KEHIDUPAN AYAM HUTAN YANG MULIA
(Hidup Saling Menghormati dan Menghargai)
Di petik dan di edit seperlunya oleh :
Upa. Amaro Tanhadi
Ketika
Sang Buddha berada di Savatthi, Beliau memberikan wejangan Dhamma kepada para
bhikkhu dengan sebuah cerita kelahiran “Kehidupan ayam hutan yang mulia”,
demikianlah kisah yang dibabarkan oleh Sang Buddha :
Pada
suatu waktu, o para bhikkhu, di suatu tempat di Himalaya ada sebuah pohon
beringin yang amat besar, di bawah pohon itu hidup tiga sekawan. Mereka dalah
ayam hutan, gajah dan kera. Mereka sering bersikap kasar dan saling mencela
satu sama lain, dan mereka hidup tanpa memikirkan antara satu dengan yang
lainnya. Mereka berpikir : “ Jika saja kita dapat menetapkan siapa yang tertua
di antara kita, maka kita dapat menghormati, menghargai, memuji dan memuliakan
serta mematuhi nasihatnya.”
Ayam
hutan dan kera bertanya kepada gajah : “ Sejauh manakah engkau mengingat masa
lalu ?”
“ Ketika aku masih kanak-kanak, aku dapat
berjalan melangkahi pohon beringin ini, sehingga ia ada di sela-sela kakiku dan
ujungnya menyentuh perutku,” jawab gajah.
Kemudian
ayam hutan dan gajah itu bertanya kepada kera : “ Sejauh manakah engkau
mengingat masa lalu ?”
“
Ketika aku masih bayi, aku dapat duduk di atas tanah dan mengunyah pucuk pohon
ini,” jawab kera.
Kemudian
gajah dan kera bertanya kepada ayam hutan : “Sejauh manakah engkau mengingat
masa lalu ?”
“
Di suatu tempat ada sebatang pohon beringin, aku memakan salah satu bijinya dan
membuangnya lewat kotoran dan pohon beringin ini tumbuh dari biji itu. Jadi aku
lebih tua dari kalian berdua.” jawab ayam hutan.
Kemudian
gajah dan kera itu berkata kepada ayam hutan : “ Engkau lebih tua daripada kita
berdua. Kami akan menghormati, menghargai, memuji dan memuliakan engkau serta mematuhi
nasihatmu.”
Sejak
saat itu, mereka saling menghormati dan menghargai serta saling memikirkan satu
sama lain.
Setelah
menceritakan kisah tersebut, Sang Buddha memberikan nasihatNya kepada para
bhikkhu : “ Maka, o para bhikkhu, hewan-hewan tersebut dapat saling menghormati
dan menghargai, serta hidup saling memikirkan antara satu dengan lainnya, cobalah
tiru mereka. Jika kalian saling bersikap kasar dan menghina, serta hidup tanpa
memikirkan satu sama lain dibawah Dhamma dan Vinaya yang sudah dinyatakan
dengan sempurna seperti ini, maka sikap seperti itu sama halnya dengan kalian tidak
memberikan kepercayaan bagi mereka yang sudah percaya; dan sebaliknya, hal itu
mengakibatkan bagi mereka yang tidak percaya untuk tetap tidak percaya, dan
membahayakan bagi yang sudah percaya menjadi tidak percaya lagi terhadap Dhamma
dan Vinaya ini.”
(Vinaya.
Cv. Kh. 6)
Sumber buku bacaan :
-
Kehidupan Sang Buddha – Penerbit
Yayasan Dhammacarini- Bandung Thn.1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar