BUKU PINTAR AGAMA BUDDHA
Oleh : Tanhadi
KELOMPOK : (S 3)
Siloka : Pujian.
Siva : Kebahagiaan.
Somanassa : Menyenangkan.
Sotãpanna : Pemenang arus, Yang telah memasuki arus, tingkat pertama dalam penyelaman Nibbana.
Kebanyakan umat Buddhis berusaha melatih sila dasar dan menjadi sempurna hanya dalam diri orang-orang yang telah mendekati tingkatan Sotapanna (Skt Srotapanna), dimana kata ini secara harafiah berarti "Pemasuk Arus". Pada tingkatan Sotapanna, seorang mendapatkan sekilas pandangan yang pertama atas Nibbana dan mulai menapaki jalan kesucian.
Seorang Sotapanna diyakini telah mematahkan tiga belenggu pertama (Samyutta-Nikaya) , yaitu :
1. Sakkayaditthi : Pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa atau aku yang kekal.
2. Vicikiccha: Keragu-raguan terhadap Sang Buddha dan AjaranNya.
3. Silabbataparamasa : Kepercayaan tahyul bahwa upacara agama saja dapat membebaskan manusia dari penderitaan.
Tetapi Ia belum berhasil membebaskan dirinya dari hawa nafsu. la telah terbebas dari kelahiran kembali sebagai makhluk neraka, hantu, binatang, atau asura. la dipastikan menjadi Arahat setelah mengalami kelahiran kembali maksimum tujuh kali lagi (Anguttara-Nikaya).
Belenggu pertama dihancurkan dengan penembusan mendalam ke dalam Empat Kebenaran mulia dan Sebab Musabab yang Saling Bergantungan. Belenggu kedua dihancurkan karena ia telah "melihat" dan "terjun ke dalam" Dhamma (Majjhima-Nikaya). Belenggu ketiga dihancurkan karena kendati moralnya murni, namun ia menyadari bahwa itu saja masih belum memadai untuk mencapai Nibbana.
Ada tiga macam Sotapanna :
1. Ekabiji Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali sekali lagi.
2. Kolamkola Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali dua atau tiga kali lagi.
3. Sattakkhattuparana Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali tujuh kali lagi.
Sotãpatti/(skt. Srotapatti) : 1). Memasuki arus, 2). Tingkat kesucian pertama.
Subhakiņha : Alam para Brahma dengan cahaya yang tetap.
Subha : Diinginkan.
Suddhãvãsa : Tempat tinggal yang sejati.
Adalah alam khusus para Anagami atau Yang tak pernah kembali . Makhluk biasa tidak dilahirkan dalam keadaan ini. Mereka yang mencapai Anagami di alam-alam lain dilahirkan kembali di Tempat tinggal yang sejati ini. Kemudian, mereka mencapai keadaan Arahat dan hidup di Alam itu sampai masa hidup mereka berakhir.
Ada lima macam Suddhavasa, yaitu :
1. Aviha : adalah alam tempat kelahiran kembali para Anagami yang memiliki Saddha atau keyakinan yang kuat.
2. Atappa : adalah alam tempat kelahiran kembali para Anagami yang memiliki Viriya atau semangat yang kuat.
3. Sudassa : Adalah alam tempat kelahiran kembali para Anagami yang memiliki Sati atau perhatian yang kuat.
4. Sudassi : Adalah alam tempat kelahiran kembali para Anagami yang memiliki Samadhi atau meditasi yang kuat.
5. Akanittha : Adalah alam tempat kelahiran kembali para Anagami yang memiliki panna atau kebijaksanaan yang kuat.
Sudassa : Alam yang indah.
Sudra : Kasta ke-empat dalam agama Hindu.
Suggati : Alam bahagia.
Sugata : (gelar)Yang Maha Tahu, Yang telah pergi (ke Nibbãna) dengan baik., Yang berbahagia.
Manusia dan para Dewa memiliki batas usia yang sangat berbeda. Batas usia manusia di alam manusia tidak jelas, sedangkan pada umumnya para dewa mempunyai batas panjang usia rata-rata.
Sukha / Sukkhani : 1). Kebahagiaan, 2). Kesenangan.
Dalam buku Dhamma Vibhaga terdapat 4 pengertian kebahagiaan yang dibagi menjadi dua kelompok.
1. Kayika sukha atau kebahagiaan jasmaniah.
kebahagiaan ini berhubungan dengan indera. Apabila badan berada dalam keadaan sehat, tidak merasa lapar atau haus, tidak menderita penyakit organis, itulah kebahagiaan jasmani. Kita sekarang yang berkumpul disini tentu sedang mengalami kebahagiaan jasmani.
2. Cetasika sukha atau kebahagiaan bathin.
Kebahagiaan ini merupakan hasil dari sumber-sumber yang ada di dalam bathin. Seseorang dikatakan mengalami kebahagiaan bathin apabila pikiran terserap dalam kegembiraan, apakah karena terpenuhinya keinginan-keinginan indera atau karena telah melakukan suatu perbuatan baik. Contohnya orang yang merasa bahagia setelah berdana.
Kebahagiaan yang pertama dan yang kedua dalam buku Dhamma Vibhaga merupakan satu kelompok. Dan kebahagiaan yang berikutnya tiga dan empat merupakan satu kelompok.
3. Samisa sukha yaitu kebahagiaan dengan mata kail berumpan.
Kebahagiaan ini timbul karena terpenuhinya keinginan-keinginan indera yang tergantung pada hal-hal luar atau benda-benda materi. Disebut kebahagiaan dengan mata kail karena dapat menimbulkan kemelekatan. Contohnya orang yang merasa bahagia ketika mendapat pujian. Orang tersebut akan bahagia apabila ia mengingat-ingat pujian itu. Jika pujian tersebut tidak ada maka kebahagiaannya itu juga tidak ada.
4. Niramisa sukha yaitu kebahagiaan tanpa mata kail berumpan.
Seseorang yang melakukan kegiatan keagamaan dengan meninggalkan keinginan- keinginan inderawi dikatakan mengalami kebahagiaan tersebut. Karena kebahagiaan ini tidak tergantung pada hal-hal luar dan tidak menimbulkan kemelekatan.
Orang mengalami kebahagiaan ini bisa dianalogikan sebagai ikan, kebahagiaannya sebagai umpan dan mata kail sebagai benda-benda materi yang menyebabkan kemelekatan. Ikan yang memakan umpan dengan mata kail akan mengalami kebahagiaan kemudiaan ia akan mengalami penderitaan karena melekat. Ia tidak tahu bahwa umpan tersebut memiliki mata kail sehingga setelah dimakan mulutnya akan tersangkut mata kail. Sedangkan ikan yang memakan umpan tanpa mata kail akan mengalami kebahagiaan tanpa kemelekatan. Karena di dalam umpannya tidak ada mata kail.
Perlu diingat bahwa kebahagiaan dengan mata kail berumpan menyebabkan kelahiran dan kematian yang terus menerus (tumimbal lahir), sedangkan kebahagiaan tanpa mata kail berumpan dapat menghapus perputaran roda penderitaan.
Setelah mengetahui keempat pengertiaan kebahagiaan, kita bisa mengidentifikasi diri kita sendiri apakah sedang mengalami kebahagiaan jasmani atau bathin atau kedua-duanya. Kita juga bisa memilih kebahagiaan dengan mata kail berumpan atau kebahagiaan tanpa mata kail berumpan.
Sang Buddha bersabda bahwa ada empat hal yang berguna yang akan dapat menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini, yaitu:
1. Utthanasampada:
rajin dan bersemangat dalam mengerjakan apa saja, harus terampil dan produktif; mengerti dengan baik dan benar terhadap pekerjaannya, serta mampu mengelola pekerjaannya secara tuntas.
2. Arakkhasampada:
ia harus pandai menjaga penghasilannya yang diperolehnya dengan cara halal, yang merupakan jerih payahnya sendiri.
3. Kalyanamitta:
mencari pergaulan yang baik, memiliki sahabat yang baik, yang terpelajar, bermoral, yang dapat membantunya ke jalan yang benar, yaitu yang jauh dari kejahatan.
4. Samajivikata:
harus dapat hidup sesuai dengan batas-batas kemampuannya. Artinya bias menempuh cara hidup yang sesuai dan seimbang dengan penghasilan yang diperolehnya, tidak boros, tetapi juga tidak pelit / kikir.
Keempat hal tersebut adalah merupakan persyaratan (kondisi) yang dapat menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini, sedangkan untuk dapat mencapai dan merealisasi kebahagiaan yang akan datang, yaitu kebahagiaan yang dapat terlahir di alam-alam yang menyenangkan dan kebahagiaan terbebas dari yang berkondisi, ada empat persyaratan pula yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:
a. Saddhasampada:
harus mempunyai keyakinan, yaitu keyakinan terhadap nilai-nilai luhur. Keyakinan ini harus berdasarkan pengertian, sehingga dengan demikian diharapkan untuk menyelidiki, menguji dan mempraktikkan apa yang dia yakini tersebut. Di dalam Samyutta Nikaya V, Sang Buddha menyatakan demikian: "Seseorang … yang memiliki pengertian, mendasarkan keyakinannya sesuai dengan pengertian." Saddha (keyakinan) sangat penting untuk membantu seseorang dalam melaksanakan ajaran dari apa yang dihayatinya; juga berdasarkan keyakinan ini, maka tekadnya akan muncul dan berkembang. Kekuatan tekad tersebut akan mengembangkan
semangat dan usaha untuk mencapai tujuan.
b. Silasampada :
harus melaksanakan latihan kemoralan, yaitu menghindari perbuatan membunuh, mencuri, asusila, ucapan yang tidak benar, dan menghindari makanan/minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran (hilangnya pengendalian diri). Sila bukan merupakan suatu peraturan larangan, tetapi merupakan ajaran kemoralan yang bertujuan agar umat Buddha menyadari adanya akibat baik dari hasil pelaksanaannya, dan akibat buruk bila tidak melaksanakannya. Dengan demikian, berarti dalam hal ini seseorang bertanggung jawab penuh terhadap setiap perbuatannya. Pelaksanaan sila berhubungan erat dengan melatih perbuatan melalui ucapan dan badan jasmani. Sila ini dapat diintisarikan menjadi 'hiri' (malu berbuat jahat / salah) dan 'ottappa' (takut akan akibat perbuatan jahat / salah). Bagi seseorang yang melaksanakan sila, berarti ia telah membuat dirinya maupun orang lain merasa aman, tentram, dan damai. Keadaan aman, tenteram dan damai merupakan kondisi yang tepat untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan kemajuan serta kesejahteraan masyarakat dalam rangka tercapainya tujuan akhir, yaitu terealisasinya Nibbana.
c. Cagasampada:
murah hati, memiliki sifat kedermawanan, kasih saying, yang dinyatakan dalam bentuk menolong mahluk lain, tanpa ada perasaan bermusuhan atau iri hati, dengan tujuan agar mahluk lain dapat hidup tenang, damai, dan bahagia. Untuk mengembangkan caga dalam batin, seseorang harus sering melatih mengembangkan kasih saying dengan menyatakan dalam
batinnya (merenungkan) sebagai berikut: "Semoga semua mahluk berbahagia, bebas dari penderitaan, … kebencian, … kesakitan, … dan kesukaran. Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka sendiri."
d. Panna:
harus melatih mengembangkan kebijaksanaan, yang akan membawa ke arah terhentinya dukkha (Nibbana). Kebijaksanaan di sini artinya dapat memahami timbul dan padamnya segala sesuatu yang berkondisi; atau pandangan terang yang bersih dan benar terhadap segala sesuatu yang berkondisi, yang membawa ke arah terhentinya penderitaan. Panna muncul bukan hanya didasarkan pada teori, tetapi yang paling penting adalah dari pengalaman dan penghayatan ajaran Buddha. Panna berkaitan erat dengan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan. Singkatnya ia mengetahui dan mengerti tentang: masalah yang dihadapi, timbulnya penyebab masalah itu, masalah itu dapat dipadamkan / diatasi dan cara / metode untuk memadamkan penyebab masalah itu.
Itulah uraian dari Vyagghapajja sutta yang ada hubungannya dengan kesuksesan dalam kehidupan duniawi yang berkenaan dengan tujuan hidup umat Buddha.
Sutta lain yang juga membahas tentang kesuksesan dalam kehidupan duniawi ini, bisa kita lihat pula dalam Anguttara Nikaya II 65, di mana Sang Buddha menyatakan beberapa keinginan yang wajar dari manusia biasa (yang hidup berumah tangga), yaitu:
a) Semoga saya menjadi kaya, dan kekayaan itu terkumpul dengan cara yang benar dan pantas.
b) Semoga saya beserta keluarga dan kawan-kawan dapat mencapai kedudukan social yang tinggi.
c) Semoga saya selalu berhati-hati di dalam kehidupan ini, sehingga saya dapat berusia panjang.
d) Apabila kehidupan dalam dunia ini telah berakhir, semoga saya dapat terlahirkan kembali di alam kebahagiaan (surga).
Keempat keinginan wajar ini, merupakan tujuan hidup manusia yang masih diliputi oleh kehidupan duniawi; dan bagaimana caranya agar keinginan-keinginan ini dapat dicapai, penjelasannya adalah sama dengan uraian yang dijelaskan di dalam Vyagghapajja sutta tadi.
Jadi, jelaslah sekarang bahwa Sang Buddha di dalam ajaran-Nya, sama sekali tidak menentang terhadap kemajuan atau kesuksesan dalam kehidupan duniawi. Dari semua uraian di atas tadi bisa kita ketahui bahwa Sang Buddha juga memperhatikan kesejahteraan dalam kehidupan duniawi; tetapi memang, Beliau tidak memandang kemajuan duniawi sebagai sesuatu yang benar kalau hal tersebut hanya didasarkan pada kemajuan materi semata dengan mengabaikan dasar-dasar moral dan spiritual; sebab seperti yang dijelaskan tadi, yaitu bahwa tujuan hidup umat Buddha bukan hanya mencapai kebahagiaan di dalam kehidupan duniawi (kebahagiaan yang masih berkondisi saja), tetapi juga bisa merealisasi kebahagiaan yang tidak berkondisi, yaitu terbebas total dari dukkha, terealisasinya Nibbana. Maka meskipun menganjurkan kemajuan material dalam rangka kesejahteraan dalam kehidupan duniawi, Sang Buddha juga selalu menekankan pentingnya perkembangan watak, moral, dan spiritual untuk menghasilkan suatu masyarakat yang bahagia, aman, dan sejahtera secara lahir maupun batin; dalam rangka tercapainya tujuan akhir, yaitu terbebas dari dukkha atau terealisasinya Nibbana.
Sukha patipada khippabhinna : Praktek yang mudah dengan kemajuan cepat
Sukhitatta : 1). Berbahagia, 2). Senang.
Suñña / sūnya : 1). Kosong, 2). Suwung.
Susassi : Alam dengan penglihatan tajam.
Sutta /(skt.Sūtra) : 1). Pembahasan, 2). Khotbah, 3). Ceramah, 4). Seutas
benang.
Sutta Pitaka : Keranjang Ceramah ( kumpulan kotbah Sang Buddha ).
Sutta Pitaka ini terdiri dari 5 Kumpulan Buku/koleksi ; yaitu :
1. Digha Nikaya : Kumpulan kotbah Panjang.
2. Majjhima Nikaya : Kumpulan kotbah menengah.
3. Samyutta Nikaya : Kumpulan kotbah yang saling berhubungan.
4. Anguttara Nikaya : Kumpulan kotbah yang bertahap-tahap.
5. Khuddaka Nikaya : Kumpulan kotbah yang pendek, berisi 15 Kitab, yaitu ;
a) Khuddakapatha : Kumpulan dari naskah yang pendek.
b) Dhammapada : Prinsip Ajaran Buddha dalam bentuk syair.
c) Udana : Ungkapan kebahagiaan.
d) Itivuttaka : Kotbah yang dimulai dengan “Demikianlah dikatakan“.
e) Suttanipata : Kumpulan kotbah praktek mulia dalam kehidupan sehari- hari.
f) Vimanavatthu : Kotbah tentang kehidupan di alam surga/bahagia.
g) Petavatthu : Kotbah tentang kehidupan di alam duka / menderita.
h) Theragatha : Sajak dari para Bhikkhu.
i) Therigatha : Sajak dari para Bhikkhuni.
j) Jataka : Kisah-kisah kelahiran calon Buddha/Bodhisatta.
k) Niddesa : Kitab tentang uraian Dhamma.
l) Patisambhida Magga : Analisa ajaran pokok Buddha.
m) Apadana : Kisah kehidupan para Arahat.
n) Buddhavamsa : Sejarah kehidupan para Buddha.
o) Cariyapitaka : Kisah penyempurnaan kebajikan Bodhisatta Sidhatha Gotama.
Sutamaya pañña : Kebijaksanaan yang dicapai melalui belajar dan menghapal. Adalah pengetahuan yang didapat secara lisan.
Suvatti hotu / sukhi hotu : Semoga berbahagia .
Stupa / dagoba : Tempat meletakkan relik Sang Buddha.
Soka : 1). Penderitaan, 2). Dukacita.
✽ Kelompok Huruf S selesai ✽
Lanjutkan ke Kelompok huruf T1====> Buku Pintar Agama Buddha (T 1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar