KISAH GADIS PENENUN
Dhammapada XIII: 174
Pada akhir upacara pemberian dana makanan di Alavi,
Sang Buddha memberikan khotbah tentang ketidak-kekalan dari kumpulan-kumpulan
kehidupan (khanda). Pada hari itu Sang Buddha menekankan hal utama yang dapat
dijelaskan seperti dibawah ini:
"Hidupku adalah tidak pasti; bagiku, hanya
kematianlah satu-satunya yang pasti. Aku pasti mati; hidupku berakhir dengan
kematian. Hidup tidaklah pasti; kematian adalah pasti".
Sang Buddha juga menasehati orang-orang yang
mendengarkan Beliau agar selalu sadar dan berusaha untuk memahami kesunyataan
tentang kelompok kehidupan (khanda).
Beliau juga berkata, "Seperti seseorang yang
bersenjatakan tongkat atau tombak telah bersiap untuk bertemu dengan musuh
(misal seekor ular berbisa), demikian pula halnya seseorang yang selalu sadar
terhadap kematian akan menghadapi kematian dengan penuh kesadaran. Kemudian ia
akan meninggalkan dunia ini untuk mencapai tujuan kebahagiaan (sugati)".
Banyak orang yang tidak memperhatikan penjelasan di
atas dengan serius, tetapi seorang gadis penenun muda berusia enam belas tahun
mengerti makna penjelasan tersebut. Setelah memberikan khotbah, Sang Buddha
kembali ke Vihara Jetavana.
Selang tiga tahun kemudian, ketika Sang Buddha melihat
dunia kehidupan, Beliau melihat penenun muda, dan mengetahui bahwa sudah
saatnya bagi gadis itu untuk mencapai
tingkat kesucian sotappati. Sehingga Sang Buddha datang ke negara Alavi untuk
menjelaskan Dhamma untuk kedua kalinya. Ketika sang gadis mendengar bahwa Sang
Buddha telah tiba beserta lima ratus bhikkhu, dia ingin pergi dan mendengarkan
khotbah yang akan diberikan oleh Sang Buddha. Tetapi, ayahnya juga meminta
kepadanya untuk menggulung beberapa gulungan benang yang dibutuhkan dengan
segera, sehingga dia dengan cepat menggulung beberapa gulungan dan membawanya
kepada ayahnya. Dalam perjalanan menuju ke tempat ayahnya berada, dia berhenti
untuk sementara di samping orang-orang yang
telah tiba untuk mendengarkan khotbah Sang Buddha.
Ketika itu Sang Buddha mengetahui bahwa gadis penenun
muda akan datang untuk mendengarkan khotbah-Nya; Beliau juga mengetahui bahwa
sang gadis akan meninggal pada saat dia pergi ke tempat penenunan. Oleh karena
itu, sangatlah penting baginya untuk mendengarkan Dhamma dalam perjalanan
menuju tempat penenunan dan bukan pada saat dia kembali. Jadi, ketika gadis
penenun muda itu muncul dalam kumpulan orang-orang, Sang Buddha melihatnya.
Ketika dia melihat Sang Buddha menatapnya, dia menjatuhkan keranjangnya dan
dengan penuh hormat mendekati Sang Buddha. Kemudian Sang Buddha memberikan
empat pertanyaan kepadanya dan dia menjawab semua pertanyaan tersebut.
Pertanyan dan jawaban diberikan seperti dibawah ini:
Pertanyaan 1 :
Dari mana asalmu?
·
Jawaban 1 : Saya tidak tahu.
Pertanyaan 2 :
Kemana kamu akan pergi?
·
Jawaban 2 : Saya tidak tahu.
Pertanyaan 3 :
Tidakkah kau tahu?
·
Jawaban 3 : Ya, saya tahu.
Pertanyaan 4 :
Tahukah kamu?
·
Jawaban 4 : Saya tidak tahu, Bhante
Mendengar jawaban itu, orang-orang berpikir bahwa
gadis penenun muda sangat tidak hormat. Kemudian, Sang Buddha meminta untuk
menjelaskan apa maksud jawabannya, dan diapun menjelaskan.
"Bhante! Engkau tahu bahwa saya datang dari rumah
saya; saya mengartikan pertanyaan pertama anda, anda bermaksud untuk menanyakan
dari kehidupan yang lampau manakah saya datang. Karena itu jawaban saya, 'Saya
tidak tahu'.
Maksud pertanyaan kedua, pada kehidupan yang akan
datang manakah akan saya tempuh setelah ini; oleh karena itu jawaban saya,
'Saya tidak tahu'.
Maksud pertanyaan ketiga, apakah saya tidak tahu bahwa
suatu hari saya akan meninggal dunia; oleh karena itu jawaban saya, 'Ya, saya
tahu'.
Maksud pertanyaan terakhir apakah saya tahu kapan saya
akan meninggal dunia; oleh karena itu jawaban saya, 'Saya tidak tahu'".
Sang Buddha sangat puas dengan penjelasannya dan berkata
kepada orang-orang yang hadir, "Banyak dari kalian yang mungkin tidak
mengerti dengan jelas maksud dari jawaban yang diberikan oleh gadis penenun
muda. Mereka yang bodoh berada dalam kegelapan, seperti orang buta".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
174 berikut:
Dunia ini terselubung kegelapan,
dan hanya sedikit orang yang dapat
melihat dengan jelas.
Bagaikan burung-burung kena jerat,
hanya sedikit yang dapat melepaskan
diri;
demikian pula hanya sedikit orang yang
dapat pergi ke alam surga.
Gadis penenun muda mencapai tingkat kesucian sotapatti
setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Kemudian, dia melanjutkan perjalanannya menuju tempat
penenunan. Ketika dia sampai disana, ayahnya tertidur di atas kursi peralatan
tenun. Saat ayahnya terbangun dengan tiba-tiba, dia dengan tidak sengaja
menarik gulungan dan ujung gulungan menusuk tepat di dada sang gadis. Gadis
penenun muda meninggal dunia di tempat itu juga, dan ayahnya sangat sedih.
Dengan berlinangan air mata ayah gadis itu pergi menghadap Sang Buddha dan
memohon agar Sang Buddha menerimanya sebagai bhikkhu. Kemudian, dia menjadi
seorang bhikkhu, dan tidak lama setelah itu mencapai tingkat kesucian
arahat.***
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar