Jumat, Januari 31, 2014

Untuk Direnungkan

UNTUK DIRENUNGKAN
Oleh : Tanhadi

Manusia tidak ada yang persis sama

Manusia muncul dari berbagai bentuk, warna-kulit, dan sifat yang berbeda-beda, tidak ada yang persis sama. Oleh sebab itulah pemikiran, pembicaraan, kelakuan orang lain tidak mungkin sama dengan kita. Kita`pun tidak mungkin dapat mengendalikan pemikiran, pembicaraan, dan perbuatan orang lain.

Ketika kita sudah mengerti bahwa pemikiran manusia di dunia ini tidak ada satu`pun yang persis sama dengan kita, maka semua celaan, hinaan, kata-kata kasar yang kita alami tidak terlalu penting lagi bagi kita.

Kita hanyalah seperti sebutir debu yang sama sekali tidak berarti di dalam proses kehidupan manusia yang tidak luput dari kebenaran dan kesalahan.

Dalam kehidupan kita yang relatif singkat ini, buat apa mempertahankan siapa yang benar dan siapa yang salah?. Asalkan kita bertindak sesuai dengan sifat manusia dan melakukan sesuatu lebih dahulu mengutamakan perasaan orang lain, maka kehidupan bermasyarakat akan terasa lebih baik dan nyaman.

Seperti seekor gajah di medan perang
dapat menahan serangan panah yang dilepaskan dari busur,
begitu pula Aku (Tathagata) tetap bersabar terhadap cacian;
sesungguhnya, sebagian besar orang mempunyai kelakuan rendah.
(Dhammapada. 320)


Kecantikan hanyalah setipis kulit

Kecantikan hanyalah setipis kulit, bukanlah kecantikan sesungguhnya. Kecantikan batin barulah kecantikan yang sesungguhnya. Orang yang mudah mabuk akan cinta nafsu birahi adalah orang yang mengemari kecabulan, yang mudah tergoda oleh kecantikan/ketampanan. Karena terpesona oleh ilusi kecantikan fisik, ia tidak dapat melihat dengan jelas kecantikan sesungguhnya, manusia terbelenggu dalam lingkaran dunia fana.

“ Inilah kenyataan perubahan dari kecantikan wajah!
Sekarang lihatlah semua kenyataan ini".

“ Khema, lihatlah paduan unsur-unsur ini,
berpenyakit, penuh kekotoran dan akhirnya membusuk.
Tipu daya dan kemelekatan adalah keinginan orang bodoh".

"Khema, semua makhluk di dunia ini, hanyut dalam nafsu indria,
dipenuhi oleh rasa kebencian, diperdaya oleh khayalan,
mereka tidak dapat mencapai pantai bahagia,
tetapi hanya hilir mudik di tepi sebelah sini saja".

(Dhammapada atthakatha. 347)

Tetap Semangat

Setelah mengalami tempaan dalam perjalanan hidup yang penuh duri ini, barulah kualitas diri kita semakin meningkat dan matang. Kita jangan merasa sulit untuk bangkit setelah jatuh. Kebangkitan harus kita ciptakan sendiri, kejatuhan juga harus kita tanggulangi sendiri. Biarpun hidup kita sangat sederharna, namun yang penting adalah tetap memiliki semangat menyongsong ke depan untuk menyambut kehidupan yang lebih baik. Jangan mengelak, mengeluhkan kesulitan yang kita jumpai, karena kehidupan ini tidak seburuk apa yang kita bayangkan.

Arahan yang jelek akan membuat pikiran kita terkubur dalam pikiran yang miskin dan sempit. Pemikiran yang suram menjadikan nasib kita jadi suram juga. Pikiran dan perasaan yang ceria dan penuh harapan akan membawa masa depan yang cerah bagi kita. Hanya dalam sikap suasana hati yang penuh semangat dan penuh harapan, barulah kita dapat menggapai kehidupan bahagia.

“Kembangkanlah pikiran yang penuh cinta kasih;
bersikaplah welas asih dan terlatih di dalam sila.
Bangkitkan semangatmu, bersikaplah teguh,
senantiasa mantap dalam membuat kemajuan.”

(Theragâthâ 979)

Hindari kata-kata Kasar

Ada banyak cara untuk mengoreksi orang lain ketika ia bersalah dengan mengkritik, menyalahkan, mempermalukannya di depan publik, tapi hal itu hanya akan memperburuk keadaan dan bukannya membenahi. Jika kita dapat menunjukkan perhatian bagi masa depan seseorang dengan kata-kata yang baik, suatu hari mungkin ia akan berterimakasih kepada kita. Oleh karena itu kapan saja bila kita hendak mengeluarkan pendapat atau pun pandangan-pandangan kita terhadap orang lain, janganlah mengunakan kata-kata yang kasar, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan orang lain tersinggung.

“ Marilah kita pergunakan kata-kata,
yang tidak menyakiti kita, yang tidak saling menyakiti,
Itulah kata-kata yang sungguh-sungguh bermanfaat.

Marilah kita berucap yang menyenangkan,
yang kata-katanya membuat orang gembira,
itulah kata-kata yang sungguh-sungguh bermanfaat."

(Sutta Nipata 451-452)

-oOo-





Akibat Berpandangan Salah

AKIBAT BERPANDANGAN SALAH
Oleh : Tanhadi

Ada seorang tua yang sangat beruntung. Dia menemukan sebutir mutiara yang besar dan sangat indah, namun kebahagiaannya segera berganti menjadi kekecewaan setelah dia mengetahui ada setitik noda hitam kecil di atas mutiara tersebut.

Tak henti-hentinya dia bergumam ‘seandainya tidak ada titik noda hitam, mutiara ini akan jadi yang tercantik dan tersempurna di dunia !’ ; Semakin dia memikirkan hal itu, hatinya semakin dirudung  kekecewaan .

Akhirnya, dia memutuskan untuk menghilangkan titik noda dengan menguliti lapisan permukaan mutiara.

Tetapi setelah dia menguliti lapisan pertama, noda tersebut masih ada. Dia pun segera menguliti lapisan kedua dengan keyakinan titik noda itu akan hilang. Tetapi kenyataannya noda tersebut tetap ada. Lalu dengan tidak sabar, dia mengkuliti selapis demi selapis, sampai lapisan terakhir. Benar juga, noda tersebut telah hilang tetapi mutiara itu menjadi sekecil butiran beras dan keindahan mutiara itu pun lenyap !

***
Para sahabat dalam Dhamma,

Keindahan dan besarnya mutiara diabaikan, setitik noda kecil terus-menerus  dipermasalahkan sehingga semuanya berakhir dengan kehancuran dan kesia-siaan  !

Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita sering melihat bahkan kita alami sendiri bahwasanya kita mempermasalahkan hal-hal kecil yang kurang penting sehingga merusak hal-hal besar yang jauh lebih penting untuk kita kerjakan.

Tidak jarang pula kita lihat, sebuah persahabatan yang indah berubah menjadi permusuhan hebat hanya karena sepatah kata ketus yang tidak disengaja.

Keluarga yang harmonis jadi hancur hanya karena gurauan iseng seorang teman atau mendengar desas-desus dan celoteh iseng dari tetangga.

Karier dalam bekerja yang tadinya baik, memiliki jabatan yang tinggi dengan gaji yang besar, jadi berantakan dan hancur hanya dikarenakan oleh pemuasan diri dan bersenang-senang dalam mengurusi kesenangan pribadi /hobby di luar pekerjaan.

Marilah, kita berpandangan benar dengan melihat segala sesuatu dari semua sisi sudut pandang sebagaimana yang sebenarnya, dan kita hindari hanya melihat dari satu sisi sudut pandang saja sebelum semua tindakan yang hendak kita lakukan menjadi sebuah pekerjaan yang sia-sia dan menimbulkan penyesalan dikemudian hari.! [Th]
   

-oOo-




Rabu, Januari 29, 2014

Semangat Dalam Perubahan

SEMANGAT DALAM PERUBAHAN
Oleh : Tanhadi

Waktu berlalu tanpa peduli apakah kita telah siap atau belum siap dalam mengarungi kehidupan ini, dan tanpa terasa kita telah berada di penghujung bulan Januari tahun 2014 yang akan segera berakhir dan berlalu…

Banyak hal yang telah kita alami ditahun-tahun sebelumnya, pengalaman-pengalaman yang menyenangkan membuat kita merasa bahagia, sebaliknya pengalaman yang tidak menyenangkan membuat kita bersedih hati dan kecewa.

Demikianlah perasaan suka dan duka silih berganti disepanjang kehidupan kita, dunia dan kehidupan ini senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Perubahan itu pasti terjadi, oleh karena itu, kita harus berani untuk berubah!

Kita harus berani dan rela untuk meninggalkan semua kebiasaan lama yang menghambat kemajuan kita untuk menggapai tujuan yang lebih baik di masa sekarang, saat ini juga, karena harapan di masa depan yang lebih baik sebagian besar bergantung dari apa yang kita kerjakan pada saat ini .

Perubahan itu bisa menjadi lebih baik atau menjadi buruk, semuanya tergantung pada sejauh mana kita dapat mematahkan keragu-raguan dan ketakutan-ketakutan yang ada dalam diri kita sendiri, serta sejauh mana kita mampu membangkitkan tekad, semangat dan usaha yang terus-menerus untuk menggapai tujuan itu.

Mari kita masing-masing introspeksi, mengevaluasi dan memperbaiki diri kita sendiri.

"Tidak ada kata terlambat untuk melakukan perubahan dan perbaikan, 
yang ada hanyalah alasan untuk tidak melakukannya!"

Bertepatan dengan Tahun Baru Imlek yang jatuh pada tgl. 31 Januari 2014, bagi yang turut merayakannya, saya ucapkan :



Semoga tahun 2014 ini membawa berkah keselamatan, kesejahteraan dan kesuksesan bagi kita semua!

Semoga kita semuanya berbahagia.
               
(`'•.¸(` '•. ¸*¸.•'´)¸.•'´)..
**̤̣̈̇ TETAP SEMANGAT ̤̣̈̇ **
.  ..(¸. •'´(¸.•'´ * `'•.¸)`'•.¸)..

Waru, 29 Januari 2014


(Tanhadi)



Rabu, Januari 22, 2014

Kisah Pertapa yang Hendak Menguak Rahasia Alam Semesta

KISAH PERTAPA
YANG HENDAK MENGUAK RAHASIA ALAM SEMESTA
Oleh : Upa. Amaro Tanhadi

Ada satu kisah….

Pada suatu jaman, hiduplah seorang Pertapa yang bertekad menghabiskan hidupnya untuk mengungkapkan rahasia alam semesta, rahasia kitab suci, dan rahasia dibalik rahasia mengenai segala proses penciptaan dan lain sebagainya.

Bertahun-tahun seluruh waktunya dihabiskan hanya untuk "mencari" jawaban atas hal-hal tersebut. Hingga suatu hari ketika ia berjalan-jalan menyusuri tepi pantai, ia melihat  seorang anak sedang menggali lubang...

Dia memandang aktivitas anak tersebut yang terus saja menggali lubang di tepi pantai, sehingga ia tidak dapat menahan rasa penasarannya, kemudian ia pun menghampiri anak tersebut dan bertanya :

"Apa yang sedang kamu lakukan wahai anak kecil?"

Anak Kecil : " Saya sedang menggali lubang seperti yang kamu lihat"

Pertapa : " Untuk apa?"

Anak Kecil : " Saya ingin memindahkan seluruh air laut itu kedalam lubang yang saya gali ini"

Pertapa : (tertawa terbahak) bodoh sekali kamu anak kecil, sampai kapan pun keinginanmu itu tidak mungkin terwujud,…apa yang kamu kerjakan ini akan sia-sia belaka bahkan sampai kamu mati pun tidak akan terjadi.

Anak kecil : " Kamu jauh lebih bodoh daripada saya …, bagaimana mungkin kamu berharap untuk memindahkan seluruh rahasia alam semesta yang maha besar itu kedalam otakmu yang kecil itu?"

Pertapa : #@*??!!**^#@** (terperangah dan menyadari kebodohannya sendiri)


_____________________


Dengan segala keterbatasan kita sebagai manusia, seharusnya tidak menyia-nyiakan waktu hidup kita hanya untuk melakukan suatu usaha yang tidak bermanfaat bagi diri sendiri maupun untuk orang lain.

Bahkan kebanyakan orang (termasuk diri kita) cenderung kurang mengenali dirinya sendiri, sehingga kita lebih sering melakukan pengamatan, penilaian dan mengkritik apa yang dilakukan oleh orang lain hanya demi memuaskan ego dan sok merasa lebih pintar dari orang lain, namun kita sendiri lalai untuk memperhatikan dan mengoreksi diri sendiri terhadap apa-apa yang sedang dan yang telah kita lakukan.

Adalah jauh lebih bermanfaat bila kita introspeksi diri dengan mengamati serta memperbaiki segala perbuatan buruk yang telah dan hendak kita lakukan melalui pikiran, ucapan dan jasmani dengan cara mengembangkan kesadaran dan kewaspadaan serta pengendalian terhadap aktifitas pikiran dan sikap batin kita, agar sedikit-demi sedikit batin kita menjadi jernih dan terbebas dari kotoran batin yang sangat merugikan diri kita sendiri dan orang lain.

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah dikerjakan
atau yang belum dikerjakan oleh orang lain.
Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan
dan apa yang belum dikerjakan oleh diri sendiri.

(Dhammapada.50)


Orang dungu tidak menyadari hal-hal yang berharga,
Ia terhanyut mengikuti nafsunya dalam kelengahan.
Orang bijaksana memelihara kewaspadaannya,
Seperti menjaga harta yang sangat berharga.

Ia yang tidak terhanyut dalam kelengahan,
Dan tidak melekat pada kenikmatan indera,
Orang yang sadar dan selalu waspada ini,
Akan memperoleh kebahagiaan yang tidak terbatas.

(Dhammapada 26-27)


-oOo-




Jumat, Januari 17, 2014

Dhammapada XXIV: 351-352- Kisah Mara

KISAH MARA
 Dhammapada XXIV: 351-352


Pada suatu waktu, sejumlah besar bhikkhu tiba di Vihara Jetavana. Untuk memberi tempat menginap bagi para bhikkhu tamu, Samanera Rahula harus pergi dan tidur dekat pintu, tepat di luar kamar Sang Buddha. Mara ingin mengganggu Sang Buddha melalui putra-Nya, ia mengubah badan menjadi gajah, dan membelit kepala samanera itu dengan belalainya serta membuat suara keras dengan harapan untuk menakut-nakutinya. Tetapi Rahula tidak bergerak.

Sang Buddha dari kamar-Nya mengetahui apa yang sedang terjadi dan berkata, "O, Mara licik! Bahkan seratus sepertimu tidak akan mampu menakut-nakuti anak-Ku. Anak-Ku tidak takut, ia bebas dari nafsu, ia waspada, dan ia bijaksana".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 351 dan 352 berikut ini:

Orang yang telah mencapai tujuan akhir,  
tidak lagi mempunyai rasa takut,
noda batin serta nafsu keinginan,
sesungguhnyalah ia telah mematahkan ruji-ruji kehidupan.
Bagi orang suci (arahat) seperti itu,
tubuhnya merupakan tubuh yang terakhir.
(351)

Orang yang telah bebas dari nafsu keinginan dan kemelekatan,
pandai dalam menganalisa serta memahami 'Ajaran'
beserta pasangan-pasangannya,
maka ia patut disebut seorang 'Pemilik Tubuh Terakhir' (arahat),
orang yang memiliki 'Kebijaksanaan Agung',
seorang manusia agung.
(352)

Mendengar kata-kata di atas, Mara menyadari bahwa Sang Buddha mengetahui tipu muslihatnya dan segera menghilang.


]˜

Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997.







Dhammapada XXIV: 349-350- Kisah Culadhanuggaha, Pemanah Yang Terampil

KISAH CULADHANUGGAHA, PEMANAH YANG TERAMPIL
 Dhammapada XXIV: 349-350


Suatu ketika seorang bhikkhu muda menerima dana makanan pada salah satu tempat berteduh yang khusus dibuat untuk para bhikkhu di dalam kota. Setelah makan ia merasa ingin minum. Ia pergi ke suatu rumah dan meminta air minum, seorang gadis keluar untuk memberinya air minum. Begitu melihat bhikkhu muda tersebut, gadis itu jatuh cinta kepadanya. Ia mengundang bhikkhu muda itu untuk datang ke rumahnya bila merasa haus dengan harapan agar dapat membujuk bhikkhu muda tersebut.

Setelah beberapa waktu, ia mengundang bhikkhu muda tersebut ke rumahnya untuk menerima dana makanan. Pada hari itu, ia berkata kepada bhikkhu muda itu bahwa ia mempunyai segala sesuatu yang ia inginkan dalam rumah, tetapi tidak ada lelaki yang merawatnya, dan sebagainya. Mendengar kata-kata ini, bhikkhu muda menangkap isyarat tersebut dan ia segera merasa makin terikat pada gadis yang menarik itu. Ia menjadi sangat tidak puas dengan kehidupannya sebagai seorang bhikkhu dan menjadi kurus. Para bhikkhu lain melaporkan hal itu kepada Sang Buddha.

Sang Buddha mengundang bhikkhu muda tersebut, dan berkata padanya, "Anak-Ku, dengarkan Aku. Gadis muda ini akan menyebabkan keruntuhanmu seperti yang telah dia lakukan padamu dalam kehidupanmu yang lampau.

Dalam salah satu kehidupanmu yang lampau kamu adalah seorang pemanah yang sangat trampil dan ia adalah istrimu. Pada suatu kesempatan, ketika kamu berdua sedang dalam perjalanan, kamu bertemu dengan sekelompok orang jalanan. Istrimu jatuh cinta dengan pemimpin kelompok itu. Ketika kamu dan pemimpin kelompok itu sedang terlibat dalam satu perkelahian, kamu berteriak pada istrimu agar memberikan pedangmu. Tetapi istrimu memberikan pedang itu pada pemimpin kelompok yang segera membunuhmu. Jadi, ia adalah penyebab kematianmu. Sekarang juga, ia akan menjadi penyebab kehancuranmu jika kamu mengikutinya dan meninggalkan pasamuan bhikkhu demi kepentingannya".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 349 dan 350 berikut:

Orang yang pikirannya kacau, penuh dengan nafsu,
dan hanya melihat pada hal-hal yang menyenangkan saja,
maka nafsu keinginannya akan terus bertambah.
Sesungguhnya orang seperti itu hanya akan memperkuat
ikatan belenggunya sendiri.
(349)

Orang yang bergembira dalam menenangkan pikiran,
tekun merenungkan hal-hal yang menjijikkan
(sebagai obyek perenungan dalam semadi)
dan selalu sadar,
maka ia akan mengakhiri nafsu-nafsu keinginannya
dan menghancurkan belenggu Mara.
(350)

Bhikkhu muda mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.


]˜

Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997.






Dhammapada XXIV: 348- Kisah Uggasena

KISAH UGGASENA
 Dhammapada XXIV: 348


Suatu saat rombongan pemain drama keliling yang terdiri atas lima ratus penari dan beberapa pemain akrobat datang ke Rajagaha. Mereka mengadakan pertunjukan di dalam lingkungan istana Raja Bimbisara selama tujuh hari. Di sana seorang penari muda yang merupakan putri seorang pemain akrobat bernyanyi dan menari di atas sebuah galah bambu yang panjang.

Uggasena, putra yang masih muda dari seorang hartawan, jatuh cinta dengan penari itu. Orang tuanya tidak dapat mencegah keinginan putranya untuk menikah dengan gadis tersebut. Ia menikahi penari muda itu dan mengikuti rombongan tersebut. Karena Uggasena bukan seorang penari juga bukan pemain akrobat maka ia benar-benar tidak berguna bagi rombongan tersebut. Sehingga saat rombongan itu pindah dari satu tempat ke tempat lain, ia hanya membantu mengangkut kotak-kotak, mengemudikan kereta, dan lain-lainnya.

Pada suatu saat seorang anak laki-laki lahir dari pasangan Uggasena dan istrinya, sang penari. Kepada anak laki-lakinya, penari tersebut sering menyanyikan sebuah lagu seperti ini: "O kamu, putera seorang lelaki yang menjaga kereta-kereta; lelaki yang mengangkut kotak-kotak dan buntelan-buntelan! O kamu, putera seorang yang bodoh, yang tidak dapat melakukan apapun!"

Uggasena mendengar lagu itu. Ia mengetahui bahwa istrinya menujukan hal itu kepadanya dan hal ini membuat ia sangat terluka dan tertekan. Maka ia pergi menemui ayah mertuanya, seorang pemain akrobat, dan meminta agar diajari bermain akrobat. Setelah setahun berlatih, Uggasena menjadi pemain akrobat yang trampil.

Suatu ketika, Uggasena kembali ke Rajagaha, dan diumumkan bahwa Uggasena akan memperlihatkan ketrampilannya di muka umum selama tujuh hari. Pada hari ke tujuh, sebatang galah yang panjang digunakan dan Uggasena berdiri di atasnya. Dengan tanda-tanda yang diberikan dari bawah, ia berjungkir balik tujuh kali di atas galah itu. Saat itu Sang Buddha melihat Uggasena dalam batin Beliau dan mengetahui bahwa telah tiba saatnya bagi Uggasena untuk mencapai tingkat kesucian arahat.

Kemudian Sang Buddha memasuki Kota Rajagaha, berusaha agar orang-orang (penonton) mengalihkan perhatiannya kepada Beliau, dan bukan bertepuk tangan untuk Uggasena atas prestasi akrobatiknya. Ketika Uggasena melihat bahwa ia sedang diabaikan dan tidak diacuhkan, ia hanya duduk di atas galah, merasa sangat tidak puas dan tertekan.

Sang Buddha menyapa Uggasena, "Uggasena, orang bijaksana seharusnya melepaskan semua kemelekatan pada kelompok-kelompok kehidupan (khandha), dan berjuang untuk mencapai kebebasan dari lingkaran tumimbal lahir".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 348 berikut:

Tinggalkan apa yang telah lalu, yang akan datang,
maupun yang sekarang
(kemelekatan terhadap lima kelompok kehidupan)
dan capailah 'Pantai Seberang'
(nibbana).
Dengan pikiran yang telah bebas dari segala sesuatu,
maka engkau tak akan mengalami kelahiran dan kelapukan lagi.

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Uggasena yang masih berada di atas galah, mencapai tingkat kesucian arahat. Ia turun dan segera diterima dalam pasamuan bhikkhu oleh Sang Buddha.


]˜

Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997.




Dhammapada XXIV: 347- Kisah Khema Theri

KISAH KHEMA THERI
 Dhammapada XXIV: 347


Ratu Khema merupakan isteri utama dari Raja Bimbisara. Ia sangat cantik dan juga sangat sombong. Raja menginginkannya untuk pergi ke Vihara Veluvana dan memberi hormat kepada Sang Buddha. Namun ia pernah mendengar bahwa Sang Buddha selalu berbicara meremehkan kecantikan, dan karenanya ia mencoba untuk menghindar berjumpa dengan Sang Buddha.

Raja mengerti sikapnya terhadap Sang Buddha, ia juga tahu betapa sombongnya ratu pada kecantikannya. Kemudian Raja memerintahkan grup musiknya untuk menyanyikan lagu pujian tentang Vihara Veluvana, tentang tempatnya yang menyenangkan dan suasananya yang damai, dan sebagainya. Mendengar hal itu, Ratu Khema menjadi tertarik dan memutuskan untuk pergi ke Vihara Veluvana.

Ketika Ratu Khema tiba di vihara, Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma kepada para pendengar. Dengan kemampuan batin luar biasa Beliau, Sang Buddha membuat penampakan seorang gadis muda yang sangat cantik muncul, duduk tidak jauh dari Beliau, dan sedang mengipasi Sang Buddha.

Ketika Ratu Khema datang di ruang pertemuan, hanya ia sendiri yang melihat gadis cantik tersebut. Membandingkan kecantikan yang luar biasa dari gadis tersebut dengan kecantikannya, Khema menyadari bahwa kecantikannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan gadis tersebut. Ketika Ratu memperhatikan dengan seksama gadis tersebut, tiba-tiba kecantikan gadis itu mulai memudar sedikit demi sedikit. Akhirnya ratu melihat seorang wanita tua jompo, yang kemudian berubah menjadi mayat, tubuhnya yang berbau busuk diserang belatung. Segera pada saat itu, Ratu Khema menyadari ketidak-kekalan dan ketidak-berhargaan kecantikannya.

Sang Buddha mengetahui keadaan pikiran Ratu Khema, kemudian Beliau berkata, "O Khema! Lihatlah baik-baik pada tubuh lapuk ini yang terbalut di sekitar kerangka tulang, dan merupakan sasaran penyakit dan kelapukan. Lihatlah baik-baik tubuh ini yang dihargai sedemikian tinggi oleh orang bodoh. Lihatlah pada ketidak-berhargaan kecantikan gadis muda ini".

Setelah mendengar hal itu, Ratu Khema mencapai tingkat kesucian sotapatti.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 347 berikut:

Mereka yang bergembira dengan nafsu indria,
akan jatuh ke dalam arus (kehidupan),
seperti laba-laba yang jatuh ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri.
Tapi para bijaksana dapat memutuskan belenggu itu,
mereka meninggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan,
serta melepaskan kesenangan-kesenangan indria.

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Ratu Khema mencapai tingkat kesucian arahat dan diterima dalam pasamuan bhikkhuni serta menjadi 'Murid Utama Wanita' Sang Buddha.


]˜

Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997.