JALAN YANG TERLUPAKAN
Sampai zaman modern ini, ajaran Buddha masih bertahan dan
bahkan telah menjadi sebuah daya tarik di Barat. Daya tarik tersebut
dikarenakan di dalam Buddhisme, tidak mengenal adanya suatu pencipta yang
mengendalikan dan menentukan kehidupan manusia beserta alam. Selain hal
tersebut, daya tarik yang khas dalam ajaran Buddha adalah tidak adanya
dogma[1]. Agama lain umumnya mengharuskan penganutnya untuk percaya penuh dan
meyakini ajaran agamanya tanpa boleh membantah dan mempertanyakannya, apalagi
ketika menyangkut masalah Tuhan. Sebaliknya di dalam ajaran Buddha, Sang Buddha
sendiri malah menasihati muridnya untuk tidak menerima mentah-mentah suatu
doktrin atau ajaran agama namun juga jangan langsung menolak mentah-mentah.
Buddha Gautama menganjurkan penyelidikan, analisa dan praktik secara langsung
terhadap suatu doktrin agama.
Sebuah Jalan yang Terlupakan
Sebagai umat Buddha, ketika ditanya apa tujuan hidup
manusia, beragam jawaban akan bermunculan. Jawaban-jawaban tersebut biasanya
adalah kebahagiaan nibbana (nirwana) , bebas dari kelahiran-kembali, dan
sebagainya. Jawaban tersebut memang benar walaupun dengan bahasa yang berbeda
atau penjelasan yang berbeda, bahwa tujuan kehidupan manusia adalah kebahagiaan
atau kedamaian sejati. Namun, ketika lebih lanjut ditanya, bagaimana atau apa
yang harus dilakukan untuk mencapai pencerahan atau kedamaian sejati tersebut
(nibbana)? Banyak yang akan menjawab meditasi, dengan sebagian besar menyebut
meditasi vipassana. Hal tersebut adalah kesalahan besar jika ajaran Buddha
tidak dipahami lebih lanjut.
Tak dapat disangkal meditasi telah menjadi sebuah tren di
Barat dan umat Buddha di Asia juga sebagian mulai membangkitkan meditasi khas
buddhis, seperti meditasi vipassana, meditasi samadhi Tibetan, meditasi
kekosongan Zen, dsb. Bahkan cendekiawan Barat mengembangkan penyembuhan dan
terapi meditasi. Simbol-simbol Buddha semakin mudah ditemukan dan mulai menjadi
bagian hidup masyarakat Barat.
Seperti yang telah disebutkan, banyak umat Buddha menjadi
berpandangan salah ketika menganggap meditasi sebagai jalan menuju pencerahan
atau sebagai sebuah cara untuk terbebas dari kelahiran kembali. Kepopuleran
meditasi telah menutup sebuah ajaran Buddha yang paling indah yang dikatakan
oleh Sang Buddha sendiri sebagai satu-satunya jalan menuju pencerahan,
kebahagiaan/kedamaian sejati dan kebebasan dari kelahiran kembali. Apakah itu?
Itulah sebuah jalan tengah, yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Meditasi adalah salah satu bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan,
yaitu bagian Konsentrasi Benar. Secara lengkap Jalan Mulia Berunsur Delapan
terdiri dari:
1. Pandangan Benar,
2. Pikiran Benar,
3. Ucapan Benar,
4. Perbuatan Benar,
5. Penghidupan Benar,
6. Upaya Benar,
7. Perhatian/perenungan Benar,
8. Konsentrasi Benar.
Jadi Sang Buddha menjelaskan bahwa hanyalah Jalan Mulia
Berunsur Delapan atau sesuatu yang selaras dengan jalan tersebut yang akan
membawa manusia mencapai kedamaian sejati (nirwana). Bukti tersebut dapat
ditemukan didalam Sutta Pitaka, seperti di dalam Majjhima Nikaya (MN) 44.9,
Samyutta Nikaya (SN) V:9, SN V:17, SN V:28, SN V:10, SN V:28, Anguttara Nikaya
(AN) V:215, dan SN III:106. Berkali-kali Sang Buddha mengatakan dan mengulang
bahwa Beliau hanya mengajarkan tentang Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia
Berunsur Delapan sebagai cara untuk mengakhiri dukkha (penderitaan karena
ketidakpuasan).
Seharusnya kita menjadi lebih sadar bahwa meditasi bukanlah
jalan menuju kebahagiaan sejati. Lebih tepat kita mengatakan bahwa meditasi
hanyalah bagian kecil dari sebuah jalan yang seharusnya dilaksanakan oleh umat
Buddha. Dengan meditasi sepuluh hari, meditasi tiga hari, tidak berarti membuat
kita menjadi lebih baik atau suci karena meditasi hanya sebuah cara untuk
melatih pikiran. Selain itu diperlukan perenungan/perhatian dan sebuah usaha
yang keras untuk melatih pikiran dan mengendalikan setiap tindakan kita. Perlu
diketahui bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan bukanlah Jalan yang terdiri dari 8
bagian terpisah, justru sebaliknya Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah sebuah jalan
tunggal yang terdiri dari delapan bagian tidak terpisah dan saling melengkapi
dan menguatkan.
Jalan Harapan
Peradaban manusia semakin modern dan tentu saja ajaran
Buddha bisa menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Namun, bagi umat Buddha
kehidupan modern seharusnya diselaraskan dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Jalan Tengah ini adalah sebuah jalan yang ditawarkan oleh Buddha yang ia
harapkan dapat dimanfaatkan sebagai rakit di dalam kehidupan manusia dalam
menyeberangi arus penderitaan.
Moralitas manusia merupakan salah satu poin penting dalam
hubungan manusia. Di dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, moralitas (sila)
adalah bagian yang penting dan menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah peradaban
manusia. Garis-garis etis yang ditawarkan Buddha tersebut dapat dirangkum
menjadi komunikasi (ucapan) benar, tingkah laku, perbuatan dan tindakan serta
penghidupan yang benar sejalan dengan Lima Aturan Moralitas (panca-sila) dan
hukum negara. Meditasi, perenungan dan sebuah upaya dan usaha di dalam diri
akan membangkitkan pemikiran yang bersih dan dengan dorongan pandangan benar,
tingkah laku manusia terbentuk dan terwujud dalam ucapan dan perbuatan yang
baik dan benar.
Tak dapat ditawar lagi bahwa setiap umat Buddha selayaknya
membiasakan melatih diri sejalan dengan Jalan Mulia ini. Masa depan peradaban
manusia terletak ditangan manusia itu sendiri. Jikalau ingin masa depan manusia
terus bertahan, Jalan Mulia Berunsur Delapan ini jangan dilupakan. Walaupun
dengan bahasa yang berbeda, asalkan Jalan ini dilaksanakan oleh manusia
dimanapun ia berada niscaya kehidupan manusia akan diwarnai keindahan dan
ketenangan. Inilah jalan harapan kita semua dalam menggapai peradaban manusia
menjadi lebih beradab pada saat ini maupun di masa mendatang bagi generasi selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar