BUKU PINTAR AGAMA BUDDHA
Oleh : Tanhadi
KELOMPOK : J
Jagariyanuyoga : Tidak lengah tetapi tekun.
Jalãbuja : Makhluk yang dilahirkan melalui rahim.
Jarã : 1). Usia tua, 2). Pelapukan, 3). Kerusakan.
Jarã-maraņa : Usia tua dan kematian
Yaitu ketuaan, kematian, keluh kesah, ratap tangis, dan penyakit yang berarti dukkha.
Jata : Dianyam.
Jãtaka : Kelahiran, cerita kelahiran Bodhisatta.
Jãti : Kelahiran .
Jati (kelahiran) yaitu munculnya kelima khanda ; karena lahir inilah yang mengkondisikan jarã-marana( usia tua dan kematian).
Jathabhutang : Obyektif.
Agama Buddha melihat benda-benda dan segala sesuatunya dengan Obyektif dan tidak menggambarkan secara keliru dan bodoh bahwa “penghidupan ini sorga” dan juga tidak ingin menakut-nakuti umatnya dengan berbagai macam hukuman dan dosa yang tidak masuk akal.
Seorang dokter mungkin secara berlebihan menilai bahwa seorang pasien terlalu parah sakitnya dan tidak mungkin dapat disembuhkan. Dokter yang lain lagi secara tidak bertanggung jawab menyatakan bahwa pasien itu samasekali tidak sakit apa-apa dan karena itu tidak memerlukan obat; sehingga orang sakit itu mendapatkan hiburan yang tidak pada tempatnya.
Kita dapat menamakan dokter yang pertama sebagai pesimistis dan dokter yang kedua optimistis, namun kedua-duanya sebenarnya sama-sama berbahaya.
Tetapi dokter yang ketiga dengan terang dapat melihat gejala-gejala orang sakit itu, mengetahui juga sebab dari penyakitnya, melihat dengan jelas bahwa orang sakit itu dapat disembuhkan dan dengan bertanggung jawab memberi pengobatan sehingga jiwa orang sakit itu dapat ditolong.
Nah, Sang buddha dapat diumpamakan sebagai dokter yang ketiga ini. Beliau adalah dokter yang pandai dan bijaksana yang dapat menyembuhkan penyakit manusia didunia ini ( Bhisaka atau Bhaisajya-Guru )
Javana : Berlari.
Secara harafiah berarti berlari. ia disebut begitu karena dalam rentang suatu proses-pikiran, ia berlari sebanyak tujuh “saat pikiran”, atau pada saat kemtian, sebanyak lima “saat pikiran” dengan obyek yang sama. Keadan mental yang muncul dalam semua “saat pikiran” ini adalah sama, tetapi kekuatan tenaganya berbeda.
Jhãna / (Skt. Dhjãna ): Pencapaian dalam meditasi , yang merupakan suatu proses perubahan dari kondisi kesadaran rendah ke kesadaran tinggi.
Enam faktor Rupa Jhãna :
a. Vitakka : Usaha pikiran untuk menangkap obyek dan berfungsi untuk mengendapkan Tinamiddha.
b. Vicara : Pikiran yang telah menangkap /mempertahankan obyek dan berfungsi untuk mengendapkan Vicikiccha.
c. Piti : Kegiuran atau kenikmatan pada obyek. berfungsi untuk mengendapkan Vyapada/Byapada.
Dalam Visuddhimagga, piti dibagi menjadi 5 macam, yaitu :
1. Kuddaka piti – agar tertarik ( tergiur ).
2. Khanika Piti – ketertarikan berkembang.
3. Okkantika Piti – diliputi ketertarikan.
4. Ubbega Piti – ketertarikan mencapai titik nikmat.
5. Pharana Piti – kenikmatan meliputi seluruh tubuh dan batin.
d. Sukha : Kebahagiaan atau kesenangan , yang berfungsi untuk mengendapkan Uddhaccakukkuca dan mengarahkan pikiran pada pemusatan pikiran.
e. Ekagatta : Pikiran terpusat dengan kuat.
Lima faktor Jhãna ini muncul ketika mencapai Jhãna I.
Kelima faktor Jhãna ini dapat diumpamakan sebagai tawon yang terbang mengelilingi bunga ( Vitakka ), tawon telah hinggap pada bunga ( Vicara ), tawon sedang menghisap sari bunga ( Piti ), sari bunga yang ditelan tawon ( Sukha ) dan tawon yang telah kenyang dengan sari bunga ( ekaggata )
f. Upekkha : adalah keseimbangan batin yang hanya muncul bersama-saman dengan ekaggata pada Jhãna IV (Jhãna V menurut Abhidhamma)
Macam-macam Jhãna :
Menurut Sutta Pitaka, ada empat macam Jhãna, yaitu :
- Jhãna I
- Jhãna II
- Jhãna III
- Jhãna IV
Sedangkan menurut Abhidhamma dibagi menjadi sampai dengan Jhãna V. namun empat atau Lima macam Jhãna ini sesungguhnya sama saja, karena hal itu terjadi hanya karena faktor-faktor Jhãna saja.
a. Jhãna I ( Abhidhamma pitaka = Jhãna I dan II )
Jhãna ini dicapai setelah mengendapkan semua niravana dan menghilangkan rintangan-rintangan batin lainnya. Jhãna I tercapai dengan munculnya lima faktor Jhãna I yang kuat, yaitu : vitakka, Vicara, Piti, Sukha dan Ekaggata.
Menurut Abhidhamma pitaka, setelah keluar dari Jhãna I, ia mengevaluasi kondisi faktor-faktor Jhãna I, ia menemukan bahwa Vitakka adalah faktor yang sangat kasar dan berhubungan dengan kondisi Parikamma Samadhi, maka Vitakka harus ditinggalkan. lalu ia mencapai Jhãna II dengan memiliki empat faktor Jhãna II, yaitu Vicara, Piti, Sukha dan Ekaggata.
b. Jhãna II ( Abhidhamma pitaka = Jhãna III )
Dari lima faktor Jhãna, Vitakka dan vicara adalah faktor yang masih sangat dekat dengan kondisi Parikamma Samadhi atau dengan kata lain kedua faktor ini sangat kasar, maka kedua faktor itu ditinggalkan. Dengan ditinggalkannya dua faktor ini, maka Jhãna II dicapai dengan hanya memiliki tiga faktor Jhãna yang kuat sekali, yaitu Piti, Sukha dan Ekaggata.
c. Jhãna III ( Abhidhamma Pitaka = Jhãna IV )
Untuk mencapai Jhãna ini, sebuah faktor Jhana, yaitu Piti ditinggalkan. dengan munculnya dua faktor Jhãna saja, yakni Sukha dan Ekaggata, maka Jhãna III dicapai.
d. Jhãna IV ( Abhidhamma Pitaka = Jhãna V )
Sukha sebagai faktor Jhãna, merupakan keadaan batin yang masih diliputi oleh perasaan kuat, harus ditinggalkan. Dengan meninggalkan Sukha, maka Jhana IV dicapai. Pada Jhãna IV hanya ada Ekaggata yang tersisa dari lima faktor, Pada tahap ini pikiran sangat terpusat dengan kuat ( ekaggata) dan seimbang (Upekha). Upekha hanya muncul ketika batin terpusat dengan kuat.
Jhãna IV ini ia kuasai dengan baik. Ia ahli ( vasita ) dengan Jhãna IV. dengan adanya keahlian ini, juga berdasarkan pada obyek meditasi serta karmanya, ia memiliki salah sebuah, atau beberapa atau semua abhinna (kemampuan batin) walaupun penguasaan abhinna ini masih tergantung pada intensitas kekuatannya pula.
Empat Arũpa Jhãna:
1. Akãsãnancãyatana Jhãna – keadaan ruang tanpa batas.
Arũpa Jhãna ini dicapai dengan menggunakan obyek ruang tanpa batas.
2. Viññãnancãyatana Jhãna - keadaan kesadaran tanpa batas.
Arũpa Jhãna ini dicapai dengan menggunakan obyek kesadaran tanpa batas.
3. Ãkincaññayatana Jhãna - keadaan kekosongan.
Arũpa Jhãna ini dicapai dengan menggunakan obyek kekosongan.
4. Nevassañña Nasaññayatana Jhãna - keadaan bukan pencerapan maupun bukan pencerapan.
Arũpa Jhãna ini dicapai dengan menggunakan obyek bukan pencerapan maupun bukan pencerapan. Pencapaian dan kemahiran dalam Rũpa Jhãna IV yang dikembangkan dengan menggunakan obyek-obyek meditasi menghasilkan kemampuan-kemampuan batin (Abhinna). Namun walau seseorang telah mencapai Rũpa Jhãna IV atau Arũpa Jhãna dan memiliki Abhinna, bukan berarti ia telah mencapai kesucian. Kesucian hanya bisa dicapai dengan melenyapkan semua belenggu (samyojana) dengan melaksanakan meditasi Vipassana (Pandangan terang) yang didasarkan pada perhatian benar dan dibantu oleh Samadhi benar.
Jivitindriya : 1). Kehidupan dari bentuk batin, 2). Daya hidup.
Ia merupakan pemelihara dari bentuk-bentuk batin dalam kelanjutannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar