KISAH SAPPADASA THERA
Dhammapada VIII: 112
Suatu ketika seorang bhikkhu tidak merasa bahagia
dengan kehidupan sebagai bhikkhu. Pada saat itu juga ia merasa tidak tepat dan
memalukan untuk kembali hidup sebagai perumah-tangga. Kemudian ia berpikir akan
lebih baik jika ia meninggal dunia. Pada suatu kesempatan, ia memasukkan
tangannya ke dalam pot dimana terdapat ular di dalamnya tetapi ular itu tidak
menggigit. Hal ini disebabkan pada kehidupan lalu ular tersebut sebagai budak
dan sang bhikkhu sebagai tuannya. Karena kejadian ini bhikkhu tersebut dikenal
dengan nama Sappadasa Thera. Pada kesempatan lain, Sappadasa Thera mengambil
pisau cukur untuk memotong tenggorakannya.
Sebelum melakukan perbuatan itu, ia merenungkan
kesucian dari praktek moralnya (sila) sepanjang hidup sebagai bhikkhu, dan
seluruh tubuhnya diliputi kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukkha). Kemudian ia
melepaskan dirinya dari piti dan mengarahkan pikirannya untuk mengembangkan
pengetahuan pandangan terang dan tak lama kemudian Sappadasa mencapai tingkat
kesucian arahat, dan ia pulang kembali ke vihara.
Setelah tiba di vihara, bhikkhu-bhikkhu lainnya
bertanya kemana ia telah pergi dan mengapa ia membawa pisau. Ketika Sang Thera
berkata kepada mereka bahwa ia bermaksud untuk mengakhiri hidupnya, mereka
bertanya kepadanya mengapa ia tidak melakukannya.
Ia menjawab, "Saya sebenarnya bermaksud untuk
memotong tenggorokanku dengan pisau ini, tetapi saya sekarang telah memotong
semua kekotoran batin dengan pisau pengetahuan pandangan terang".
Para bhikkhu tidak mempercayainya, kemudian mereka
pergi menemui Sang Buddha dan berkata, "Bhante, bhikkhu ini menyatakan
bahwa ia telah mencapai tingkat kesucian arahat dengan menaruh pisau di
tenggorokannya untuk membunuh dirinya sendiri. Apakah mungkin untuk mencapai
jalan kesucian arahat (arahatta-magga) dengan cara demikian singkat?"
Kepada mereka Sang Buddha menjawab, "Para
bhikkhu, ya, itu mungkin, untuk seorang yang bersemangat dan rajin dalam
mempraktekkan ketenangan dan mengembangkan pandangan terang, ke-arahat-an akan
dicapai dalam waktu singkat. Seperti halnya seorang bhikkhu yang berjalan
latihan meditasi, ia dapat mencapai tingkat ke-arahat-an meskipun langkah
kakinya belum menyentuh tanah".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
112 berikut:
Walaupun seseorang hidup seratus tahun,
tetapi malas dan tidak bersemangat,
maka sesungguhnya lebih baik kehidupan
sehari
dari orang berjuang dengan penuh
semangat.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar