AJARAN
SANG BUDDHA
0leh: Bhikkhu Thitaketuko Thera
Agama Buddha dilihat dalam bentuk
kesederhanaannya, seolah-olah dilupakan oleh orang-orang, tetapi ia mempunyai
daya tarik yang kuat dalam zaman atau masa dunia tertentu, yaitu dalam zaman
KALI-YUGA. Orang India yang beragama Hindu membagi zaman ini menjadi empat
bagian, yang beredar terus silih berganti. Keempatnya itu adalah:
1. Zaman KERTA YUGA
yaitu zaman yang tentram, aman,
kehidupan manusia makmur, suasana alam baik dan mendukung kesejahteraan
kehidupan manusia, kejahatan sangat kurang, keagamaan masih kuat mewarnai
kehidupan orang.
2. Zaman TRETA YUGA
yaitu zaman benkutnya di mana
ajaran-ajaran agama masih dianut dengan baik, ketentraman dan keamanan mulai
berkurang, keadilan makin mulai berkurang, kejahatan mulai berkembang lebih
banyak dan ketidakpuasan mulai meliputi kehidupan manusia.
3. Zaman DWAPARA YUGA
yaitu zaman yang mulai bercorak banyak
pertentangan dan percekcokan, tingkah laku manusia mulai menimbulkan banyak
keonaran, pelajaran Agama mulai kurang mendapat perhatian, penderitaan
kehidupan mulai lebih terasa.
4. Zaman KALI YUGA
yaitu zaman yang paling kurang baik,
dimana manusia terasa hidupnya mulai panas dan mudah terangsang oleh hal-hal
yang negatif, mudah menjadi buas dan sadis, moralnya seolah-olah lenyap,
perkelahian dan peperangan banyak terjadi. Agama seolah-olah tersingkir dari
kehidupan manusia, yang lebih banyak dicengkeram oleh dosa, lobha danmoha
(kebencian, ketamakan dan kegelapan batin), bencana alam banyak terjadi yang
menantang kehidupan manusia.
Menurut orang-orang yang senang
berfilsafat dan utak-utik kebatinan, zaman yang sekarang ini adalah dikatakan
zaman KALI YUGA. Mereka mencocok-cocokan apa yang tertulis di dalam
lontar-lontar kuno dengan kejadian-kejadian sekarang ini. Ada ditulis dalam
lontar SUTASOMA mengenai sikap orang terhadap Ajaran Agama, dikatakan pada zaman
Kerta Yugamaupun Treta Yuga orang-orang masih kuat dipengaruhi oleh ajaran
agama dan moralnya lebih tinggi. Tetapi pada zaman berikutnya mulai sekarang
terutama pada zaman Kali Yuga ini, Ajaran agama kelihatan hanya dijadikan suatu
pola kecerdasan berpikir dan segi moralnya menjadi hampir lenyap. Dalam
kehidupan yang kacau balau dalam zaman Kali Yuga ini, orang lalu mengarahkan
pandangannya ke arah AjaranNya SANG BUDDHA yang mengandung unsur mengendalikan
kehidupan ini dari kemerosotan dan kehancuran moral itu. Hal ini dikatakan di
dalam naskah kuno itu Ajaran Sang Buddha akan mendapat sorotan dan dipelajari
serta dipraktekkan dalam kehidupannya. Pernah dikatakan oleh pakar ilmu
pengetahuan yaitu Bapak Einstein, di Barat pada zaman kemajuan teknik ini, bahwa
Agama Buddha akan menjadi agama di masa yang akan datang. Dalam hal ini mungkin
bukan bentuk agamanya yang akan menjadi sasarannya, tetapi inti sari dari
Ajaran Sang Buddha itu sendiri. Kalau kiranya hal itu benar demikian apakah
kiranya yang menjadi daya tarik di dalam Ajaran Sang Buddha ini...?
Dalam hal ini marilah kita meninjau
sekedar perkembangan sejarah kebudayaan manusia. Dikatakan bahwa paham dan
pelajaran agama pada umumnya muncul di daerah timur yaitu di Asia, dan
berkembang seterusnya mempengaruhi segala segi kehidupan dan kebudayaan
manusia. Seperti kita mengetahui bahwa ajaran agama itu adalah didasari oleh
perasaan atau emosi yang cenderung pada keamanan, ketenangan, kegairahan,
kesejahteraan dan kebahagiaan dan harapan-harapan yang tinggi lainnya dalam
kehidupan ini, serta yang dapat mengembangkan perasaan-perasaan yang halus yang
menimbulkan ilmu-ilmu yang bercorak mistik. Dan kalau hal ini tidak disadari,
ia dapat dinodai dan dikotori oleh loba, dosa dan moha(keserakahan, kebencian
dan kegelapan batin) yang menimbulkan keonaran dan bencana dalam kehidupan
dirinya maupun orang lain. Dan demikianlah hal ini berkembang menjadi corak
kehidupan orang Timur.
Di samping itu, kalau kita mengikuti
sejarah perkembangan kehidupan orang-orang di Barat kita akan melihat proses
yang berbeda. Di Barat corak perkembangan kehidupan manusia pada umumnya adalah
didasari oleh perkembangan rasio, logika pemikiran yang bercorak intelektual
yang cenderung menuju kehidupan yang bergairah, menyenangkan, kesejahteraan dan
berbahagia. Dan hal ini berkembang yang menimbulkan bermacam-macam filsafat
kehidupan baik yang bercorak batiniah maupun yang bercorak duniawi atau materi.
Ini berkembang meliputi segala segi-segi kehidupan, dan selanjutnya berkembang
menimbulkan bermacam-macam ilmu pengetahuan yang menghasilkan segala macam
alat-alat kehidupan untuk meningkatkan kegairahan, kenyamanan kehidupan serta
memperkembangkan kekuasaannya, dengan menciptakan barang-barang elektronik yang
sangat rumit dan mengagumkan daya kerjanya dan juga alat-alat peperangan yang
mutakhir yang dahsyat hebat dan mengerikan seperti apa yang dapat kita saksikan
pada masa sekarang ini. Melalui intelek yang tinggi dan pemikiran yang tajam
dan telah terlatih mereka seolah-olah telah dapat menguasai materi dan dunia
ini, bahkan telah dapat menjelajahi luar angkasa (ke bulan, dllnya). Memang
kelihatannya mereka telah dapat menguasai semuanya tetapi..., mereka belum
dapat menguasai dirinya sendiri. Dengan mengembangkan pemikiran dan intelektualnya
saja, mereka dengan tidak disadari akan makin dikuasai oleh loba, dosa dan
moha, sehingga tidak dapat membedakan apa yang baik dan apa yang tidak baik,
apa yang berguna dan apa yang tidak berguna, apa yang menyebabkan kesejahteraan
dan apa yang menyeret ke dalam penderitaan dalam kehidupan ini.
Andai kata barang-barang yang
diciptakan itu digunakan atas dasar loba, dosa dan moha yang didorong oleh
ambisi yang tidak didasari, betapa besar malapetaka yang akan timbul seperti
ledakan bom atom yang terjadi pada perang dunia ke 2 di Jepang yang baru lalu.
Setelah melihat gejala-gejala yang tidak diingini seperti sekarang ini yang
dianggap kurang berhasilnya penerapan ajaran agama dengan baik serta kurang
efektifnya hasil pemikiran (intelek), yang pada hakekatnya diharapkan agar
mendapat ketenangan, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan ini, lalu
timbul pendapat yang mengatakan bahwa agama yang berdasarkan emosi dan ilmu
pengetahuan yang berdasarkan intelek itu harus dipadukan dengan kuat dalam melaksanakan
kehidupan sehari-hari agar tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan dalam
kehidupan ini. Dan dalam hal ini telah diusahakan untuk melaksanakannya.
Dikatakannya: Hidup berdasarkan intelek saja akan menjadi keras, egois dan
kejam; hidup berdasarkan agama (emosi) saja akan menjadi fanatik, sempit dan
suram. Sebenarnya apa yang kurang dalam diri kita ini...?
Menurut Ajaran Sang Buddha manusia ini
terdiri dari Jasmani dan Batin. Batin terdiri dari perasaan, pencerapan,
bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran. Dalam kehidupan sehari-hari kelima unsur
atau faktor kehidupan ini harus dikembangkan, dilatih dan digunakan secara
seimbang; seperti disinggung pada uraian di atas, bahwa agama berdasarkan
perkembangan emosi (perasaan) dan ilmu pengetahuan berdasarkan perkembangan
intelek (pemikiran), dan dalam hal ini tidak ada disinggung atau diperhatikan
mengenai perkembangan kesadaran. Di dalam ajaran Sang Buddha justru faktor
kesadaran ini sangat diperhatikan dan dilatih perkembangannya. Dan faktor-faktor
yang lain, yaitu jasmani dan pencerapan akan berkembang sesuai dan selaras
dengan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Apakah
faktor KESADARAN itu...?
Kesadaran ialah faktor batin yang berfungsi untuk menyadari, melihat, menyoroti
atau memperhatikan gerak-gerik pikiran, perasaan dan jasmani yang timbul setiap
saat silih berganti sepanjang waktu. Hal ini tentunya memerlukan latihan yang
sungguh-sungguh dengan seksama dan berlanjut terus, lambat laun kesadaran itu
akan makin kuat dan makin tajam dan akhirnya dapat bekerja secara otomatis
sesuai dengan fungsi seperti yang kita arahkan yaitu: Menyadari, mengenal,
mengerti dan melepas. Dalam perkembangan mengenal dan mengerti itu akan
berkembang kebijaksanaan yang merupakan kemampuan untuk membeda-bedakan yang
baik dan buruk, yang berguna dan yang tidak berguna, yang menimbulkan
penderitaan dan yang membawa kesejahteraan dalam kehidupan. Dan mengenai fungsi
melepas adalah merupakan hal yang penting di mana kita berusaha melepaskan
suatu proses yang muncul yang berasal dari karma-karma yang lalu, terutama
hal-hal yang jelek, yang negatif yang membawa kita ke dalam penderitaan yang
berat.
Dengan demikian kita sedikit demi
sedikit berjuang membebaskan diri dari belenggu-belenggu kehidupan ini dari
belenggu yang kasar sampai belenggu yang sekecil-kecilnya dan sehalus-halusnya
yang merupakan konsep-konsep kehidupan yang disebut 'AKU' atau EGO yang
merupakan bibit ketegangan dan kekacauan serta penderitaan dalam diri sendiri
dan dalam masyarakat. Hal inilah yang sekarang menjadi sorotan bagi para ahli
pikir di Barat maupun di Timur, yang kiranya kurang tersentuh dalam aktivitas
kehidupan. Sedangkan dalam Ajaran Sang Buddha, kesadaran ini menjadi inti sari
dari pelaksanaan ajaranNya, yang sering diulang-ulangi dalam
khotbah-khotbahNya. Sekarang Ajaran Sang Buddha yang merupakan agama kembali
lagi dikenal di Indonesia adalah dimulai dengan ajaran 'KESADARAN'-nya yang
bersamaan dengan cara melatih mengembangkannya yang disebut dengan latihan
MEDITASI VIPASSANA BHAVANA seperti yang diadakan di beberapa Vihara-Vihara yang
antara lain adalah di Malang di Vihara Dhammadipa Arama, di Bali yaitu di
Brahma Vihara Arama-Banjar, dan di Semarang di Vihara Buddha Gaya-Watugong, di
Bogor di Vihara Saung Paramitha, dan lain sebagainya.
Sebenarnya latihan meditasi Vipassana
itu bukannya saja dapat dilakukan di Vihara-vihara atau di tempat yang sunyi
dan terpencil, tetapi bagus sekali kalau sudah dapat melaksanakan di
rumah-rumah dalam kegiatan kehidupan sehari-hari. Tetapi harus mempunyai bekal
pengalaman dan pengertian mengenai meditasi itu.***
Sumber:
30 Tahun Padepokan Dhammadipa Arama, Batu-Malang.
-oOo-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar