1. Istilah 'kamma' (skt:Karma) berarti tindakan (Inggris: action) serta mengacu pada kehendak (cetana) pikiran, ucapan dan tindakan jasmani kita. Sang Buddha bersabda:
Aku katakan, kehendak adalah kamma,
karena didahului oleh kehendak
seseorang lalu bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran.
karena didahului oleh kehendak
seseorang lalu bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran.
(Anguttara Nikaya III: 415)
2. Watak kita saat ini dibentuk dan dipengaruhi oleh hubungan kita dengan sesama kita, reaksi kita pada berbagai situasi, yang kemudian pada gilirannya menentukan berbahagia atau tidaknya kita sendiri. Sang Buddha mengatakan, sebagai berikut:
Semua makhluk adalah pemilik kamma-nya sendiri,
pewaris kamma-nya,
kamma-nya adalah kandungan yang melahirkannya,
dengan kamma-nya dia berhubungan,
kamma-nya adalah pelindungnya.
Apapun kamma-nya, baik atau buruk,
mereka akan mewarisinya.
(Majjhima Nikaya III: 135)
pewaris kamma-nya,
kamma-nya adalah kandungan yang melahirkannya,
dengan kamma-nya dia berhubungan,
kamma-nya adalah pelindungnya.
Apapun kamma-nya, baik atau buruk,
mereka akan mewarisinya.
(Majjhima Nikaya III: 135)
3. Tindakan baik pun bila dijejaki kadang-kadang masih terwarnai oleh kekotoran batin tersebut. Keserakahan, kebencian dan kegelapan batin mendasari tindakan kita sehari-hari, tapi tidak semua tindakan itu akan berbuah akibat pada kehidupan sekarang ini; daya/energi yang tidak berbuah pada kehidupan sekarang ini akan mendorong kita ke kehidupan baru sesudah kita mati. Sebagai analogi sehari-hari, mobil bergerak karena adanya mesin, bila mesin tiba-tiba terhenti, energi sisa tetap akan mendorong mobil sebentar, sampai mesin dapat dihidupkan kembali. Sang Buddha berkata:
Ada tiga sumber-asal dari tindakan seseorang.
Apa yang tiga itu?
Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan batin.
Setiap tindakan yang dilahirkan,
berasal dan timbul dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin akan berbuah,
dimanapun dia terlahir kembali;
Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan batin.
Setiap tindakan yang dilahirkan,
berasal dan timbul dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin akan berbuah,
dimanapun dia terlahir kembali;
dimanapun tindakan itu berbuah,
dia akan mengalami hasilnya,
pada kehidupan ini ataupun dikehidupan mendatang.
(Anguttara Nikaya I: 134)
dia akan mengalami hasilnya,
pada kehidupan ini ataupun dikehidupan mendatang.
(Anguttara Nikaya I: 134)
4. Selama kita bertindak dengan didasari keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin, selama itu pula kita membuat kamma, baik ataupun buruk, dan oleh karenanya kita terlahir kembali. Dengan tercapainya Pencerahan; keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin telah terkikis habis, dan dengan sendirinya walau kita tetap bertindak, kita tidak menghasilkan kamma baru lagi, dan setelah kematian kita tidak akan terlahir kembali. Lebih lanjut Sang Buddha bersabda:
Ada tiga sumber asal dari tindakan seseorang.
Apa yang tiga itu?
Bebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin.
Setiap tindakan yang dilahirkan, berasal dan timbul dari keadaan terbebas dari
keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin,
oleh karena keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin tiada lagi,
kamma terhenti, terpotong pada akarnya,
seperti sisa potongan pohon palma yang tak dapat tumbuh lagi di kemudian hari.
(Anguttara Nikaya I: 135)
Bebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin.
Setiap tindakan yang dilahirkan, berasal dan timbul dari keadaan terbebas dari
keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin,
oleh karena keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin tiada lagi,
kamma terhenti, terpotong pada akarnya,
seperti sisa potongan pohon palma yang tak dapat tumbuh lagi di kemudian hari.
(Anguttara Nikaya I: 135)
5. Kamma yang menyebabkan kita terlahir lagi, dan bila terlahir kembali, akan terlahir di salah satu dari enam alam-kehidupan. Kamma yang telah kita timbun akan menjadi prasyarat di alam mana kita akan terlahir. Semua tindakan yang dilakukan dengan sengaja mempunyai sisi etis, yang dikelompokkan atas empat tipe oleh Sang Buddha. Beliau bersabda:
Ada empat macam kamma,
yang Aku telah terawangi melalui kebijaksanaan-Ku dan kupermaklumkan pada dunia.
Apa yang empat itu?
Yakni kamma gelap berbuah gelap,
kamma terang berbuah terang,
kamma terang dan gelap berbuah terang dan gelap,
kamma yang tidak terang pula tidak gelap berbuah tidak terang pula tidak gelap.
(Anguttara Nikaya II: 230)
yang Aku telah terawangi melalui kebijaksanaan-Ku dan kupermaklumkan pada dunia.
Apa yang empat itu?
Yakni kamma gelap berbuah gelap,
kamma terang berbuah terang,
kamma terang dan gelap berbuah terang dan gelap,
kamma yang tidak terang pula tidak gelap berbuah tidak terang pula tidak gelap.
(Anguttara Nikaya II: 230)
6. Apabila kamma tertentu menonjol dalam perilaku kita sehari-hari, kita akan tertarik, pada waktu mati, kepada salah satu dari enam alam-kehidupan diatas. Sang Buddha bersabda:
Dan apa beragam kamma itu?
Adalah kamma yang akan berbuah di alam-neraka,
di alam-binatang,
di alam roh-lapar,
di alam manusia,
pula ada kamma yang berbuah di alam dewa.
(Anguttara Nikaya III: 414)
Adalah kamma yang akan berbuah di alam-neraka,
di alam-binatang,
di alam roh-lapar,
di alam manusia,
pula ada kamma yang berbuah di alam dewa.
(Anguttara Nikaya III: 414)
7. Sering dikatakan, bahwa apa yang dialami pada kehidupan setiap orang saat ini adalah hasil dari apa yang diperbuatnya di kehidupan sebelumnya, pula apa yang diperbuat pada kehidupan sekarang akan berbuah pada kehidupan yang akan datang. Pengertian tersebut, yakni bahwa semua yang dilakukan akan berbuah pada salah satu kehidupan mendatang (tidak pada kehidupan saat ini), ternyata salah. Sang Buddha berkata:
Hasil dari suatu kamma ada tiga macam. Apa yang tiga itu?
Yang berbuah pada kehidupan sekarang,
yang berbuah pada kehidupan berikut,
dan yang berbuah pada kehidupan-kehidupan yang selanjutnya.
(Anguttara Nikaya III: 414)
Yang berbuah pada kehidupan sekarang,
yang berbuah pada kehidupan berikut,
dan yang berbuah pada kehidupan-kehidupan yang selanjutnya.
(Anguttara Nikaya III: 414)
8. Salah pengertian lain tentang kamma, ialah anggapan bahwa setiap perbuatan pasti berakibat; tindakan negatif, misalnya, pasti tak terelakkan berbuah negatif. Walau Sang Sang Buddha seringkali memberi kesan seperti itu, namun Beliau juga menjelaskan bahwa akibat dari setiap perbuatan bukanlah tak terelakkan seperti itu. Beliau berkata:
Bila seseorang berkata, bahwa hanya apa yang diperbuat itulah yang diperolehnya, dan bila hal itu benar, maka menuntut kehidupan suci tidaklah berarti- sebab tak ada kesempatan untuk mengatasi penderitaan.
Tapi bila seorang berkata, bahwa bila seorang berbuat demi apa yang akan diperolehnya, lalu itulah yang diperolehnya, maka menuntut kehidupan suci adalah berarti sebab ada kesempatan untuk menghancurkan penderitaan.
Contohnya, suatu kejahatan kecil dilakukan seseorang, tindakan itu bisa berbuah pada kehidupan ini atau sama sekali tidak berbuah.
Sekarang, manusia yang bagaimana, yang walau dengan kejahatan kecil sekalipun tetap akan membawanya ke neraka? Seorang yang tidak berhati-hati dalam mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya. Dia tidak mengembangkan kebijaksanaan, dia seorang yang tidak berarti, dia tidak mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya sempit dan dapat diukur. Perbuatan kecil saja dapat membawanya ke neraka.
Lalu sekarang, seorang yang dengan hati-hati mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya. Dia mengembangkan kebijaksanaan, dia seorang yang berarti, dia mengembangkan dirinya sendiri, hidup tanpa batas dan tidak terukur. Bagi orang seperti ini, sebuah kejahatan kecil bisa berbuah dikehidupan ini atau tidak sama sekali.
Seandainya seorang menaruh sejumput garam kedalam sebuah cawan kecil. Air tersebut tidak akan bisa diminum. Mengapa? Karena cawan itu kecil. Nah, sekarang seandainya seorang menaruh sejumput garam ke sungai Gangga. Airnya akan tetap dapat diminum. Karena banyaknya air di sungai tersebut.
(Anguttara Nikaya I: 248)
9. Namun salah pengertian yang paling umum tentang hukum kamma adalah kepercayaan bahwa setiap kejadian yang kita alami; tersandung, jatuh sakit, menang undian, terlahir tampan, semuanya adalah hasil kamma lampau semata-mata. Dengan alasan yang sangat tepat Sang Buddha menolak kepercayaan salah tersebut. Sebab bila demikian halnya, maka sia-sia untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, sebab keseluruhan hidup ditentukan sebelumnya. Sang Buddha bersabda:
Ada beberapa pertapa dan kaum Brahmin, yang mempercayai dan mengajarkan bahwa apapun yang dialami seseorang, menyenangkan, menyakitkan atau netral, semua disebabkan oleh kamma lampau.
Ada beberapa pertapa dan kaum Brahmin, yang mempercayai dan mengajarkan bahwa apapun yang dialami seseorang, menyenangkan, menyakitkan atau netral, semua disebabkan oleh kamma lampau.
Aku menemui mereka dan bertanya apakah benar mereka mengajarkan sedemikian, mereka ternyata mengiyakan.
Aku berkata: "Bila demikian, tuan yang terhormat, seseorang membunuh, mencuri dan berzina disebabkan kamma lampau, mereka berbohong, berfitnah, berkata kasar dan tak berharga disebabkan kamma lampau. Mereka menjadi serakah, membenci dan penuh pandangan salah disebabkan kamma lampau."
Mereka yang mendasarkan segala sesuatu pada kamma lampau sebagai unsur penentu akan kehilangan keinginan dan usaha untuk berbuat ini atau tak berbuat itu.
(Anguttara Nikaya I: 173)
10. Menghubungkan semua yang terjadi pada kita (baik ataupun buruk) sebagai melulu akibat perbuatan masa lampau, menurut Sang Buddha, berarti menutup mata pada kaidah sebab dan akibat yang telah dibenarkan oleh pengalaman kita sendiri. Beliau bersabda:
Sehubungan dengan itu, ada penderitaan yang ditimbulkan oleh empedu, oleh lendir, dari udara, oleh kecelakaan, oleh keadaan yang tak dapat diketahui sebelumnya, dan juga oleh hasil perbuatan lampau seperti diketahui dari pengalamanmu sendiri.
Sehubungan dengan itu, ada penderitaan yang ditimbulkan oleh empedu, oleh lendir, dari udara, oleh kecelakaan, oleh keadaan yang tak dapat diketahui sebelumnya, dan juga oleh hasil perbuatan lampau seperti diketahui dari pengalamanmu sendiri.
Dan kenyataan bahwa penderitaan timbul dari berbagai penyebab telah diketahui dunia sebagai suatu kebenaran. Oleh karenanya pertapa dan kaum Brahmin yang berkata: "Apapun kesenangan atau penderitaan atau keadaan batin yang dialami seseorang, kesemuanya disebabkan karena masa lampau," maka pernyataan mereka bertentangan dengan pengalaman setiap orang yang telah diakui kebenarannya oleh dunia. Oleh karenanya, Aku katakan, bahwa mereka itu salah.
(Samyutta Nikaya IV: 229, lihat juga Anguttara Nikaya, II: 86)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar