MENGEMBANGKAN RASA KEBERSAMAAN
Oleh : Samanera Aryadi
Indasiri
Jika kita bertanya kepada setiap orang
mengenai apa itu kebersamaan? Tentu jawaban yang kita dapatkan dari orang yang
satu dengan yang lain akan berbeda. Karena pengertian dan pemahaman dari setiap
orang tentang kebersamaan itu sendiri berbeda-beda. Walaupun begitu,
kebersamaan yang diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tidaklah menjadi
masalah. Yang paling penting adalah bagaimana kita memperaktekkan rasa
kebersamaan itu sendiri di dalam kehidupan sehari-hari. Karena kalau kita hanya
berteori, itu hanya akan menambah kesombongan dan ego, serta tidak akan membawa
perubahan sikap pada diri kita.
Pada zaman sekarang ini banyak orang-orang
yang mengerti dan memahami apa itu kebersamaan, akan tetapi itu hanya menjadi
teori. Orang sering mengorbankan orang lain demi keinginannya. Untuk memuaskan
keinginannya, seseorang tidak segan-segan untuk berkelahi, membunuh, menipu,
berbohong dan melakukan berbagai bentuk kejahatan. Bahkan manusia menjadi
sangat kejam dari pada binatang. Sehingga orang menjadi sulit untuk
berdampingan dengan damai dengan sesamanya.
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
bisa hidup tampa bantuan orang lain, karena kita saling membutuhkan atau saling
melengkapi antara orang yang satu dengan orang yang lain. Tetapi, ketika kita
hidup bersama dengan orang lain di dalam suatu kelompok atau masyarakat, malah
sering terjadi suatu percecokkan yang terkadang sampai memakan korban hanya
karena perbedaan pandangan atau keyakinan. Hal ini disebabkan kurangnya rasa
kebersamaan itu sendiri, sehingga cederung hanya memikirkan dirinya sendiri.
Tentu akan berbeda jika kita mengembangkan
rasa kebersamaan dan menghormati perbedaan antara yang satu dengan yang lain.
Tidak selalu melihat kesalahan orang lain. Tidak mengidealkan orang untuk
selalu sesuai dengan keinginan kita. Tidak saling menjatuhkan, tetapi saling
mengisi. Maka akan tercipta kedamaian dalam hidup.
Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di
Jepang.
Ketika sedang merenovasi sebuah rumah,
seseorang mencoba merontokan tembok. Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang
kosong di antara tembok yang terbuat dari kayu. Ketika tembok mulai rontok, dia
menemukan seekor kadal terperangkap di antara ruang kosong itu karena kakinya
melekat pada sebuah paku. Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika
dia mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada disitu 10 tahun lalu
ketika rumah itu pertama kali dibangun.
Apa yang terjadi? Bagaimana kadal itu dapat
bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun?
Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa
bergerak sedikitpun, itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal.
Orang itu lalu berpikir, bagaimana kadal itu dapat bertahan hidup selama 10
tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu!
Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan
memperhatikan kadal itu, apa
yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga dapat
bertahan. Kemudian, tidak tahu darimana datangnya, seekor kadal lain muncul dengan makanan
di mulutnya.
Astaga! Orang itu merasa kaget dan terharu
melihat hal itu. Ternyata ada seekor kadal lain yang selalu memperhatikan kadal
yang terperangkap itu selama 10 tahun. Sungguh ini sebuah cinta. Cinta yang
indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor kadal
itu.
Coba bayangkan, kadal itu tidak pernah
menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun.
Lalu bagaimana dengan kita pernahkah kita memikirkan hubungan yang terjalin
antara keluarga, teman, dan orang-orang di sekitar kita?
Jika seekor kadal saja bisa seperti itu,
mengapa kita sebagai manusia tidak bisa melakukan hal yang bermanfaat dan
berguna bagi orang lain? Kita dapat mempertahankan hidup berkomunitas dengan
saling membantu dan menyokong mereka yang memerlukan. Bagaimana kita sebagai
manusia bertindak dalam keluarga dan masyarakat seperti kisah kadal di atas?
Dalam kehidupan bekeluarga dan bermayarakat
kita hendaknya saling mengingatkan, saling mencintai, saling menghormati,
saling menolong dan menghindari percekcokkan guna menunjang kerukunan dan
kebersamaan.
Dalam Anguttara Nikâya ada beberapa cara agar hal ini dapat terwujud,
yaitu:
·
Memancarkan cinta kasih dalam
perbuatan
·
Memancarkan cinta kasih dalam
ucapan
·
Memancarkan cinta kasih dalam
pikiran
·
Memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk ikut menikmati apa yang diperoleh secara benar.
·
Mempunyai tingkah laku yang baik
atau menjalankan kemoralan (sîla)
·
Mempunyai ukuran yang sama dengan
orang bijaksana megenai pandangan hidup yang benar.
a. Memancarkan
cinta kasih dalam perbuatan,
yaitu dengan cara ringan tangan membantu
keluarga yang membutuhkan terutama orang tua. Semua itu dilakukan dengan
kelembutan dan kasih sayang. Sehingga ada rasa bahagia dan damai, baik bagi
yang memberi maupun yang dibantu.
b. Memancarkan cinta kasih dalam ucapan,
yaitu menghindari kata-kata kasar, memfitnah,
omong kosong, dan berbohong. Dengan bertutur kata yang ramah dan sopan maka
tidak akan timbul pertengkaran maupun keributan dan permusuhan antara anggota
keluarga maupun lingkungan sekitar.
c. Memancarkan cinta kasih dalam
pikiran,
yaitu dengan selalu melatih pikiran
berdasarkan cinta kasih, kasih dan sayang, tidak berpikir buruk maupun
berpasangka buruk terhadap orang lain.
d. Memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk ikut menikmati apa yang diperoleh secara benar,
yaitu dengan cara berdana, sarana atau
fasilitas pribadi bisa dinikmati oleh anggota keluarga yang lain. Sehingga akan
timbul rasa turut berbahagia terhadap sesama anggota keluarga, sehingga tidak
ada iri hati, kikir dan mementingkan diri sendiri.
e. Mempunyai tingkah laku yang baik atau
menjalankan kemoralan (sîla),
dengan menjalankan Pañcasîla Buddhis; tidak
membunuh, tidak mencuri, tidak berbuat asusila, tidak mengucapkan kata-kata
yang tidak benar, tidak mengkonsumsi makanan/ minuman yang dapat menyebabkan
lemahnya kesadaran. Dengan demikian tidak akan ada keributan yang timbul,
sehingga sesama anggota keluarga dan lingkungan akan aman.
f. Mempunyai ukuran yang sama dengan
orang bijaksana mengenai pandangan hidup yang benar.
Dalam hal ini kita berusaha untuk selalu
berpegang pada Buddha Dhamma. Mengerti mana yang baik dan mana yang buruk, tahu
mana yang benar dan mana yang salah, bermanfaat dan tidak mermanfaat. Sehingga
dapat menjalankan semua kegiatan tanpa bertentangan dengan Dhamma.
Dengan menjalankan keenam hal ini maka kita
akan selalu saling mencintai, saling menghormati, saling menolong dan
menghindari percekcokkan sehingga menunjang kerukunan dan kebersamaan.
Mari kita semua berusaha untuk selalu
mengembangkan keenam hal ini untuk mengembangkan rasa keberamaan mewujudkan
kedamaian dan keharmoisan antara sesama.
Seperti nasihat Sang Buddha:
‘Sungguh bahagia
jika kita hidup
tanpa membenci di antara orang-orang yang membenci;
di antara
orang-orang yang membenci kita hidup tanpa benci.
(Dhammapada, Sukha vagga
197)
Refrensi:
-
www. resensi.net
-
Dhammananda, Sri. 2005. Keyakinan
Umat Buddha. Yayasan Penerbit Karaniya.
-
Dhammananda K Sri.Dr . 2005. You
& Your Problems. Bogor: Vipassana Giri Ratana.
-
Tim Penyusun. 2003. Pengetahuan
Dhamma. Jakarta: CV Dewi Kayana Abadi.
-
Kitab Suci Dhammapada. 2001.
Yayasan Dhammadîpa Ârâma
-oOo-
Mari berpartisipasi dlm diskusi intelektual di blog satriopiningitmuncul.wordpress.com
BalasHapus