KOAN ZEN : 15. MENIRU SANG GURU
Ada suatu cerita dimana terdapat seorang bhiksu muda yang berguru kepada seorang Mahabhiksu Zen yang terkenal telah memperoleh Pencerahan, sehingga dinamakan Yang Tercerahkan.
Namun sesudah mengikuti sekian tahun segala tingkah laku gurunya tersebut, mulai dari bangun siang, makan berisik, jalan seenaknya, sampai hal-hal lainnya termasuk cara berteriak dan berbicara, tetap saja bhiksu muda ini merasa belum mencapai pencerahan.
Akhirnya timbul keraguan dalam dirinya bahwa kemungkinan besar gurunya ini belum mencapai pencerahan sebagaimana julukan yang diberikan kepadanya.
Keesokan harinya, si bhiksu muda menemui gurunya dan telah memutuskan untuk pergi dengan berkata, "Guru, saya telah mengikuti guru sekian lama dan telah meniru segala perbuatan guru seperti bangun siang, makan berisik, dan berteriak seenaknya sampai kadang-kadang tiga hari tidak mandi juga sebagaimana kebiasaan guru, namun saya tetap merasakan belum memperoleh pencerahan. Dan saya sendiri ragu kalau guru telah mencapai pencerahan. Untuk itu saya memutuskan untuk meninggalkan guru".
Mendengar hal itu Sang Mahabhiksu tertawa, "Ha..ha..ha.., muridku yang malang. Siapa suruh engkau mencari pencerahan di luar dari dirimu sendiri. Masih untung saya tidak bertingkah laku seperti seorang suci yang telah mencapai pencerahan, karena kemungkinan engkau nantinya akan membenci semua orang suci yang kau temui".
Begitulah akhirnya bhiksu muda itupun menyadari akan suatu Kebenaran Sejati dan langsung tercerahkan, kemudian dia membatalkan keputusannya untuk meninggalkan gurunya.
Kesimpulan:
Pada saat kita menyadari Kebenaran Sejati, maka pada saat itulah kita telah memperoleh Pencerahan. Sering terdapat orang yang berusaha mencari kebahagiaan dari hal-hal di luar dirinya, padahal Pencerahan itu sendiri ada dalam diri masing-masing. Bentuk luar hanyalah merupakan penampakan maya yang menghalangi pandangan sejati kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar