Minggu, Maret 31, 2019

Berlatih Ilmu Bela Diri dan Dhamma, Bertentangankah?

BERLATIH ILMU BELADIRI DAN DHAMMA, BERTENTANGANKAH?


Ada beberapa teman Buddhist yang bertanya tentang hobby saya berlatih dan melatih bela diri, di sisi lain saya belajar dan melatih diri dalam Dhamma, Apakah ke dua pelatihan diri tersebut tidak saling bertentangan? Menurut pendapat saya, ke dua hal tersebut tidaklah bertentangan, sepanjang ilmu beladiri tersebut tidak di salahgunakan untuk hal-hal negatif secara fisik maupun secara mental, al : Untuk mengintimidasi makhluk lain, memupuk kesombongan, merasa lebih jagoan daripada orang lainnya dan mengumbar nafsu kemarahan dengan berkelahi dan melukai orang lain. Dan untuk lebih jelasnya, mari kita sama-sama menyimak penjelasan dari Bhikkhu Uttamo Mahathera sehubungan dengan pertanyaan yang serupa dari umat Buddha yang lainnya, sbb : 

Mempelajari ilmu beladiri, seperti yang terkandung pada namanya, sebenarnya bertujuan untuk membela diri apabila terjadi bahaya yang mengancam. Oleh karena itu, selama latihan beladiri tidak disalahgunakan untuk menyakiti mahluk lain, kiranya latihan tersebut tidak bertentangan dengan Dhamma. Lebih-lebih lagi, selain untuk menjaga diri, ilmu beladiri juga dapat dianggap sebagai olahraga yang akan membantu meningkatkan kesehatan seseorang. 

Dengan tidak menyalahgunakan ilmu beladiri, maka latihan ini tidak berpengaruh terhadap perkembangan metta atau cinta kasih seseorang. Bahkan, ada kemungkinan justru dengan kemampuan beladiri ini seseorang akan semakin meningkat pikiran cinta kasihnya, karena akan timbul kesadaran pada dirinya terhadap bahaya atas semua tindakan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kemoralan. Selain itu, seseorang dengan ilmu beladiri yang baik mungkin saja malah memiliki cinta kasih untuk menjadi penolong bagi mereka yang menderita akibat tekanan dari pihak yang lebih kuat.

*Oleh karena itu, secara Agama Buddha aliran India atau Theravada, ilmu beladiri adalah netral. Baik dan buruk sangat tergantung pada mereka yang mempelajarinya. Seseorang boleh saja berlatih beladiri selama ia tidak menyalahgunakan kemampuannya sehingga menimbulkan penderitaan bagi mahluk lain. Ia harus tetap berpedoman pada pelaksanaan lima latihan kemoralan atau Pancasila Buddhis dalam kehidupan sehari-harinya*.

Biara Shaolin di Tiongkok sampai saat ini sangat terkenal dengan para ahli beladirinya. Namun, di samping itu, cukup banyak kisah indah yang menguraikan sedemikian besar peranan mereka dalam menolong mahluk yang menderita. Kisah-kisah ini membuktikan bahwa kemampuan beladiri yang tidak disalahgunakan dapat saja beriringan dengan latihan cinta kasih.

Salam metta, 
Bhikkhu Uttamo Mahathera

Sumber : http://www.samaggi-phala.or.id



Makna Dukkha Dalam Ajaran Buddha

MAKNA DUKKHA DALAM AJARAN BUDDHA
Upa. Amaro Tanhadi


Penggunaan kata "Dukkha" (bhs.Pali) memiliki pengertian filosofis yang mendalam dan meliputi seluruh fenomena yang berbentuk maupun tidak berbentuk, sehingga sulit sekali untuk ditemukan padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

Penggunaan kata "Dukkha" sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai "Penderitaan", hal ini sebenarnya kurang tepat dan hanya mewakili sebagian kecil dari keseluruhan makna "dukkha" yang terdapat dalam ajaran Buddha tentang Empat Kebenaran Mulia.

"Dukkha" mengandung makna yang sangat luas antara lain :

Ketidakpuasan, beban, tidak sempurna, tidak memuaskan, tidak kekal, tanpa inti, gangguan, kejengkelan, patah semangat, kekhawatiran, keputusasaan; ketakutan, kengerian, kesedihan, kecemasan; kerentanan, cidera, ketidakmampuan, rasa rendah diri; penyakit, penuaan, pelapukan tubuh dan indra-indra, kepikunan; rasa sakit/
kenikmatan; kegairahan/kebosanan; kekurangan/berlebih; hasrat/rasa frustasi, penindasan; rasa mendambakan/tanpa tujuan; harapan/tanpa harapan; usaha, kegiatan, perjuangan keras pengekangan; kehilangan, keinginan, ketidakcukupan/kekenyangan; cinta/keadaan tanpa cinta, keadaan tanpa kawan; ketidaksukaan, kebencian/ketertarikan; memiliki anak/tidak memiliki anak; ketundukan pemberontakan; kepastian/keraguan, kebimbangan, ketidakpastian. Dan sebagainya.

                              -oOo-

Ajaran Sang Buddha

AJARAN SANG BUDDHA 
(BUDDHA DHAMMA)
Upa. Amaro Tanhadi


Adalah suatu kesalahan untuk menyebut ajaran Sang Buddha sebagai suatu usaha untuk menjelaskan dunia secara lengkap ataupun sistem metafisika yang dibangun di atas logika. Karena sejak dari awal, pertengahan , hingga pada akhirnya, Sang Buddha hanya mengajarkan "Tentang penderitaan dan lenyapnya penderitaan".

Seperti halnya seseorang yang tidak memahami tentang kebencian, asal mula timbulnya kebencian, padamnya kebencian dan bagaimana cara memadamkan kebencian; maka orang itu tidak memiliki kesempatan untuk membebaskan dirinya dari kebencian, ia tidak akan dapat mewujudkan akhir dari kebencian itu. Mereka hanya berputar-putar dalam lingkaran kebencian, kemarahan.dan kekecewaan yang berulang-ulang.

Demikian pula, Seseorang yang tidak memahami tentang penderitaan, asal mula penderitaan, berakhirnya penderitaan dan bagaimana caranya untuk  mengakhiri penderitaan; maka ia tidak memiliki kesempatan untuk  membebaskan dirinya dari penderitaan, ia tidak akan dapat mewujudkan akhir dari penderitaan itu. Mereka  hanya berputar-putar dalam lingkaran kelahiran, penuaan dan kematian yang berulang-ulang.

                            -oOo-


Terlahir di Surga atau Neraka, siapa yang tahu?

TERLAHIR DI SURGA ATAU NERAKA, SIAPA YANG TAHU ?
Oleh : Upa. Amaro Tanhadi


Kebanyakan orang berpikir dan berpendapat bahwa kalau orang tuanya, saudaranya atau familinya ada yang meninggal dunia, pasti mereka perginya ke surga. Tidak ada yang mengatakan bahwa mereka pergi ke neraka. Walaupun perilaku perbuatan mereka semasa hidupnya luar biasa jeleknya. 

Jika semua keluarga-keluarga di dunia ini berpikir dan berpendapat demikian, maka dapat kita kalkulasikan bahwa di neraka pasti  kekurangan penduduk, para setan  jahat yang suka menggoda manusia itu populasinya terancam punah dan para hantu yang bergentayangan tidak ada lagi.

Disinilah dapat kita lihat bahwa pikiran ini terdelusi dan sering menciptakan khayalan atau tipuan-tipuan yang menyesatkan diri kita sendiri. Ini tak lepas dari peran kepercayaan atau keagamaan yang di anutnya dan peran pemimpin pemuka agamanya.

Tidak sedikit para pemuka agama yang mempunyai visi dan misi tertentu untuk keuntungan dirinya sendiri atau untuk kepentingan  kelompoknya dengan menghubung-hubungkan ayat-ayat suci tertentu untuk mempengaruhi pikiran para umatnya, bahkan kalau perlu dengan menjanjikan pahala di surga yang luar biasa indahnya jika umatnya bersedia melakukan sesuatu sesuai apa yang dikatakannya. Padahal dia sendiri belum tentu yakin dan mau melakukan hal tersebut. Munafik, mungkin itu istilah yang paling dekat dengan perilakunya tersebut.

Terlepas dari hal-hal yang bikin ruwet syaraf otak kita tersebut diatas. Hal yang terpenting dan sebaiknya untuk dilakukan adalah menghindari semua bentuk perbuatan amoral dan kejahatan. Memperbanyak berbuat kebajikan, dan senantiasa rajin membersihkan pikiran dari semua bentuk keserakahan, kebencian dan ketidaktahuan/berpandangan salah.

Dengan melakukan sesuatu yang selalu mengarah pada jalan menuju kebahagiaan di surga, maka dapatlah diharapkan suatu saat nanti kebahagiaan di surga itu bisa diperolehnya dengan sukses.

Kalau hanya harapannya saja yang melayang-layang terlampau tinggi (bahkan lewat jalan tol dan jalan pintas untuk dapat meraih kehidupan di surga), tapi perilaku pikiran, ucapan dan tindakan jasmaninya mengarah ke jalan neraka, maka neraka pulalah yang akan diperolehnya.

Semoga bermanfaat. 

Semoga kedamaian dan kesejahteraan ada pada Anda. Semoga kita semuanya berbahagia.

                               -oOo-


Rabu, Maret 27, 2019

Keimanan yang Rapuh


  

KEIMANAN YANG RAPUH
Upa. Amaro Tanhadi

Semua orang yang beragama menginginkan kehidupan di surga, namun sangat sedikit orang yang berjalan ke arah sana.

Bahkan, banyak umat penganut agama tertentu, ketika ia disuruh untuk pergi duluan ke surga, Ia malah berdoa dan memohon kepada Tuhannya, agar kepergiannya di tunda saja.

Lalu, apa sebenarnya yang membuat ia bimbang dan ragu? Bukankah ia telah mengamini dan mengimani apa yang tertulis dalam kitab suci agamanya bahwa bagi siapapun yang menjadi pengikut agamanya, dijamin sepenuhnya dan tanpa syarat yang rumit, pasti akan mendapatkan tempat di surga?

Sedangkan untuk pengikut agama lainnya, walaupun telah sangat banyak melakukan kebaikan dan kebajikan di dunia, pintu surga telah tertutup rapat-rapat baginya.

Berarti sejak awal, surga telah dipersiapkan oleh Tuhan untuk agama tertentu saja; benarkah demikian?

Jawabnya adalah : Mari kita bertanya pada para kuntilanak, para makhluk halus penunggu pohon beringin dan rumah yang angker, apakah agama yang dianutnya sebelum dia menjadi hantu?

Semoga bermanfaat sebagai perenungan bersama.