Minggu, Maret 27, 2011

Buku Pintar Agama Buddha (K)

BUKU PINTAR AGAMA BUDDHA
Oleh : Tanhadi


KELOMPOK : K

Kabalinkãrãharã : Makanan biasa.

Kãla : 1). Waktu, 2). Keadaan.

Kãla-maraņa : Kematian yang sudah waktunya.

Kãla Sampatti : Waktu atau kesempatan yang menguntungkan.

Kãla vipatti : Waktu atau kesempatan yang tidak menguntungkan.

Kalyana : 1). Indah, 2). Bermoral baik.

Kalyanapatibhano : Berbicara dengan sopan.

Kalyana mitta : Sahabat spiritual, Kawan baik yang dapat menunjukkan jalan yang benar kepada anda.
Istilah ‘Kalyana’ secara harafiah berarti indah, dan mengacu pada kenyataan bahwa seorang sahabat spiritual memiliki (atau akan berusaha untuk memenuhi) semua nilai-nilai yang diagungkan dalam agama Buddha, cinta-kasih, dapat dipercaya, tak terikat, pengertian, murah hati dan kedamaian didalam hatinya. Bila seorang sahabat baik dapat menuntun kita untuk mendapatkan sarana-sarana kebaikan, maka seorang sahabat spiritual akan menuntun langsung secara intrinsik untuk menemukan kebaikan.

Kãma : 1). Hawa nafsu indera, 2). Birahi.

Kãma-bhava : Proses-perwujudan nafsu .

Kãmacchanda : Nafsu keinginan.

Kãma-loka : Dari makhluk-makhluk yang masih menyenangi dan dikuasai atau dipengaruhi oleh pemuasan nafsu indera. (lihat huruf “T”pada “Tiloka”).

Kama-upadana : Kemelekatan terhadap nafsu indera.

Kama-samvara : Pengendalian hawa nafsu birahi.
Mengembangkan diri dalam pengendalian hawa nafsu birahi. Sebagai seorang suami, puaslah dengan satu isteri, dan sebagai seorang isteri, setialah dengan satu suami. Suami yang puas dengan satu isteri dalam Dhamma dikatakan sebagai suami yang Saddarasantutthi. Dan, isteri yang setia kepada satu suami dinyatakan sebagai isteri yang Pativati.

Menurut Dhamma, mereka yang tidak memiliki rasa puas dengan apa yang sudah didapatnya, masih menginginkan apa yang belum menjadi miliknya atau menginginkan milik orang lain, maka orang tersebut akan menderita karena ketamakan, keserakahan dan kerakusannya sendiri.

Mereka yang melakukan praktik poligami adalah orang yang tamak, rakus, serakah, yang tidak memiliki rasa puas. Sifat-sifat jahat ini akan menyeretnya ke dalam penderitaan. Dalam Parabhava Sutta, Sutta Nipata, Sang Buddha menyatakan:

"Orang yang tidak puas dengan isterinya sendiri, berhubungan dengan wanita-wanita penghibur, serta terlihat dengan isteri orang lain, inilah sebab penderitaan baginya”
(SN 108).

Orang yang telah berusia lanjut, tetapi memperisteri seorang wanita muda, dan tidak dapat tidur karena dibakar cemburu, inilah sebab penderitaan."
(SN 110)

Dalam Anguttara Nikaya VI;52, Brahmana Janusoni bertanya kepada Sang Buddha tentang tujuan-tujuan manusia. Yang pertama, ia bertanya tentang tujuan seorang satria, lalu brahmana, perumah-tangga, wanita, pencuri dan petapa. Sang Buddha menjelaskan hal-hal tersebut, dan Beliau menjawab tentang tujuan seorang wanita adalah: "Seorang pria, O, brahmana, adalah tujuan seorang wanita, yang dicari adalah perhiasan, penopangnya adalah anak-anaknya, keinginannya adalah tidak dimadu dan cita-citanya adalah mendominasi."

Jadi, jelaslah bahwa sesungguhnya poligami atau suami yang memiliki isteri lebih dari satu, dalam Dhamma tidaklah mendapat tempat yang terpuji, sebaliknya, Dhamma mengajarkan kita agar menjauhi sifat-sifat jahat, tamak, rakus dan serakah. Jagalah keharmonisan dalam berumahtangga dengan kesetiaan dari pihak suami dan pihak isteri, agar dapat mewujudkan kehidupan perkawinan yang bahagia.

Kãma-taņhã : Kehausan akan kenikmatan hawa nafsu.

Kãmesumicchãcãra : Perilaku seksual yang salah/perzinaan.

Kamma / (skt.Karma) : Perbuatan, kehendak untuk berbuat.
Hukum Karma terbebas dari gagasan mengenai Penghakiman, Ganjaran, Pahala atau Penjatuhan Hukuman. Setiap perbuatan yang dilandasi oleh Kehendak, Pikiran, Ucapan dan Tindakan jasmani, akan membuahkan hasil atau akibat.  Perbuatan baik akan berbuah baik, perbuatan buruk akan berbuah buruk. Ini bukan penjatuhan hukuman ataupun pahala yang diberikan oleh siapapun atau kekuatan apapun yang menghakimi perbuatan kita, .... Siapa yang berbuat, dialah yang bertanggung jawab atas perbuatannya.

Salah pengertian tentang Hukum Karma, ialah anggapan bahwa setiap perbuatan pasti berakibat, misalnya tindakan negatif, pasti tak terhindarkan/ mutlak akan berbuah negatif.

Memang benar bahwa kita akan memetik buah perbuatan yang kita tanam, kita adalah produksi (akibat) dari kumulatif perbuatan yang kita lakukan pada kelahiran di waktu lampau, dan perbuatan yang kita lakukan pada saat ini akan menjadi kumulatif akibat pada kelahiran berikutnya, Sang Buddha mengajarkan kepada kita bahwa perbedaan-perbedaan tersebut diatas berhubungan dengan karma kita masing-masing, namun Sang Buddha tidak menyatakan bahwa segala sesuatu hanya disebabkan oleh karma saja.

Apabila segala sesuatu hanya disebabkan oleh karma, maka seorang penjahat akan selamanya menjadi jahat, karena karmanya yang menjadikan dirinya jahat dan orang yang sakit tidak perlu memeriksakan dirinya ke dokter untuk disembuhkan penyakitnya, karena bila karmanya
memang harus demikian ia pasti akan sembuh dengan sendirinya.

Dalam Abhidhamma, Karma hanyalah satu dari 24 kondisi-kondisi kausal (paccaya). Dengan demikian, maka tidak semua pengalaman yang kita alami berasal dari karma. Dalam Anguttara Nikaya dijelaskan bahwa seandainya semua pengalaman hidup kita disebabkan oleh karma lampau, maka seseorang yang menjadi pembunuh, pencuri, penjahat atau orang tidak bermoral tidak harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Untuk apa mereka berusaha menjauhi perbuatan jahat jika mereka sudah ditakdirkan menjadi penjahat oleh karmanya.

Karma dapat berbuah jika hadir secara lengkap beberapa unsur yang mendukungnya. Jadi, tidak semua benih karma menghasilkan buah karma. Bila unsur pendukung berupa kondisi tidak ada, maka benih karma tidak bisa berbuah menjadi suatu efek/akibat. karma yang tidak menghasilkan buah karma disebut sebagai Ahosi karma (karma yang sudah tidak efektif lagi).

Jenis-jenis Karma

Dua Jenis Karma Berdasarkan Sifatnya:

1) Karma Buruk/Jahat atau disebut dengan Akusala Kamma, yaitu:               
Karma (perbuatan) yang didasari oleh pikiran yang diliputi oleh lobha (keserakahan), moha (kebodohan batin) dan dosa (kebencian),
Contoh : membunuh, mencuri, berbohong, mabuk- mabukan, dsb.

2) Karma Baik atau disebut dengan Kusala kamma, yaitu;
Karma (perbuatan) yang didasari oleh pikiran yang diliputi oleh adosa (ketidakbencian), alobha (ketidakserakahan), dan amoha (ketidak bodohan batin). Contoh: berdana, menolong makhluk yang kesukaran, berkata jujur, bermeditasi, dan sebagainya.

I. Empat Jenis Karma Berdasarkan Waktu

1.  Ditthadhamma vedaniya Kamma (Karma yang langsung berbuah) yaitu Karma yang menghasilkan akibat (vipaka) dalam jangka waktu satu kehidupan. Karma ini terbagi 2  macam, yaitu :

a)     Karma yang telah masak dan memberikan hasil dalam kehidupan sekarang ini, atau  disebut dengan Paripakka Dittha Dhamma vedaniya Kamma.
Contoh 1. :  Seorang miskin bernama Punna yang memberi-kan dana makanan kepada Y. A . Sariputta Maha Thera menjadi kaya-raya dalam waktu tujuh hari setelah berdana.

Contoh 2.:  Misalnya saja ketika kita mengambil helm milik orang lain, karena helm kita sendiri telah dicuri seseorang. Supaya tidak ketahuan, kita mengendarai sepeda  motor dengan kecepatan tinggi walaupun lampu lalu lintas berwarna merah. Akhirnya  kita ditangkap polisi. Terpaksa kita harus membayar tilang Rp 15.000,- (padahal harga  sebuah helm hanya Rp 10.000,-). Ini adalah salah satu contoh sederhana karma yang  langsung berbuah.

b) Karma yang memberikan hasil setelah lewat tujuh hari atau disebut dengan Aparipakka Dittha Dhammavedaniya Kamma.
Contoh : Jika berbuat kebaikan atau kejahatan dalam usia muda, akan dipetik hasil dalam usia muda atau usia tua dalam kehidupan sekarang ini juga.

2.  Upajja vedaniya Kamma  yaitu Karma yang menghasilkan akibat (vipaka) pada kehidupan berikutnya yaitu satu kehidupan setelah kehidupan sekarang.

Misalnya orang yang melakukan meditasi hingga mencapai jhana tertentu, maka setelah  meninggal ia akan langsung terlahir di Alam Brahma.

3.  Aparãpariya vedaniya Kamma yaitu Karma yang menghasilkan akibat (vipaka) pada kehidupan berikutnya secara berturut-turut.

Salah satu contoh adalah orang yang sering mendengarkan Dhamma, besar kemungkinan ia akan terlahir kembali di alam sorga dalam kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Mengapa demikian? Dengan mendengarkan Dhamma, orang tersebut telah melakukan kamma baik karena ia telah melatih berdana perhatian. Selama mendengarkan Dhamma, ia juga telah memusatkan pikiran, ucapan serta perbuatannya ke arah kebajikan, apalagi jika ia dapat mengerti serta melaksanakan Dhamma dalam menyatakan bahwa mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai adalah Berkah Utama.

4.  Ahosi Kamma yaitu Karma yang tidak sempat berbuah karena telah kehabisan waktu atau kehilangan kesempatan untuk berbuah.

Ahosi Kamma terbentuk ketika kekuatan suatu perbuatan (karma) terhalangi oleh kekuatan perbuatan (karma) lain yang sangat besar. Selain itu Ahosi Kamma terbentuk  jika tidak adanya kondisi-kondisi pendukung yang dibutuhkan untuk karma itu berbuah, sehingga karma tersebut tidak menghasilkan akibat (vipaka).Sering orang mengatakan bahwa tercapainya Nibbana (Bhs. Pali) atau Nirvana (Bhs. Sanskerta) adalah ketika karma baik dan karma buruknya telah habis. Padahal karma itu sangat sulit untuk dapat habis berbuah karena jumlahnya yang tidak terbatas. Namun, karma dapat dipotong. Kita dapat merasakan buah karma apabila kita masih mempunyai badan dan batin,  artinya kita masih hidup setelah dilahirkan.
Apabila kita tidak dilahirkan kembali, maka kesempatan untuk merasakan buah karma baik maupun buruk sudah tidak ada lagi. Dengan demikian, ada berbagai karma yang tidak sempat berbuah.

II. Empat Jenis Karma Berdasarkan Fungsinya

1.  Janaka Kamma (Fungsi karma yang melahirkan/penghasil) yaitu Karma yang menyebabkan timbulnya syarat untuk terlahirnya kembali suatu makhluk. Karma ini menimbulkan batin (Nama) dan jasmani (Rupa).

Contoh : - Seseorang terlahir dilingkungan keluarga yang bahagia, serba berkecukupan dan memperoleh pendidikan yang baik, dan kebalikannya seseorang terlahir dilingkungan keluarga yang amburadul, serba kekurangan/miskin dan tidak pernah mengenyam pendidikan yang layak.

2.  Upatthambhaka Kamma (Fungsi karma yang mendukung/penunjang)  yaitu Karma ini mendukung fungsi karma yang melahirkan (Janaka Kamma), yaitu :

a.     Membantu Janaka Karma yang belum waktunya untuk menimbul-kan hasil, memberikan waktu menimbulkan hasil/akibat.

b.     Membantu Janaka Karma yang sedang mempunyai waktu menim-bulkan hasil memberikan kekuatan untuk menimbulkan hasil secara sempurna.

c.      Membantu Rupa-Nama (Lahir-Bathin) yang dilahirkan Janaka Kamma menjadi maju dan bertahan lama.

Contoh  1. : Selain ia terlahir di keluarga yang miskin, dia juga terlahir dalam keadaan cacat. Inilah salah satu contoh karma yang mendukung.

Contoh 2. : - Umur seseorang yang semestinya ditetapkan oleh Janaka Kamma hanya hidup selama 60 tahun dibumi ini, tetapi didalam kehidupannya sehari-hari ia banyak melakukan perbuatan baik, suka menolong makhluk lain, berdana, melaksanakan sila dan selalu waspada dalam semua tindakan pikiran, ucapan dan perbuatan jasmaninya................sehingga umur yang ditetapkan oleh Janaka Kamma selama 60 tahun tersebut bertambah 20 tahun lagi.

3.  Upapilaka Kamma (Fungsi karma yang mengurangi/pelemah) yaitu Karma yang menekan, mengolah, menyelaraskan satu akibat dari satu sebab. Fungsi karma yang mengurangi ini berhubungan dengan perbuatan kita yang baik maupun buruk yang dilakukan dalam kehidupan saat ini. Karma ini adalah menekan Janaka Kamma, yaitu :
a.     Upapilaka Kamma yang menekan Janaka Kamma supaya tidak ada waktu menimbulkan hasil.

b.     Upapilaka Kamma yang menekan Janaka Kamma yang mempu-nyai waktu menimbulkan hasil supaya mempunyai kekuatan menurun.

c.      Upapilaka Kamma yang menekan Rupa-Nama (Lahir-Bathin) yang dilahirkan Janaka Kamma.

Contoh 1.: Meskipun seseorang terlahir sebagai orang yang miskin serta cacat, orang tersebut mungkin saja mempunyai perilaku kemoralan yang baik.

Contoh 2.: - Budi seorang narapidana yang divonis 10 tahun hukuman penjara, namun dalam kesehariannya, ia sering menunjukan tabiat yang baik, rajin bekerja, maka Budi mendapatkan keringanan hukum-an menjadi 7 tahun saja.

4.  Upaghâtaka Kamma  yaitu karma yang memotong atau menghan-curkan kekuatan akibat dari satu sebab yang telah terjadi dan sebaliknya menyuburkan berkembangnya karma baru.

a.     Walaupun orang itu cacat tubuhnya, Karena perilaku kemoralannya baik, ucapannya serta tingkah lakunya juga baik, maka mungkin saja ada orang yang simpati kepadanya. Orang tersebut mungkin akan memberinya pekerjaan yang sesuai dengan keadaannya. Inilah salah satu contoh karma yang memotong, artinya bertentangan atau memotong buah karma yang sedang berlangsung atau buah karma yang sedang dialaminya.

b.     Misalnya: Taufik adalah seorang pemain bulutangkis. Ia sering menjadi juara dalam beberapa pertandingan dan bulutangkis adalah karirnya. Suatu hari, saat Taufik mengendarai mobil, tiba-tiba ia menabrak truk yang ada didepannya. Akibatnya tangan kiri Taufik menjadi patah dan cacat seumur hidup sehingga karirnya menjadi hancur.

c.      Karma sangat berhubungan dengan perbuatan seseorang saat ini. Segala sesuatu yang dilakukan pada saat ini akan menentukan buah karma di masa depan. Dengan demikian, karma bukanlah nasib yang tidak bisa diubah. Karma masih dapat diperbaiki dan diubah dengan melakukan berbagai karma atau perbuatan yang lain. Jadi, perbuatan saat inilah yang paling penting.

III. Empat Jenis Karma Berdasarkan Sifatnya

1.  Garuka Kamma yaitu Karma Berat, yang memiliki kualitas kekuatan yang besar yang mampu menimbulkan hasil dalam waktu satu kehidupan atau kehidupan kedua, dan kekuatan karma lain tidak mampu mencegahnya. Garuka Kamma terdiri dari 2 jenis yaitu:

a)     Akusala Garuka Kamma adalah Perbuatan Buruk/Jahat yang berat. Yang disebut Akusala Garuka Kamma (Perbuatan jahat yang berat) adalah Niyatamicchaditthi-Kamma (Perbuatan pandangan salah yang pasti) dan Pancanantariya-Kamma (Lima perbuatan durhaka, yaitu membunuh ibu, membunuh ayah, membunuh Arahat, melukai seorang Buddha dan memecah-belah Sangha). Apabila seseorang melakukan salah satu atau lebih dari kelima perbuatan buruk tersebut, maka setelah meninggal dunia, orang tersebut langsung terlahir di Alam Neraka Avici. (Alam yang menyedihkan, yaitu alam neraka, alam setan, alam binatang dan alam asura). Akusala Garuka Kamma juga disebut dengan Anantariya Kamma karena dampaknya masih dapat di rasakan dikehidupan selanjutnya. Hal ini dijelaskan oleh Guru Buddha dalam Parikuppa Sutta; Anguttara Nikaya 5.129.

Contoh: Devadatta yang telah melukai kaki Guru Buddha dan memecah-belah Sangha, dilahirkan kembali di alam neraka avici. Dan Raja Ajatasattu yang telah membunuh ayahnya (Raja Bimbisara) tidak dapat meraih kesucian Sotapana (tingkat kesucian pertama) karena kekuatan besar dari Akusala Garuka Kamma.

b)     Kusala Garuka Kamma adalah Perbuatan Baik yang berat.  Yang disebut Kusala Garuka Kamma adalah hasil dari melaksanakan Samatha-Bhavana (meditasi ketenangan batin) sehingga mencapai Rupa-Jhana 4 dan Arupa-Jhana 4 atau disebut Jhana 8, akibatnyapun lebih cepat daripada tingkatan batin yang lainnya. Akibat dari melakukan Kusala Garuka Kamma adalah tumimbal-lahir di alam Brahma.

Kamma jenis ini juga bisa terjadi untuk mereka yang telah melatih meditasi pengembangan kesadaran sehingga mencapai kebijaksanaan atau mencapai Nibbana. Dengan tercapainya Nibbana, maka ia sudah tidak akan terlahir kembali di alam manapun juga setelah ia meninggal di kehidupan ini.

Akusala Garuka Kamma, bila tidak ada waktu menimbulkan hasil, tetapi mempunyai kesempatan untuk menjadi Upatthambhaka Kamma (Karma membantu). Sebaliknya, Kusala Garuka Kamma , bila tidak ada waktu menimbulkan hasil, akan menjadi Ahosi Kamma dan tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi Upatthambhaka Kamma (Karma membantu).

2.  Ãsanna Kamma (Karma yang berkesan yang muncul pada saat kematian) Pada saat seseorang akan meninggal dunia, maka pikirannya akan mengingat perbuatan kusala kamma (perbuatan baik) dan akusala kamma (perbuatan buruk/jahat) yang dilakukannya.

Apabila tidak ada perbuatan berat ( karma berat ) yang pernah dilakukan selama hidupnya, maka pikirannya akan mengingat salah satu perbuatan yang paling berkesan dalam hidupnya.

Karma inilah yang akan menentukan keadaan kelahiran seseorang yang akan datang jika tidak ada kekuatan karma lain yang lebih besar lagi yang menentukan.

Misalnya: Ia teringat kesan baik ketika ia mendengarkan Dhamma atau sering bertemu dengan para bhikkhu. Apabila ia meninggal pada saat mengingat kesan baik tersebut, ia akan terlahir di alam bahagia. Sebaliknya kalau ia teringat kesan perbuatan yang tidak baik, maka ia dapat saja terlahir di alam menderita. 

Contoh: Seorang algojo pada saat menjelang ajalnya, ia mengingat pernah memberi sedekah kepada Y.A. Sariputta. Dengan mengingat hal ini ia terlahir di alam yang bahagia. Namun, meskipun terlahir di alam bahagia, ia tetap memperoleh dampak buruk dari apa perbuatan buruk yang pernah ia lakukan.

Ini pula sebabnya seseorang yang akan meninggal dunia dilakukan upacara pembacaan paritta. Salah satu tujuan upacara ritual ini adalah untuk membantu orang yang akan meninggal tersebut mengingat berbagai kesan kebajikan yang telah dilakukannya selama hidup. Dengan demikian, ia akan mempunyai kondisi untuk terlahir di alam bahagia.

3.  Ãciņņa Kamma atau Bahula Kamma adalah Karma Kebiasaan, yaitu perbuatan baik dan jahat yang merupakan kebiasaan bagi seseorang karena sering dilakukan. 

Kalau di dalam proses kematian itu tidak ada perbuatan yang berkesan atau tidak sempat berpikir, misalnya karena ia meninggal dalam keadaan koma atau kecelakaan fatal, maka hal yang menentukan kelahiran kembalinya adalah perbuatan yang menjadi kebiasaan dalam hidupnya.
Misalnya, orang yang mempunyai kebiasaan bermain musik, apabila pada saat meninggal dunia ia teringat dengan kebiasaannya itu, maka ia dapat saja terlahir kembali sebagai orang yang memiliki bakat bermain musik sejak kecil.

Contoh: Cunda seorang penjagal babi, yang hidup disekitar vihara tempat Guru Buddha berdiam, ia meninggal dengan mendengking seperti babi karena kebiasaannya memotong babi.

4.  Kattatã Kamma adalah Karma yang tidak terlalu berat dirasakan akibatnya. Karma ini yang paling lemah di antara semua karma. Karma ini merupakan perbuatan baik (kusala kamma) dan perbuatan jahat (akusala kamma) yang pemah dibuat dalam kehidupan lampau dan kehidupan sekarang ini yang hampir tidak didorong oleh kehendak. Karma ini berproses apabila ketiga kamma diatas tidak pernah dilakukan.

Misalnya: Pada satu saat, seseorang pernah melihat dan menyingkirkan paku agar tidak ada oranglain yang terluka karenanya, apabila kamma sederhana yang membahagiakan ini timbul di saat kematian, ia dapat pula terlahir di alam bahagia.

Dari keterangan di atas, dapatlah dimengerti bahwa karma walaupun hanya SATU, namun, dari berbagai sudut pandang, karma dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu menurut waktu, fungsi dan sifatnya. Setiap kelompok terdiri dari empat bagian. Dengan demikian, secara keseluruhan, SATU karma yang dimiliki oleh seseorang dapat dimengerti sebagai 12 jenis karma yang saling berkaitan menjadi satu kesatuan.

Kamma-bandhu : Karma sebagai kerabat.
Karma adalah kerabat dan sahabat yang paling akrab, sebab dimanapun kita berada, karma selalu bersama kita.

Kamma-dayada : Karma sebagai warisan.
Warisan Karma baik dan karma buruk yang telah kita lakukan adalah warisan yang sesungguhnya. Itulah warisan dari Karma kita sendiri yang belum berbuah pada kehidupan sekarang, dan akan berbuah pada kehidupan yang akan datang.

Kamma-kilesa : Kekotoran tingkah laku.

Kamma-niyãma : Hukum Perbuatan ( Lihat huruf “P”- Panca Niyama ).

Kamma Nimitta : Gambaran perbuatan
Sesuatu reproduksi batin beberapa penglihatan, suara, bau, cita rasa, sentuhan atau pikiran yang menonjol pada waktu beberapa kegiatan penting, baik atau buruk, seperti sebuah mata pisau atau binatang-binatang  yang hampir mati dalam hal seorang tukang jagal, pasien-pasien dalam hal seorang dokter, dan obyek pemujaan dan hal seorang pengikut dsb.

Kammappatissarana : Karma sebagai pelindung.
Karma yang dilakukan melalui Pikiran, ucapan dan badan jasmani, dalam hal ini adalah perbuatan baiklah yang akan melindungi kita.

Kamma-phala : Buah dari perbuatan.

Kammassaka : Karma sebagai milik atau harta.
Perbuatan didasarkan pada kehendak adalah satu-satunya milik atau harta kita. Ketika kita meninggal dunia, harta ini tidak dapat kita bawa maupun menikmatinya lagi. Sedangkan Karma yang kita buat sekarang, bilamana belum berbuah atau menghasilkan akibat pada kehidupan sekarang, maka setelah kita meninggal dunia, karma yang belum berbuah itu akan berproses lagi pada kelahiran yang akan datang.

Proses Karma tidak akan berhenti karena kita meninggal, meninggal hanyalah merupakan bagian dari proses hidup kita di alam semesta. Kehidupan tetap berlangsung terus walau sewaktu-waktu kita mengalami kematian, karena Karma adalah milik kita yang selalu beserta kita kemanapun kita dilahirkan. ( = Hartaku : Kammassaka ).

Kammatthãna : Obyek meditasi.

Kamma-vipãka : Hasil atau akibat dari perbuatan.

Kammayoni : Perbuatan yang melahirkan.
Semua makhluk dilahirkan sesuai dengan karma yang telah kita buat sendiri. Kita terlahir sesuai dengan keadaan kita, seperti orang tua, tempat, kesehatan, phisik dan lain-lain, semuanya ditentukan oleh karma kita. Sebab itu kita dikatakan dilahirkan oleh karma.

Kāmogha : Banjir kenafsuan.

terdiri dari:

1. Kilesa-kāma, yaitu nafsu indera yang kotor, tenggelam dalam nafsu indera, terikat dengan nafsu indera, yang disebabkan kilesa 10 (sepuluh macam kekotoran batin), yaitu lobha-kilesa (ketamakan), dosa kilesa (kebencian), moha kilesa (kebodohan batin), māna kilesa (kesombongan), diṭṭhi kilesa (kekeliruan), vicikiccha kilesa (keraguan), thina kilesa (kemalasan), uddhacca kilesa (kegelisahan), ahirika kilesa (tidak ada malu), anottappa kilesa (tidak takut).

2. Vatthu kāma, yaitu; nafsu indera terhadap objek luar, yaitu pemandangan, suara, bau, rasa, dan sentuhan yang disebabkan kāmagua 5 (5 macam objek kesenangan indera), yaitu rūpa (bentuk-bentuk yang dapat dilihat), sadda (suara), gandha (bau), rasa (rasa), phoṭṭhabba (sentuhan).

Kankhavitarana Visuddhi : Kesucian mengatasi keragu-raguan (lihat huruf “V” pada “Visuddhi Magga ).

Kappa/(skt.kalpa) : Satuan waktu, masa berlangsungnya dunia.

Karaņiya : Harus dilakukan.

Karunã : 1). Welas asih, 2). Belas kasihan.
Sikap batin yang timbul apabila melihat penderitaan makhluk hidup lain dan berhasrat untuk menghilangkan atau meringankan penderitaan itu. Dengan Karuna, kekejaman akan dapat diatasi.

Welas Asih (Karuna)
Dunia menderita. Namun kebanyakan manusia menutup mata dan telinganya. Mereka tidak melihat aliran air mata yang terus mengalir dalam kehidupan : mereka tidak mendengar jeritan dan ratap tangis kesedihan yang secara terus menerus menyelubungi dunia ini. Kesedihan dan kesenangan kecil mereka sendiri telah menghalangi pandangan mereka, menulikan telinga mereka.

Terikat oleh sikap mementingkan diri sendiri, hati mereka berubah menjadi kaku dan sempit. Dengan hati yang kaku dan sempit, bagaimana mereka dapat berjuang untuk mencapai tujuan yang lebih tingggi, untuk menyadari bahwa dengan terlepas dari kemelekatan egois barulah dapat
mencapai keterbebasan dari penderitaan?Welas asihlah yang menyingkirkan penghalang berat tersebut, membuka pintu menuju pembebasan, membuat hati yang sempit menjadi seluas dunia. Welas asih menyingkirkan beban berat yang ada di hati, beban yang melumpuhkan: welas asih memberi sayap bagi mereka yang berada dalam keadaan diri yang rendah.

Melalui welas asih, fakta adanya penderitaan akan dengan jelas selalu hadir dalam batin kita, bahkan pada masa-masa ketika kita secara pribadi sedang terbebas dari penderitaan. Welas asih akan memberi kita pengalaman yang kaya mengenai penderitaan, sehingga menguatkan kita
untuk menghadapinya, ketika penderitaan tersebut menimpa diri kita.Welas asih membuat kita bersyukur dan menghargai nasib kita dengan menunjukkan pada kita bagaimana kehidupan pihak lain, yang seringkali jauh lebih sukar dan menyedoihkan dibanding hidup kita.

Lihatlah perjalanan tanpa akhir makhluk-makhluk, manusia dan hewan terbebani oleh kesedihan dan rasa sakit! Beban yang ada pada setiap dari mereka, juga telah kita bawa melalui rentetan kehidupan berulang yang tak terukur dalamnya dari suatu masa yang sangat lampau. Lihatlah ini, dan bukalah hatimu terhadap welas asih!

Dan kesengsaraan ini mungkin saja menjadi nasib kita lagi! Ia yang tanpa welas asih sekarang, suatu saat akan menangis menyesalinya. Jika perasaan simpatik terhadap pihak lain sangat sedikit, perasaan simpatik ini juga akan kita capai melalui pengalaman diri sendiri yang panjang dan menyakitkan. Inilah hukum yang luar biasa dari kehidupan. Pahamilah ini, jagalah dirimu!Makhluk-makhluk tenggelam dalam ketidakpedulian (ignorance), tersesat dalam delusi, tergesa-gesa dari satu penderitaan ke yang lain, tidak mengetahui penyebab sesungguhnya, tidak tahu bagaimana melarikan diri darinya. Penembusan pemahaman terhadap hukum universal mengenai penderitaan ini merupakan landasan nyata dari welas asih yang kita miliki, bukanlah karena adanya fakta penderitaan tertentu saja.

Dengan demikian, welas asih kita juga akan mencakup mereka yang saat ini mungkin sedang bahagia, namun bertindak dengan batin yang jahat dan terdelusi. Dalam perbuatan yang mereka lakukan saat ini, kita akan dapat melihat masa depan mereka yang penuh kesedihan, dan karenanya welah asih akan muncul.

Welas asih dari seseorang yang bijaksana tidak akan menyebabkannya menjadi korban dari penderitaan. Pikiran, kata-kata dan perbuatannya penuh belas kasih. Akan tetapi, hatinya tidaklah bimbang; sebagaimana adanya, jernih dan tenang. Dengan bagiamana lagi ia dapat membantu?

Semoga welas asih demikian dapat tumbuh dalam hati kita! Welas asih yang merupakan keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami, dan siap untuk membantu.Welas asih yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: inilah welas asih tertinggi.Dan apa perwujudan tertinggi dari welas asih?

Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai kesempurnaan oleh Beliau. Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.

Katattã kamma : Kamma yang tertimbun, perbuatan baik dan buruk yang lemah.

Katavedita : Pikiran berterima kasih.

Kaya-sakkhi : Orang yang terbebas melalui penyadaran terhadap badan jasmani

Kesunyataan : Kebenaran.

Kevala : Khas.

Khamanasila : Pikiran memaafkan,

Khandha/ (skt. skandha) : Kelompok kegemaran, agregat.

Khanti/(skt. Kşãnti) : Kesabaran, toleransi.
Adalah kesabaran untuk menahan penderitaan yang dibebankan pada dirinya oleh pihak lain dan kesabaran dalam menghadapi kesalahan pihak lain. Kita hendaknya berusaha melatih dan mengembangkan kesabaran dalam kehidupan sehari-hari, baik saat bekerja, belajar, menunggu maupun kegiatan yang lainnya. Melatih kesabaran, tidak hanya pada saat kita mengalami penderitaan, tetapi saat bahagia-pun kita harus mengembang-kan kesabaran ini. Ketika menghadapi situasi yang baik, hendaknya tanpa dilandasi dengan rasa keserakahan, dan ketika menghadapi situasi yang tidak baik hendaknya rasa kebencian tidak dimunculkan. Jika kita telah benar-benar melaksanakan hal-hal tersebut, maka kita dapat disebut orang yang sabar.

Khantisamvara : mengendalikan diri dengan kesabaran.

Khantipãramitã : Kesempurnaan Kesabaran.

Khantibala : Kekuatan kesabaran, sangat sabar.

Khaya-dhamma : Lenyap.

Khaye Nãna : Pemadaman nafsu keinginan.

Khema : Perlindungan, selamat, damai, aman, makmur.

Khinasava : Seseorang dengan noda yang sudah berakhir.

Khippabhinnanam : Dalam kecepatan pengertian.

Khupipãsã: Kelaparan dan kehausan ( akibat dai kemiskinan yang suka rela).

Kilesã : 1). Kekotoran batin, 2). Noda-noda .
Dalam aksinya, kilesa atau kekotoran batin, bekerja dengan cara yang sangat halus, sehingga kita akan mudah tertipu olehnya. Meskipun kita sudah mengetahui dan berusaha menjalankan Dhamma dengan baik, menjaga ucapan, perbuatan serta pikiran kita, tetapi di saat kita lengah maka kilesa akan muncul dan menguasai kita, dan tanpa disadari, kita sudah melakukan hal-hal akusala. Pada kondisi yang demikian itu, kita akan mudah melanggar sila, mengucapkan kata-kata yang kasar, menyakiti orang lain, bersikap semena-mena, mementingkan diri sendiri,
ataupun marah-marah, dan sebagainya.

Setelah keadaan ini terjadi, kita menjadi tenang kembali, dapat menguasai diri, barulah kita menyesalinya. Kenapa saya berbuat demikian? Pada saat itu, kita mungkin bertekad untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Tetapi, lagi-lagi, di kemudian hari, ketika kita lengah, kita melakukan kesalahan lagi. Dan, lagi-lagi kita menyesalinya, lagi-lagi kita melakukannya, begitulah seterusnya.

Kalau kita amati hal di atas, kita akan mengetahui betapa pentingnya Dhamma, ajaran Sang Buddha. Dhamma ini membuat kita menyadari apa yang baik dan buruk, dan juga dapat menjadi pengingat bagi kita. Di kala kita lengah dan kemudian kita mengingat Dhamma, kita akan menjadi lebih sadar.

Berhubung kita masih memiliki sisi yang buruk, kita membutuhkan semacam peta atau petunjuk jalan bagi kita. Dhamma inilah yang dapat kita jadikan sebagai kompas dalam menjalani kehidupan (samsara), sehingga kita tidak akan tersesat, kita akan aman dan sampai pada tujuan. Meskipun kita melalui hutan belantara, tetapi akan berbahaya jika kita sampai salah melangkah.

Ksatriya : Kasta dari para raja, pangeran dan bangsawan, kasta kedua dalam agama Hindu.

Kukkuccã : 1). Kekhawatiran, 2). Penyesalan, 3). Kemurungan.
yaitu kekhawatiran terhadap sesuatu hal yang telah dikerjakan dengan salah, atau kegagalan dalam melakukan pekerjaan bajik sehingga timbul kemurungan, atau merupakan penyesalan atas kejahatan yang telah dilakukan . Penyesalan atas kejahatan seseorang tidak membebaskan orang tersebut dari akibat-akibat yang tidak dapat dihindarkan. Penyesalan yang terbaik adalah tidak akan mengulangi kejahatan itu.

Kusala : 1). Baik, 2). Bermanfaat, 3). Positif.

Kusala-kamma : Karma baik.


 Kelompok Huruf K selesai 


Lanjutkan ke Kelompok huruf L ===> Buku Pintar Agama Buddha (L)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar