BELAJAR DAN PRAKTIK BUDDHA DHAMMA
Oleh : Amaro
Tanhadi
Dalam suatu kesempatan, terjadi dialog antara seorang bhikkhu
dengan umat yang sudah bertahun-tahun selalu hadir dan mengikuti acara puja
bakti di Vihara itu.
Bhikkhu : Saya melihat Anda
begitu rajin dan khusuk dalam setiap mengikuti acara Puja Bakti di Vihara ini,
omong-omong sudah berapa lama Anda mengenal Dhamma ini ?
Umat : Mmm..kira-kira
ada kalau 8 tahun Bhante…
Bhikkhu : Wahh..berarti saya
harus banyak belajar Dhamma dari Anda nih.., sebab saya sendiri mengenal Dhamma
ini baru sekitar 5 tahun.
Umat : Ah, Bhante bisa
aja..(sambil tersenyum bangga karena merasa mengenal Dhamma lebih lama dari
Bhante).
Bhante : Dengan
pengalaman selama dua belas tahun itu, apakah Anda masih sering emosi dalam
menghadapi berbagai hal yang mengganggu pikiran Anda ?
Umat : Ya Masih dong
Bhante, karena saya kan umat awam yang belum mencapai kesucian..
Bhikkhu : Ooo..( mulai heran..).
Dan setelah mengenal Dhamma ini, bagaimana dengan meditasi Anda ?
Umat : Meditasi sih
baik-baik aja Bhante.., tapi saya sendiri belum bisa untuk bermeditasi..(tampak
kedua pipinya mulai memerah karena malu..).
Bhikkhu : Ooo..(bertambah
heran). Lalu.., maaf ya, dahi anda koq nampak agak kehitam-hitaman, itu kenapa
Pak ?
Umat : Iya Bhante, ini
karena saya sering bernamakkhara didepan patung Buddha dan para Bhante..
Bhikkhu : Wahh…itu baik
sekali, tapi apakah Anda mengerti maksud daripada bernamakkhara ?
Umat : Gak ngerti
Bhante…
Bhikkhu : Ooo…(semakin
heran). Lalu kenapa pada waktu Anda masuk ke Vihara ini dan pertama-tama yang
Anda lakukan adalah bernamakkhara di depan patung Buddha ?
Umat : hehe..karena
kebiasaan Bhante…
Bhikkhu : Ooo…(penasaran).
Bagaimana dengan pembacaan paritta?..apakah Anda…
Umat : (memotong
pembicaraan..)..Oh..Kalau paritta saya hafal semuanya di luar kepala
Bhante, Bhante boleh test saya deh…
Bhante : Wahh…hebat itu
Pak…, dan Anda pasti mengerti makna dan manfaat dari pembacaan paritta itu kan?
Umat :..Mmmm..gak
ngerti Bhantte, pokoknya saya hapal semuanya deh…
Bhikkhu : Oooww…(terkejut). Lalu ketika anda tadi berkomat-kamit didepan
patung Buddha, apa yang anda bacakan saat itu ?
Umat : Pertama-tama
saya memohon kepada Sang Buddha untuk memberikan berkah keselamatan jauh dari
segala malapetaka dan marabahaya, kedua, saya memohon diberikan berkah kesehatan,
Umur panjang dan rejeki., begitulah yang saya lakukan Bhante..
Bhikkhu : Ooohh…( mulai tercerahkan).
Omong-omong Anda belajar Dhamma darimana saja Pak ?
Umat : Saya suka baca-baca
dari buku Dhamma dan mendengarkan ceramah dhamma dari para Bhikkhu bahkan saya
sering menghadiri ceramah Dhamma para Bhikkhu terkenal di luar negeri , makanya
sampai saya punya satu almari khusus untuk mengkoleksi buku-buku Dhamma dan VCD
ceramah para Bhikkhu..
Bhikkhu : Ooo…(tercerahkan-sambil
tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya)
Umat : Apakah Bhante
punya saran dan petunjuk khusus buat saya mengenai perpustakaan kecil saya itu ?
Bhikkhu : Saran saya…bagikan
saja semua buku dan VCD itu kepada orang-orang yang membutuhkannya, karena Anda
sudah tidak memerlukannya, dan Anda mulai saat ini jadilah ‘Lidah’ yang baik
dan bukannya sebagai sendok yang tidak dapat merasakan makanan yang paling enak
sekalipun.
Umat : Mmmm…maksudnya Lidah
yang baik itu yang bagaimana Bhante ?
Bhikkhu : Sebelum
nantinya Anda membagikan buku-buku Dhamma itu kepada orang lain, sebaiknya Anda
baca lagi Dhammapada Bala Vagga 64 dan 65,
itu saran dari saya.
Umat : Anumodana
Bhante…(berpamitan untuk pulang). Nanti setelah sampai di rumah, saya akan
segera membuka buku Dhammapada itu .
Bhikkhu : Sadhu…sadhu…sadhu….(sambil
berbalik kanan, sang bhante berkata lirih kepada dirinya sendiri sambil garuk-garuk
kepala padahal tidak gatal: ‘ono-ono wae
maceme umat Buddhis iki…’ / Ada-ada saja macamnya umat Buddhis ini..)
:D
****
Orang bodoh, walaupun selama hidupnya
bergaul dengan orang bijaksana,
tetap tidak akan mengerti Dhamma,
bagaikan sendok yang tidak dapat merasakan
rasa sayur.
Walaupun hanya sesaat saja orang pandai
bergaul dengan orang bijaksana,
namun dengan segera ia akan dapat mengerti Dhamma,
bagaikan lidah yang dapat merasakan rasa
sayur.
(Dhammapada 64-65)
Dari ilustrasi dialog tersebut diatas, kita mendapatkan suatu
pelajaran Dhamma yaitu ; menjadi umat Buddha bukan dilihat dari berapa lama
(senioritas) kita menjadi umat Buddha, karena tujuan utama Sang Buddha
mengajarkan Dhamma dari sejak dahulu, saat ini dan kelak di masa yang akan
datang adalah untuk membebaskan diri dari Penderitaan yaitu dengan tidak
berbuat kejahatan (Sila), senantiasa
mengembangkan kebajikan (Panna) dan
membersihkan batin (Samadhi).
Dhamma ada dimana-mana
Dhamma bukan hanya ada di Kitab Suci atau buku-buku, dan
Dhamma bukan hanya terdapat dalam ceramah-ceramah para bhikkhu, tapi Dhamma berada
didalam kehidupan kita sehari-hari.
Belum cukup jika hanya mempelajari
Dhamma.
Puja bakti saja belum dapat membebaskan seseorang dari
penderitaan. Bila ada umat Buddha yang berpendapat bahwa dengan melaksanakan
puja bakti saja maka seseorang dapat terbebas dari penderitaan atau mencapai Nibbana,
maka pendapat ini merupakan “Pandangan Keliru”. Sebab jika kita hanya
melaksanakan puja bakti saja, dengan tidak melaksanakan sila dan mengembangkan
samadhi maka pencapaian kesucian batin adalah tidak mungkin dapat dicapai.
Segala bentuk pelaksanaan tata cara /upacara dalam puja
bhakti hanyalah sebagai pelatihan untuk mengarahkan perbuatan kita melalui hal
yang positif, konsentrasi dan menanam kamma baik melalui jasmani, ucapan dan
pikiran yang benar, dan selanjutnya hasil dari latihan-latihan itu diharapkan dapat
di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sangatlah tidak cukup jika kita belajar Dhamma hanya dengan
cara membaca Kitab Suci atau buku-buku
Dhamma saja, demikian pula sebaliknya, umat Buddhis yang hanya ‘mementingkan
praktik’ dengan membuta terhadap Sutta-Sutta yang merupakan instruksi Sang
Buddha, tidak akan dapat memastikan dirinya bahwa apa yang dipraktekkannya itu
sudah sesuai dengan jalan yang benar atau jangan-jangan malah menjauh dari
Ajaran Buddha ?!.
Olehkarenanya, untuk dapat mengerti dan memahami dengan benar
mengenai Buddha Dhamma, maka kita harus melaksanakan tiga cara / 3 jalan
dibawah ini :
1. Mempelajari Dhamma secara teori (Pariyatti Dhamma), dalam hal ini yaitu,
mempelajari dengan tekun Kitab Suci Tipitaka atau mendengarkan Dhamma melalui
ceramah-ceramah para bhikkhu /dhammaduta (sekarang bisa melalui media
elektronik spt. MP3, CD atau VCD)
2. Melaksanakan (mempraktikkan) Dhamma tersebut di
dalam kehidupan sehari-hari. ( Patipatti
Dhamma).
3. Hasil (penembusan), yaitu hasil menganalisa dan
merealisasi kejadian- kejadian hidup melalui Samadhi (meditasi) hingga
merealisasi Kebebasan Mutlak. ( Pativedha
Dhamma )
Mengenai hal itu,
Sang Buddha pernah bersabda :
“ Tidaklah mungkin, O para siswa,
untuk menguasai Samadhi tanpa menguasai
sila.
Tidaklah mungkin pula untuk menguasai Panna
tanpa menguasai Samadhi. ”
(Majjhima Nikaya 10 : Satipatthana Sutta)
Dengan mencermati Sabda Sang Buddha tsb. diatas, maka dapat
di pahami bahwasanya “Praktek Dhamma” bukanlah hanya terbatas pada pengertian
yang sempit dan terfokus pada praktek Samadhi/Meditasi saja, atau Upacara-upacara
puja bakti dan Moralitas saja dan atau berdasarkan Kebijaksanaan (Panna) saja.
Namun perlu dipahami bahwa pengelompokan 3 inti Dhamma yaitu : Sila, Samadhi,
dan Panna itu sendiri hanyalah merupakan ‘Pengelompokan’ dari masing-masing
unsur dhamma yang terdapat dalam ‘Jalan Mulia Berunsur Delapan‘, dan di dalam
Praktik/pelaksanaannya adalah merupakan SATU KESATUAN yang tidak dapat di pilih
dan dipisah-pisahkan seperti misalnya kita memilih praktik Sila-nya dulu -baru
praktik yang lain, atau memilih praktik Samadhi-nya dulu-baru melaksanakan Sila
atau Panna, tidak bisa demikian ! Jadi dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara
berbarengan sekaligus ketiga-tiganya!!
Dengan demikian semoga kita sebagai umat Buddhis ‘yang berpandangan
secara Buddhis’ diharapkan tidak lagi berpandangan sempit - apalagi
berpandangan salah terhadap pengertian serta pemahaman dari makna ‘Belajar dan Praktik
Buddha Dhamma’ ini.
6 september 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar