KISAH SAMANERA SANU
Dhammapada XXIII: 326
Suatu hari, Samanera Sanu didesak oleh para bhikkhu
yang lebih tua untuk naik ke atas mimbar dan mengulang bagian-bagian dari
Dhamma yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha.
Ketika ia telah menyelesaikan pengulangannya, ia
dengan sungguh-sungguh menyebut, "Semoga jasa-jasa yang telah saya peroleh
hari ini dengan mengulang syair-syair mulia ini, dinikmati pula oleh ibu dan
ayah saya".
Saat itu, dewa-dewa dan raksasa yang pernah menjadi
ibu samanera muda ini dalam kehidupan lampaunya turut mendengarkan
pengulangannya.
Ketika mereka mendengar kata-kata itu, raksasa
tersebut sangat gembira dan dengan cepat berteriak, "Putraku sayang,
betapa bahagianya saya dapat ikut menikmati jasamu; kau telah melakukannya
dengan baik, putraku. Sangat baik! Sangat baik! (Sadhu! Sadhu!)".
Karena jasa Samanera Sanu, dewa dan raksasa yang
pernah menjadi ibunya menjadi sangat dihormati dan diberi tempat yang utama
dalam perkumpulan mereka oleh para dewa dan raksasa lainnya.
Saat samanera tersebut tumbuh menjadi lebih tua, ia
ingin kembali pada kehidupan sebagai umat biasa; ia pergi ke rumahnya dan
meminta pakaiannya dari ibunya. Ibunya tidak ingin ia meninggalkan Sangha dan
mencoba agar ia tidak melakukan hal itu, tetapi ia tetap teguh dengan
keputusannya. Untuk mengulur waktu, ibunya menjanjikan untuk memberinya pakaian
setelah bersantap makanan.
Saat ibunya sedang sibuk memasak makanannya, raksasa
yang pernah menjadi ibunya dalam suatu kehidupan yang lampau berpikir,
"Jika putraku —Sanu meninggalkan Sangha, saya akan malu dan menjadi
tertawaan di antara raksasa dan dewa yang lain. Saya harus mencoba dan
menghentikannya agar tidak meninggalkan Sangha".
Kemudian samanera muda dirasuki oleh raksasa tersebut.
Anak laki-laki itu berguling-guling di lantai, berkomat-kamit tidak keruan
dengan air liur berleleran dari mulutnya. Sang ibu merasa ada bahaya; tetangga
berdatangan dan mencoba untuk mengusir makhluk halus tersebut.
Kemudian, raksasa itu berbicara, "Samanera ini
ingin meninggalkan Sangha dan kembali pada kehidupan umat awam; jika ia berbuat
demikian maka ia tidak akan dapat lepas dari dukkha".
Setelah mengucapkan kata-kata ini, raksasa tersebut
meninggalkan tubuh anak laki-laki tersebut dan anak tersebut menjadi normal
kembali.
Melihat ibunya menangis dan para tetangga berkumpul di
sekitarnya, ia bertanya apa yang telah terjadi. Ibunya menceritakan pada
mereka, semua yang telah terjadi pada samanera muda anaknya dan juga
menjelaskan pada mereka bahwa untuk kembali pada kehidupan umat awam setelah
meninggalkan Sangha adalah sangat bodoh. Sesungguhnya, meskipun hidup ia
seperti orang mati.
Samanera tersebut kemudian menyadari kesalahannya.
Dengan membawa tiga jubah dari ibunya, ia kembali ke vihara dan segera diterima
sebagai seorang bhikkhu.
Ketika berkata tentang Samanera Sanu, Sang Buddha yang
berharap untuk mengajar tentang latihan batin berkata, "AnakKu, seseorang
yang tidak mengendalikan pikirannya, yang mengembara ke mana-mana, tidak dapat
menemukan kebahagiaan. Karena itu, kendalikanlah pikiranmu seperti seorang
pelatih gajah mengendalikan seekor gajah".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
326 berikut:
Dahulu pikiran ini mengembara,
pergi kepada objek-objek yang disukai,
diingini dan kemana yang dikehendaki.
Sekarang aku akan mengendalikannya
dengan penuh perhatian,
seperti seorang penjinak gajah
mengendalikan gajah dengan kaitan besi.
Pada
saat khotbah Dhamma itu berakhir, Bhikkhu Sanu memahami 'Empat Kebenaran
Mulia'. Kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar