mengerti arti syair".
Karena
penasaran ia tetap duduk dan mendengarkan Ajaran Sang Buddha, ia berusaha untuk
mengerti. Sang Buddha yang mengetahui sebab dari kedatangannya ke Vihara,
sengaja membuatnya tidak dapat mengerti dengan jelas arti syair itu.
"Saya
harus mengerti arti syair itu", pikir Kala. Jadi ia tetap tinggal dan
mendengarkan Ajaran Sang Buddha, akhirnya ia mengerti dan mencapai Tingkat
Kesucian.
Keesokan
harinya, Kala bersama dengan para bhikkhu ikut menyertai Sang Buddha pergi
ke Savatthi. Ketika
Anathapindika melihat anaknya, ia berkata: "Hari ini, kelakuan
anakku amat menyenangkan hatiku".
Dan
pada saat itu pula Kala berpikir: "Saya harap ayah tidak memberikan saya
uang yang dijanjikannya di hadapan Sang Buddha. Saya harap ia tidak bercerita
karena sejumlah uanglah saya mau pergi ke Vihara". (Sang Buddha mengetahui
bahwa karena sejumlah uang, Kala mau pergi ke Vihara).
Jutawan
Anathapindika mempersembahkan bubur dan makanan lainnya kepada Sang Buddha dan
kepada bhikkhu Sangha, ia juga mempersembahkan makanan kepada anaknya. Kala
duduk dengan diam, ia makan bubur dan makanan lainnya. Ketika Sang Buddha
selesai makan, Jutawan itu memberikan sebuah dompet yang berisi seribu keping
uang kepada anaknya, dan berkata:
"Anakku,
tentu kamu masih ingat bahwa saya membujukmu untuk pergi ke Vihara, dengan
janji akan memberimu seribu keping uang, ambillah uang ini".
Ketika
Kala melihat kepada Sang Buddha, ia merasa amat malu dan berkata:
"Saya
tidak mau uang ini".
"Ambillah,
anakku", kata ayahnya.
Tetapi
Kala tetap menolaknya. Jutawan Anathapindika itu mengucapkan terima kasih
kepada Sang Buddha, seraya berkata:
"Yang
Mulia, kelakuan anak saya pada hari ini amat menyenangkan saya".
"Mengapa,
saudara?"
"Yang
Mulia, kemarin dulu saya menyuruhnya pergi ke Vihara sambil berkata, 'Saya akan
memberi kamu seratus keping uang'. Kemarin ia menolak untuk makan sebelum saya
berikan uang itu kepadanya. Tetapi pada hari ini, ketika saya berikan uang, ia
malahan menolaknya".
Sang
Buddha berkata: "Itulah yang telah terjadi, saudara. Hari ini ia telah
mencapai Tingkat Kesucian, telah mencapai Alam Surga dan Alam Brahma".
Kemudian Sang Buddha mengucapkan syair:
"Ada
yang lebih baik dari pada kekuasaan mutlak atas bumi,
dari pada
pergi ke Surga atau dari pada memerintah seluruh dunia,
yakni
hasil kemuliaan dari seorang Suci
yang telah
memenangkan arus (Sotapatti-phala)".
(Dhammapada.178)
Cerita ini juga memberikan kita 1 gambaran, setiap orang mempunyai karakter yg berbeda, maka demi keberhasilan pembabaran Dhamma, semoga para pengemban Dhamma dapat lebih bersabar dlm menghadapi karakter dari umat awam yg sedang belajar
BalasHapus