KISAH DERMAWAN
HASIL PERTAMA PEKERJAANNYA
Dhammapada XXV: 367
Ketika Sang Buddha
bersemayam di Vihara Jetavana, Beliau membabarkan syair 367 Kitab Suci
Dhammapada, berkenaan kisah seorang brahmana yang mempunyai kebiasaan berdana
lima macam hasil pertama yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai seorang
petani. Hasil pertama pertanian yang diberikan sebagai dana diambil pada saat
panen, saat menguliti beras, saat menyimpan beras, saat memasak beras, dan saat
menaruh nasi pada tempat nasinya.
Suatu hari Sang
Buddha melihat brahmana dan istrinya itu dengan kemampuan batin luar biasa
Beliau dan Beliau mengetahui bahwa saatnya sudah masak bagi brahmana dan
istrinya mencapai tingkat kesucian anagami. Oleh karena itu Sang Buddha
berkunjung ke tempat tinggal mereka dan berdiam diri di dekat pintu rumah
brahmana untuk berpindapatta.
Pada saat itu
brahmana sedang makan sambil melihat ke bagian dalam rumahnya, sehingga ia
tidak melihat Sang Buddha berdiri di dekat pintu rumahnya. Isteri brahmana yang
sedang berdiri dekat brahmana itu melihat Sang Buddha tiba, tetapi ia khawatir
apabila suaminya melihat Sang Buddha berdiri di dekat pintu rumah untuk
berpindapatta, suaminya itu akan memberikan seluruh nasi yang ada pada tempat
nasinya kepada Sang Buddha, sehingga ia harus menanak nasi lagi.
Dengan pikiran
seperti itu wanita itu kemudian berdiri menghalangi penglihatan suaminya,
sehingga suaminya tidak bisa melihat Sang Buddha.
Kemudian wanita itu
perlahan-lahan berjalan menghampiri Sang Buddha, ia menghormat dan berkata
kepada Sang Buddha, "Bhante, kita tidak bisa berdana makanan pada hari
ini".
Tetapi Sang Buddha
memutuskan untuk tidak beranjak dari tempat Beliau berdiri. Beliau hanya
menggeleng-gelengkan kepala. Melihat hal itu, isteri brahmana tidak dapat
menahan diri, ia ketawa.
Oleh karena itu
brahmana membalikkan dirinya dan melihat Sang Buddha.
Mengetahui apa yang
dilakukan oleh isterinya itu, brahmana menangis keras-keras sambil berkata,
"O, isteriku yang buruk, engkau telah meruntuhkan aku".
Segera brahmana
mengambil tempat nasinya.
Ia menghampiri Sang
Buddha dan memohon maaf sambil berkata, "Bhante, silakan menerima
pemberian nasi ini meskipun saya sudah mengambilnya sebagian".
Kepada brahmana
itu, Sang Buddha membalas, "O brahmana, nasi apapun sesuai buat-Ku, apakah
nasi itu belum diambil, atau sudah sebagian diambil, bahkan apabila masih
tersisa satu sendok.
Brahmana sangat
gembira mendengar kata-kata Sang Buddha. Pada saat yang sama ia merasa
berbahagia karena pemberian nasinya telah diterima oleh Sang Buddha.
Brahmana itu
kemudian bertanya kepada Sang Buddha, bagaimana seseorang bisa dikenal, dan
disebut sebagai bhikkhu. Sang Buddha mengetahui bahwa baik brahmana maupun
isterinya telah siap mendengarkan ajaran Beliau perihal batin dan badan
jasmani.
Oleh karena itu
Beliau menjawab, "O brahmana, seseorang yang tidak lagi terikat kepada
batin dan badan jasmani disebut bhikkhu".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
367 berikut:
Apabila seseorang tidak lagi melekat
pada konsepsi "aku" atau
"milikku",
baik yang berkenaan dengan batin maupun
jasmani,
dan tidak bersedih terhadap apa yang
tidak dimilikinya,
maka orang seperti itu layak disebut
bhikkhu.
Brahmana dan
isterinya mencapai tingkat kesucian anagami, setelah khotbah Dhamma itu
berakhir.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar