Kamis, Desember 18, 2014

Sabda Sang Buddha (98) : Dana

.


Sabda Sang Buddha (97) : Akar Penderitaan

.

Sabda Sang Buddha (96) : Jenis Perdagangan yang Wajib Dihindari

.


Sabda Sang Buddha (96) : Berdana


.

Sabda Sang Buddha (95) : Pintu Keabadian

.



Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta (3)

.


Dhamma dan Vinaya adalah Guru Kita

DHAMMA DAN VINAYA ADALAH GURU KITA

Bila kita perhatikan lebih jauh di forum-forum diskusi ajaran Buddha yang bertebaran di internet, ternyata masih sangat banyak orang yang mengaku sebagai umat Buddhis tapi sangat minim pengetahuannya tentang ajaran Buddha (Dhamma dan Vinaya). Ini adalah fakta yang menyedihkan.

Bahkan ada yang berpendapat bahwa ‘membaca/mempelajari Sutta-sutta itu tidak penting, itu hanya teori, hanya sebuah konsep, yang penting adalah praktiknya…, lagipula belum tentu ajaran yang di sutta itu adalah benar-benar ucapan dari Buddha sendiri.’, dsb….

Orang-orang yang berpikiran sempit seperti itulah yang pada perjalanan diskusinya cenderung menggunakan penafsiran-penafsiran pribadi dan melenceng dari ajaran Buddha (adhamma), berbelit-belit dan penuh dengan pandangan salah.

Bagaimanapun juga, sebagai umat Buddhis, kita seharusnya mengenali Sutta-Sutta dan mempelajarinya dengan sebaik-baiknya. Untuk hal tersebut mari kita ingat kembali nasihat-nasihat Sang Buddha tersebut dibawah ini :

Di dalam Maha Parinibbana Sutta (Digha Nikaya Sutta 16), Sang Buddha menasehati para bhikkhu: “Dhamma-Vinaya apapun yang telah Aku tunjukkan dan rumuskan untuk kalian, itulah yang akan menjadi Guru kalian ketika Aku tiada.”

Ini adalah pernyataan yang sangat penting yang maknanya telah diabaikan oleh banyak umat Buddhis. Karena banyak umat Buddhis tidak pernah mendengar nasihat ini atau mengerti maknanya, maka mereka lebih banyak menyenangi untuk mempelajari buku-buku belakangan ini yang berisi banyak Dhamma dan beberapa adhamma (yakni yang bertentangan dengan Dhamma) ditambahkan di sana-sini.

Dan untuk mengetahui adanya perubahan-perubahan yang tersebar di sana-sini di sepanjang teks hanya bisa diketahui jika seseorang cukup jeli dan benar-benar mengenal kumpulan Sutta tertua. Jika tidak, seseorang akan merasa sangat sulit untuk membedakan buku-buku belakangan dari yang lebih awal.

Demikian pula, di dalam Samyutta Nikaya, sutta 20.7, Sang Buddha telah pula memperingatkan bahwa di masa depan (yakni sekarang ini), orang-orang akan menolak untuk mendengarkan khotbahNya (Sutta). Tentu saja hal itu akan berdampak merusak pada dua hal, yaitu :

  1. Sutta - Sutta akan hilang, dan
  2. Orang-orang akan memperoleh pemahaman yang salah tentang Dhamma.

Jika kita tidak mengenal Sutta, atas dasar apa dan bagaimana kita bisa mempraktikkan Ajaran Buddha dengan ‘Pandangan yang benar?’

Oleh karena itulah, kita sebagai umat Buddhis harus mengenal Sutta, jadi kita bisa menilai apakah buku-buku Dhamma atau instruksi para bhikkhu atau beberapa guru lainnya adalah sesuai dengan ajaran Sang Buddha. Inilah sebabnya mengapa kita sebagai umat Buddhis harus selalu mengingat Dhamma-Vinaya sebagai Guru kita  yang Utama; khususnya bagi kita adalah kumpulan Sutta tertua di dalam Nikaya.(Th)

Semoga bermanfaat.

10 Desember 2014
Mettacittena,

Tanhadi



Kemelekatan

KEMELEKATAN

Sehubungan dengan Ajaran Buddha tentang "Ketidak-melekatan", ternyata masih ada dikalangan umat Buddhis sendiri yang menyatakan bahwa kita seharusnya tidak melekat pada APAPUN juga!

Ada juga umat Buddha KTP yang berpandangan salah mengatakan bahwa mereka yang menjalankan kehidupan bermoral- sebagai 'kemelekatan' terhadap Sila-sila.

Di kalangan Buddhis tradisional malah menciptakan ketakutan terhadap meditasi mendalam, dengan menyatakan bahwa Anda hanya akan 'melekat' terhadap Jhana.

Tentu saja hal-hal itu sudah terlalu jauh menyimpang dan berpandangan salah terhadap Ajaran Buddha.

Memang ada banyak hal yang membuat kita 'melekati atau menggenggam sesuatu sehubungan dengan adanya nafsu keinginan yang ada pada diri kita. Namun Sang Buddha hanya memerincikan 'Empat kelompok Kemelekatan' yang harus kita hindari, karena empat kelompok kemelekatan inilah yang menyebabkan Kelahiran kembali., yaitu : 'Kemelekatan' pada :

1). Panca indra.
2). Pandangan salah,
3). Gagasan bahwa Pembebasan dapat dicapai hanya melalui ritual dan inisiasi.
4). Pandangan mengenai adanya 'diri'.

Keempat kelompok itulah yang menjadi 'Bahan bakar' bagi keberadaan kita dikehidupan mendatang serta penderitaan lebih lanjut.

Oleh karena itu, melatih belas kasih, mengambil latihan lima sila ataupun sila kebhikkhuan yang lebih banyak, dan melatih praktik meditasi bukanlah hal-hal diluar ajaran Buddha, dan adalah suatu tindakan yang salah bila menghentikan praktik-praktik tersebut dengan menyebutnya sebagai 'Kemelekatan'. (Th)

Selamat beraktifitas,
Semoga bermanfaat.

Waru, 18 Desember 2014

Mettacittena,
Tanhadi





Dhamma adalah untuk Dipraktikkan

DHAMMA ADALAH UNTUK DIPRAKTIKKAN

Ketika kita belum mengenal Dhamma, kita dengan semangat dan rajin mempelajari buku-buku Dhamma dan Sutta-sutta. Tetapi tidak sedikit orang yang terlalu asyik mempelajari buku-buku Dhamma dan Sutta-sutta tersebut, sehingga tanpa disadarinya ia menjadi melekat pada konsep-konsep tanpa mempraktikkannya. Ini adalah kesalahan.

Demikian pula, kebanyakan orang terjebak dan terikat pada sosok guru yang ideal atau tradisi tertentu, dan bukannya pada KEBENARAN, sehingga ia menolak untuk belajar dari yang lainnya. Ini juga suatu kesalahan.

Tujuan kita mempelajari Dhamma adalah untuk DIPRAKTIKKAN, yaitu berlatih secara terus-menerus untuk melakukan apa yang benar melalui tubuh, ucapan dan pikiran. Dengan demikian Dhamma akan bermanfaat bagi diri sendiri maupun untuk makhluk lainnya.(Th)

Semoga bermanfaat.

Waru, 18 Desember 2014

Mettacittena,
Tanhadi





Sabtu, Desember 06, 2014

Bagai Daun-Daun di Musim Gugur

BAGAI DAUN-DAUN DI MUSIM GUGUR

Seperti halnya daun-daun di musim semi yang akan mengering dan berjatuhan di musim gugur. Demikian pula sungguh singkat rentang kehidupan kita dan kehidupan inipun akan segera berlalu.

Tak ada jaminan perlindungan bagi yang tua maupun yang berusia muda, setiap saat kematian akan datang menjemput. Dengan memahami bahaya yang muncul dalam kematian, seyogianya kita senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan baik yang dapat membawa kebahagiaan bagi semua makhluk dan diri kita sendiri.

Jika kita terkendali dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh tubuh, ucapan dan pikiran, niscaya perbuatan-perbuatan berjasa yang kita lakukan selagi masih hidup akan membawa kebahagiaan ketika kita pergi meninggalkan dunia ini.

** (Inspirasi dari Anguttara Nikaya.3.51)

Mettacittena,

Tanhadi


-oOo-


Hindarilah Menyakiti dan Membunuh Makhluk Hidup

HINDARILAH MENYAKITI DAN MEMBUNUH MAKHLUK HIDUP
Oleh : Upa. Amaro Tanhadi

Siapapun yang senang menyakiti dan membunuh makhluk hidup, cenderung merasa bahwa apa yang dilakukannya itu tidak salah. Padahal membunuh makhluk hidup jenis apapun juga tetap tergolong perbuatan jahat.

Apakah dengan membunuh boleh dikatakan menjadi sumber kegembiraan?

Tentu saja TIDAK!, adalah suatu kebodohan jika kita melakukan kejahatan semacam itu, terlebih lagi hanya untuk sebuah kepuasan diri dan bergembira diatas penderitaan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, sebagai umat Buddhis yang benar-benar bertekad untuk hidup di dalam Dhamma, hindarilah hobby memancing, berburu dan memesan daging atau makanan yang secara langsung kita peroleh dari ‘memerintah’ si koki untuk membunuh hewan tersebut.

Sang Buddha tidak pernah menganjurkan atau membenarkan siapapun untuk menganiaya makhluk hidup, apalagi membunuhnya dengan alasan apapun. Karena mereka juga memiliki harapan dan hak yang sama dengan kita untuk hidup bebas dari penderitaan.

Metta (cinta kasih) yang di ajarkan oleh Sang Buddha bukanlah hanya terbatas pada sesama manusia saja, namun juga bagi hewan yang besar maupun yang kecil, dan semua makhluk hidup yang tampak maupun yang tak tampak.

Semoga kita semuanya senantiasa sadar dalam menjalankan SILA Buddhis dan tetap berlatih untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup dengan cara kita masing-masing.

Semoga kita semuanya dalam keadaan sehat, jauh dari segala rintangan dan kesulitan hidup. Semoga kita semuanya bebas dari penderitaan batin dan jasmani. Semoga semua makhluk hidup bahagia.


Waru, 6 Desember 2014
Mettacittena,
Tanhadi

-oOo-