HATI YANG PENUH SYUKUR
Alkisah, di sebuah senja kelabu di pinggiran kota kecil
Taiwan, tampak seorang laki-laki sedang berjalan pulang ke rumah dari tempat
kerjanya sebagai supir taksi. Tiba-tiba, perhatiannya tertuju pada gerakan
rumput dan suara gemerisik di sela-sela bebatuan di tepi jalan. Segera,
dihampiri dengan perasaan sedikit was was. Seketika, matanya terbelalak kaget
melihat bungkusan berisi bayi merah yang tergeletak di situ. Setelah melihat di
sekeliling tempat itu yang tampak sepi-sepi saja, segera diangkat bungkusan
bayi itu dengan hati-hati dan dengan tergopoh-gopoh dibawa pulang ke rumahnya.
Setelah terkaget-kaget mendengar cerita dan melihat temuan
suaminya, si istri segera mengambil alih menggendong si bayi dengan perasaan
sayang. Mereka adalah sepasang suami istri, yang telah lama mendambakan
kehadiran anak di tengah keluarga. Bayi yang masih merah itu terasa seperti
pemberian Yang Maha Kuasa kepada keluarga mereka.
Waktu terus berjalan. Selang kira-kira usia dua tahun,
karena merasa ada yang janggal dengan kemampuan berbicara dan reaksi
pendengarannya yang sangat lambat, kedua orangtua itu membawa anaknya ke rumah
sakit. Kecurigaan mereka pun terjawab, anak tersebut memang cacat sejak lahir,
yaitu bisu-tuli. Walaupun sempat terpukul sesaat, namun perasaan sayang yang
telah terpupuk selama ini, membuat mereka memutuskan untuk tetap memelihara dan
membesarkan si kecil yang sedang lucu-lucunya.
Tahun pun dengan cepat berganti. Walaupun cacat, si gadis
kecil adalah anak yang cerdas dan mendapat pendidikan yang baik di sekolah
luarbiasa hingga mampu lulus SMA. Setelah lulus, melalui tes dia diterima masuk
untuk bidang seni di perguruan tinggi kota besar.
Perasaan gembira dan sedih pun silih berganti. Gembira
karena diterimanya si anak ke universitas terkenal, sedih harus berpisah jauh
dan dibutuhkan biaya yang besar untuk itu. Demi mewujudkan impian anaknya,
kedua orangtua itu bertekad untuk berhemat dan bekerja mati-matian. Sejak saat
itu, si ayah bekerja sangat keras, hampir setiap hari pulang ke rumah hingga
larut malam . Namun...hidup memang sering tidak sesuai dengan rencana manusia.
Di saat kuliah memasuki tahun ke-2, suatu malam si ayah pergi dan tidak pernah
kembali. Taksi yang dikendarainya bertabrakan dan nyawanya tidak terselamatkan.
Si anak tahu, betapa berat beban biaya yang harus dipikul ibunya dan dia
memutuskan untuk berhenti kuliah, pulang dan bekerja serta menemani ibunya di
rumah.
Mengetahui itu, si ibu sangat tersentuh dengan pengertian
anaknya. Tetapi, ia menegaskan, "Ibu tahu kesedihanmu, Nak. Ibu juga
sangat kehilangan ayahmu. Tetapi kamu tidak boleh berhenti kuliah. Belajarlah
yang benar! Selesaikan kuliahmu secepatnya dan ibu tunggu kepulanganmu dengan
ijazah di tangan. Dan setiap bulan, ibu akan berusaha mengirimkan uang untuk
biaya kuliahmu di sana. Ingat, jangan berpikir pulang sebelum kuliahmu selesai.
Jika kamu gagal, ibu dan ayahmu di alam sana pasti kecewa karena kerja keras
dan pengorbanan kami selama ini akan sia-sia."
Waktu terus berjalan. Selesai wisuda, dengan bangga dan
kegembiraan yang meluap serta kerinduan yang sangat, si anak segera pulang ke
desanya. Setiba di rumah, dia mengetuk berulangkali pintu rumahnya yang
tertutup rapat. Dan sungguh tidak pernah diduga sama sekali, pertemuan dengan
tetangganya ternyata membuat hatinya lumpuh seketika.
"Nak, ibumu setahun lalu telah meningal dunia. Maafkan
kami tidak memberitahu karena ibumu meminta kami bersumpah untuk
merahasiakannya. Semua sisa uang tabungan ibumu dititipkan ke kami untuk
dikirimkan kepadamu setiap bulan dan dia pun meminta kami membalaskan
surat-suratmu. Masih ada satu rahasia besar yang sebenarnya ayah ibumu
sembunyikan darimu. Bahwa kamu sesungguhnya bukan anak kandung mereka. Walaupun
kamu cacat dari bayi, mereka tidak peduli. Mereka tetap menyayangimu melebihi
anak kandung sendiri."
Mendengar semua cerita tentang dirinya, duka yang mendalam
tidak mampu diwujudkan dalam teriakan histeris. Hanya derasnya airmata yang
mengalir tak terbendung. Di depan makam kedua orangtuanya, sambil bersimbah air
mata, si gadis bersujud dan mendoakan kebahagiaan orangtuanya. Dan, demi
mengenang dan mencurahkan rasa syukur yang besar atas kasih sayang dan
pengorbanan kedua orangtuanya, lahirlah sebuah puisi yang sangat menyentuh,
berjudul "Gan En De Xin" (Hati yang Penuh Syukur).
Sumber : NN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar