Sabtu, Januari 21, 2012

Panca- Niyama Dhamma


PANCA-NIYAMA DHAMMA
(Lima Hukum Alam)

52. Salah satu pandangan keliru mengenai hukum kamma adalah menganggap hukum kamma merupakan satu-satunya hukum yang mengatur kehidupan manusia dan menganggap hasilnya (vipaka) sebagai nasib atau takdir yang tidak bisa diubah, sehingga seseorang hanya bisa pasrah menerima hasil dari kamma (kamma vipaka). Tetapi kenyataannya tidaklah demikian.

53. Dalam Abhidhamma Vatara 54, dan Digha Nikaya Atthakatha II-432 menjelaskan bahwa Hukum Kamma sendiri hanya merupakan satu dari 24 sebab (paccaya 24) atau salah satu dari Panca Niyama (Lima Hukum) yang bekerja di alam Semesta ini, masing-masing hukum alam ini memiliki sifat-sifatnya sendiri dan tidak diatur oleh suatu kekuatan sosok makhluk Adikuasa manapun.

54. Menurut agama Buddha, semua fenomena di alam semesta ini bekerja menurut salah satu dasar dari Lima Hukum Alam (Panca Niyama Dhamma), Hukum alam semesta inilah yang mengatur segala gejala, proses, aktivitas, sebab-akibat batin dan jasmani (fisik) yang ada dialam semesta itu sendiri. Hukum ini tidak bisa diraba, dilihat, didengar dan dicium keberadaannya, namun bisa diketahui dan dipelajari cara kerjanya dari gejala-gejala yang muncul secara fisik maupun batin. Hukum alam ini terdiri atas :


1. UTU NIYAMA ( Hukum Musim )
Adalah hukum tertib “Physical inorganik” misalnya : gejala timbulnya angin dan hujan yang mencakup pula tertib silih bergantinya musim-musim dan perubahan iklim yang disebabkan oleh angin, hujan, sifat-sifat panas , sifat benda seperti gas, cair dan padat, kecepatan cahaya , terbentuk dan hancurnya tata surya dan sebagainya. Semua  aspek  fisika  dari  alam  diatur  oleh hukum ini.

Dunia materi terbentuk dari empat unsur utama (mahabhuta), yaitu unsur Pathavi, Apo, Tejo, dan Vayo. (Majjhima Nikaya 22).

Unsur Pathavi (secara harafiah berarti "tanah") merupakan unsur yang bersifat "padat" dan liat, yang berfungsi menjadi basis unsur lainnya. Unsur kedua tidak dapat saling mengikat tanpa dasar untuk ikatan tersebut; unsur ketiga tidak dapat menghangatkan tanpa basis bahan bakar; unsur keempat tidak dapat bergerak tanpa dasar untuk gerakannya; semua materi bahkan atom sekali pun membutuhkan unsur Pathavi sebagai basisnya.

• Unsur Apo (secara harfiah berarti "air") merupakan unsur yang bersifat kohesif (ikat-mengikat) dan dapat menyesuaikan diri, yang berfungsi memberikan sifat ikat-mengikat pada unsur lainnya. Unsur ini juga memberikan kelembaban dan cairan pada tubuh makhluk hidup.

• Unsur Tejo (secara harfiah berarti "api") merupakan unsur yang bersifat panas, yang memberikan fungsi panas dan dingin pada unsur lainnya. Karena unsur ini, semua materi dapat dihasilkan kembali untuk tumbuh dan berkembang setelah mencapai kematangan.

• Unsur Vayo (secara harfiah berarti "udara") merupakan unsur yang bersifat gerakan dan memberikan fungsi gerak pada unsur lainnya. Unsur gerak ini membentuk kekuatan tarikan dan tolakan pada semua materi.

Unsur-unsur ini jika bertahan dalam kondisi yang tetap, dapat bertambah kekuatannya jika terdapat sebab yang cukup untuk bertambah, dan berkurang kekuatannya jika terdapat sebab yang cukup untuk berkurang. Misalnya, dalam benda padat unsur cair dapat memperoleh kekuatan gerak yang cukup sehingga menyebabkan benda padat tersebut mencair, dalam zat cair unsur panas dapat mengubahnya menjadi nyala api dan unsur cairnya hanya memberi sifat ikatan. Karena sifat intensitas dan jumlahnya ini, keempat unsur tersebut disebut unsur besar (mahabhutani). Intensitas dan jumlah unsur-unsur ini mencapai puncaknya ketika terjadinya pembentukan dan kehancuran alam semesta.

Energi (utu) merupakan benih awal semua fenomena pada dunia materi dan merupakan bentuk awal dari unsur panas. Hukum energi merupakan proses berkelanjutan yang mengatur empat rangkaian pembentukan, kelanjutan, kehancuran, dan kekosongan alam semesta. Ia juga mengatur pergantian musim dan menentukan musim di mana tumbuhan menghasilkan bunga dan buah. Tidak ada yang mengatur kejadian-kejadian ini apakah manusia, dewa, atau Tuhan, kecuali hukum Utu-niyama ini.


2. BIJA NIYAMA ( Hukum Biologis )
Adalah hukum tertib yang mengatur tumbuh-tumbuhan dari benih/biji-bijian dan pertumbuhan tanam-tanaman, misalnya padi berasal dari tumbuhnya benih padi, manisnya gula berasal dari batang tebu atau madu, adanya keistimewaan daripada berbagai jenis buah-buahan , hukum genetika /penurunan sifat dan sebagainya . Semua aspek Biologis makhluk hidup diatur oleh hukum ini.

Bija berarti "benih" di mana tumbuhan tumbuh dan berkembang darinya dalam berbagai bentuk. Dari pandangan filosofi, hukum pembenihan hanyalah bentuk lain dari hukum energi. Dengan demikian pengatur perkembangan dan pertumbuhan dunia tumbuhan merupakan hukum energi yang cenderung mewujudkan kehidupan tumbuhan dan disebut Bija-niyama.

Hukum pembenihan menentukan kecambah, tunas, batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan buah di mana dapat tumbuh. Dengan demikian, biji jambu tidak akan berhenti menghasilkan keturunan spesies jambu yang sama. Hal ini juga berlaku untuk semua jenis tumbuhan lainnya dan tidak ada sosok pencipta yang mengaturnya.


3. KAMMA NIYAMA ( Hukum Perbuatan )
Adalah hukum tertib yang mengatur sebab akibat dari perbuatan , misalnya : perbuatan baik / membahagiakan dan perbuatan buruk terhadap pihak lain, menghasilkan pula akibat baik dan buruk yang sesuai .

Perbuatan (kamma) merupakan perbuatan baik maupun buruk yang dilakukan seseorang yang disertai kehendak (cetana). Seperti yang disebutkan dalam kitab Pali :

“Aku katakan, Kehendak adalah Kamma,
karena didahului oleh kehendak,
seseorang lalu bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran “.
(Anguttara Nikaya III : 415)

Disini, kehendak merupakan kemauan (tindakan mental). Dalam melakukan sesuatu, baik maupun buruk, kehendak mempertimbangkan dan memutuskan langkah-langkah yang diambil, menjadi pemimpin semua fungsi mental yang terlibat dalam perbuatan tersebut. Ia menyediakan tekanan mental pada fungsi-fungsi ini terhadap objek yang diinginkan. Dalam melaksanakan tugasnya, termasuk juga tugas-tugas semua proses mental lainnya yang terlibat, kehendak menjadi pemimpin tertinggi dalam pengertian ia memberitahukan semua sisanya. Kehendak menyebabkan semua aktivitas mental cenderung bergerak dalam satu arah.

Hukum perbuatan mengatur akibat-akibat dari suatu perbuatan apakah baik atau buruk. Contoh-contoh akibat moral dari suatu perbuatan dapat dijumpai dalam berbagai sutta, misalnya dalam Majjhima-Nikaya, Cula-Kamma-Vibhanga-Sutta:

"Akibat dari membunuh menyebabkan umur pendek, dan tidak melakukan pembunuhan menyebabkan umur panjang. Iri hati menghasilkan banyak perselisihan, sedangkan kebaikan hati menghasilkan perdamaian. Kemarahan merampas kecantikan seseorang, sedangkan kesabaran menambah kecantikan diri. Kebencian menghasilkan kelemahan, sedangkan persahabatan menghasilkan kekuatan. Pencurian menghasilkan kemiskinan, sedangkan pekerjaan yang jujur menghasilkan kemakmuran. Kesombongan berakhir dengan hilangnya kehormatan, sedangkan kerendahan hati membawa kehormatan. Pergaulan dengan orang bodoh menyebabkan hilangnya kebijaksanaan, sedangkan pengetahuan merupakan hadiah dari pergaulan dengan orang bijaksana."

Di sini pernyataan "membunuh menyebabkan umur pendek" mengandung makna bahwa ketika seseorang telah membunuh sekali saja manusia atau makhluk lainnya, perbuatan ini “menyediakan akibat” untuk terlahir kembali dalam keadaan menderita dengan berbagai cara. Selama masa ketika ia terlahir kembali sebagai manusia, perbuatan tersebut menyebabkannya berumur pendek dalam ribuan kelahiran. Penjelasan yang sejenis juga berlaku untuk pernyataan sebab akibat yang lain di atas.


4. DHAMMA NIYAMA ( Fenomena Alam)
Adalah hukum tertib yang mengatur sebab-sebab terjadinya keselarasan /persamaan dari satu gejala yang khas, misalnya : terjadinya keajaiban alam seperti bumi bergetar pada waktu seseorang Bodhisattva hendak mengakhiri hidupnya sebagai seorang calon Buddha, atau pada saat Ia akan terlahir untuk menjadi Buddha. Hukum gaya berat (gravitasi) , daya listrik, gerakan gelombang dan sebagainya, termasuk dalam hukum ini.

Dhamma adalah sesuatu yang menghasilkan sifat dasarnya sendiri (dhareti), yaitu kekerasannya sendiri ketika disentuh, sifat khusus sekaligus sifat universalnya adalah berkembang, melapuk, hancur, dan seterusnya. Dhamma yang dikategorikan dalam hubungan sebab "menghasilkan" fungsi hubungan sebab tersebut, dan yang dikategorikan dalam hubungan akibat "menghasilkan" fungsi akibat atau hasil. Pengertian ini meliputi semua Dhamma yang dibahas dalam Suttanta dan Abhidhamma Pitaka. Ini juga meliputi hal-hal yang disebutkan dalam Vinaya Pitaka dengan nama "tubuh aturan" (silakkhandha).

Di antara sutta-sutta, keseluruhan Mahanidana-Suttanta dan Nidana-samyutta membahas tentang  Dhamma-niyama. Dalam salah satu sutta disebutkan:

"Karena kebodohan muncul kamma: sekarang, O para bhikkhu, apakah para Tathagata muncul atau tidak, unsur (dhatu) ini ada, yaitu pembentukan Dhamma sebagai akibat, ketetapan Dhamma sebagai akibat (Dhammatthitata Dhammaniyamata). Karena kamma... (dan seterusnya seperti pada hubungan sebab akibat yang saling bergantungan)"
(Samyutta-Nikaya, ii. 25)

Ia juga disinggung dalam ungkapan:

"Semua hal yang berkondisi (sankhara) adalah tidak kekal, penuh dengan penderitaan, dan tanpa aku."

Dalam beberapa teks, niyama ini disebut Dhammata:

"Sesuai dengan Dhammata (hukum), para bhikkhu, bahwa ketika seorang Bodhisatta turun dari surga Tusita, memasuki rahim ibunya, cahaya yang sangat cemerlang muncul di seluruh dunia, termasuk dunia para dewa dan brahma... dan seribu sistem dunia berguncang...."
(Digha-Nikaya, ii. 12)

Sifat Dhamma-niyama dapat diringkas dalam rumusan:

"Ketika itu ada, ini ada.
Dari kemunculan itu maka ini muncul.
Ketika itu tidak ada, ini tidak ada.
Ketika itu berakhir, maka ini berakhir"

atau dalam pernyataan:

"Inilah, para bhikkhu, tiga sifat khas dari hal yang berkondisi: dapat dipahami perkembangannya, dapat dipahami kelapukannya, dapat dipahami perubahannya ketika ia masih bertahan. Inilah, para bhikkhu, tiga sifat khas dari hal yang tidak berkondisi: perkembangannya tidak dapat dipahami, kelapukannya tidak dapat dipahami, perubahan dan durasinya tidak dapat dipahami"
(Anguttara-Nikaya, i 152)

Dhamma-niyama merupakan keseluruhan sistem yang mengatur alam semesta. Empat niyama lainnya merupakan hukum alam yang spesifik yang mengkhususkan pada aspek tertentu dari alam semesta. Jadi, hukum alam apa pun yang tidak termasuk dalam keempat niyama yang pertama dikategorikan sebagai Dhamma-niyama.

Di sini kata Dhamma menunjuk pada semua hal mental maupun materi. Oleh sebab itu, Bija, Kamma, dan Citta merupakan Dhamma, dan ia mengandung semua hal tersebut. Namun dalam klasifikasi niyama, nama-nama individual digunakan untuk keempat hal pertama untuk mengkhususkan dan membedakannya dari hal-hal lain, baik mental maupun materi, yang digolongkan di bawah nama umum "Dhamma". Karena alasan ini Dhamma-niyama tidak digunakan dalam penerapan yang sepenuhnya, tetapi dibatasi pada hal-hal yang tidak termasuk keempat hal pertama. Ketika dibutuhkan untuk menggunakan utu sebagai niyama, seseorang tidak seharusnya menyebutnya Dhamma-niyama walaupun Utu termasuk Dhamma, tetapi harus menggunakan nama individual yang sesuai dan menyebutnya sebagai utu-niyama.


5. CITTA NIYAMA ( Hukum Psikologis )
Adalah hukum tertib mengenai proses jalannya alam pikiran atau hukum alam batiniah, misalnya : proses kesadaran, timbul dan lenyapnya kesadaran, sifat-sifat kesadaran, kekuatan pikiran / batin (Abhinna), serta fenomena ekstrasensorik seperti Telepati, kewaskitaan (Clairvoyance), kemampuan untuk mengingat hal-hal yang telah lampau, kemampuan untuk mengetahui hal-hal yang akan terjadi dalam jangka pendek atau jauh, kemampuan membaca pikiran orang lain, dan semua gejala batiniah yang kini masih belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan modern termasuk dalam hukum terakhir ini.

Citta berarti "yang berpikir" (perbuatan berpikir), yang mengandung pengertian: yang menyadari suatu objek. Juga berarti: menyelidiki atau memeriksa suatu objek. Lebih jauh lagi, citta dikatakan berbeda-beda bergantung pada berbagai bentuk pikiran atas objek. Hal ini dinyatakan dalam kitab Pali:

"Para bhikkhu, Aku tidak melihat hal lain yang sangat beraneka ragam seperti pikiran (citta). Para bhikkhu, Aku tidak melihat kelompok (nikaya) lain yang sangat beraneka ragam seperti makhluk-makhluk alam rendah (binatang, burung, dan seterusnya). Makhluk-makhluk alam rendah ini hanya berbeda dalam pikiran. Namun pikiran, O para bhikkhu, lebih beraneka ragam dibandingkan makhluk-makhluk ini."
(Samyutta-Nikaya, iii. 152)

Pikiran menjadi lebih beraneka ragam berkaitan dengan hal-hal yang tidak baik dibandingkan dengan hal-hal yang baik sehingga dikatakan "Pikiran menyenangi hal-hal yang buruk". Oleh sebab itu, mahkluk-makhluk di alam rendah yang dibuat dan diciptakan oleh pikiran lebih beraneka ragam dibandingkan semua makhluk lainnya. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Dikatakan dalam kitab Pali:

"O, para bhikkhu, Aku akan menyatakan bagaimana dunia berasal, dan bagaimana dunia berakhir. Apakah asal mula dunia itu, O para bhikkhu? Dikondisikan oleh mata dan objek-objek muncul kesadaran penglihatan. Ketiga hal ini disebut kontak. Karena kontak, muncul perasaan; karena perasaan, muncul keinginan.... Demikianlah asal mula seluruh tubuh yang berpenyakitan ini. Dikondisikan oleh telinga dan objek-objek... oleh hidung... oleh lidah... oleh tubuh, dan seterusnya... dikondisikan oleh indera pikiran dan benda-benda muncul kesadaran pikiran. Ketiga hal ini adalah kontak. Karena kontak, muncul perasaan; karena perasaan, muncul keinginan.... Demikianlah asal mula seluruh tubuh yang berpenyakitan ini. Inilah, O para bhikkhu, apa yang disebut asal mula dunia."

"Apakah akhir dunia itu, O para bhikkhu? Dikondisikan oleh mata dan objek-objek muncul kesadaran pikiran. Ketiga hal ini disebut kontak. Karena kontak, muncul perasaan; karena perasaan.... Karena keinginan sepenuhnya berakhir, ketamakan berakhir; karena ketamakan berakhir, kemenjadian berakhir. Demikianlah akhir dari seluruh tubuh yang berpenyakitan ini. Demikian halnya juga berhubungan dengan telinga dan alat indera lainnya. Inilah, O para bhikkhu, apa yang disebut akhir dunia"
(Samyutta-Nikaya, iv 87)

Di sini ungkapan "dikondisikan oleh mata dan objek-objek muncul kesadaran mata, dan seterusnya" menunjukkan bahwa di dunia ini kesadaran dan proses pikiran orang-orang secara umum berbeda-beda dari momen ke momen dan menjadi sebab kelahiran kembali mereka dalam bentuk-bentuk yang berbeda dalam kehidupan berikutnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk-bentuk yang berbeda pada kehidupan yang akan datang dibuat dan diciptakan oleh pikiran pada kehidupan sekarang. Karena perbedaan kesadaran, persepsi juga berbeda. Karena perbedaan persepsi, keinginan berbeda, dan karena hal ini berbeda, maka perbuatan (kamma) berbeda. Beberapa orang juga berpendapat bahwa karena kamma berbeda, kelahiran kembali di alam binatang beraneka ragam.

55. Apapun yang terjadi dialam semesta ini bekerja sesuai dengan lima hukum tersebut diatas dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah. Keberadaan hukum-hukum alam semesta bekerja sesuai dengan ada tidaknya kondisi-kondisi pendukung yang muncul. Hukum alam semesta bersifat Universal, hukum ini tidak pandang bulu, selama kondisi-kondisinya tepat maka hukum ini akan bekerja. Contohnya api, api muncul diatur oleh hukum alam, karena ada kondisi yang mendukungnya. Api akan membakar apa saja yang bisa dibakarnya.

- Apabila ada anak kecil yang tidak tahu bahwa api itu panas dan membakar, lalu anak itu memasukkan tangannya ke dalam bara api, maka tangannya pasti akan terbakar.

- Orang yang tahu bahwa api bisa membakar, juga akan terbakar bila tangannya masuk ke dalam bara api.

- Orang yang tidak percaya bahwa api bisa membakar juga akan terbakar.

- Orang yang percaya juga akan terbakar.

- Orang yang memuja api tiap hari, menjadi pengikut setia api, juga akan terbakar bila tangannya dimasukkan kedalam bara api.

- Tahu atau tidak tahu, percaya atau tidak percaya, dipuja atau dibenci, dimanapun, siapapun dan kapanpun selama ada kondisi pendukung yang tepat, maka api akan membakar tanpa pandang bulu.

56. Berdasarkan pengetahuan bahwa ada Lima hukum yang mengatur alam semesta, jelas bahwa Kamma hanyalah salah satu dari beberapa penyebab yang menjadikan kita , misalnya ;

- Terlahir cantik, jelek, utuh atau cacat mungkin disebabkan oleh Turunan ( hukum Biologis / Bija niyama ), bukan semata-mata oleh perbuatan yang baik atau buruk di masa lampau.

- Cerdas atau bodoh mungkin disebabkan oleh keadaan sosial dan pengaruh orang tua ( hukum fisika dan hukum psikologik ), bukan semata-mata oleh perbuatan yang baik atau buruk di masa lampau.

- Mati muda atau berumur panjang mungkin karena gabungan antara masalah gizi ( hukum Biologis), lingkungan yang sehat ( hukum Fisika) dan mungkin pula sikap dan pandangan hidup (hukum psikologik), bukan semata-mata oleh perbuatan yang baik atau buruk di masa lampau.

57. Menghubungkan semua yang terjadi pada kita (baik ataupun buruk) sebagai semata-mata akibat dari perbuatan masa lampau, menurut Sang Buddha, berarti menutup mata pada kaidah sebab dan akibat yang telah dibenarkan oleh pengalaman kita sendiri, Beliau bersabda :

“Sehubungan dengan itu, ada penderitaan yang ditimbulkan oleh empedu, oleh lendir, dari udara, oleh kecelakaan, oleh keadaan yang tak dapat diketahui sebelumnya dan juga oleh hasil perbuatan lampau seperti diketahui dari pengalamanmu sendiri. Dan kenyataan bahwa penderitaan timbul dari berbagai penyebab telah diketahui dunia sebagai suatu kebenaran.... Oleh karenanya pertapa dan kaum Brahmin yang berkata : “ Apapun kesenangan atau penderitaan atau keadaan batin yang dialami seseorang, kesemuanya disebabkan oleh perbuatan masa lampau,” Maka pernyataan mereka bertentangan dengan pengalaman setiap orang yang telah diakui kebenarannya oleh dunia. Oleh karenanya, aku katakan bahwa mereka itu keliru“.
(Samyutta Nikaya IV:229- Anguttara Nikaya II: 86)

58. Sering kita dengar di lingkungan kita, orang mengatakan bahwa Tuhan Maha Adil berdasarkan pengamatannya pada kehidupan manusia. Sebenarnya orang tersebut sedang menggambarkan sifat Hukum Kamma yang adil. Hukum kamma akan mengatur bahwa perbuatan baik akan berbuah menjadi kebahagiaan. Sedangkan perbuatan buruk akan membuahkan penderitaan pada pelakunya. Hukum kamma akan bekerja dengan tanpa pandang bulu, umat agama apapun, yang percaya atau yang tidak percaya, yang tahu  ataupun tidak tahu, tua, muda, kaya, miskin, jahat, saleh, beriman ataupun tidak beriman, suku apapun dan bangsa apapun tidak berbeda di “mata” Hukum Kamma. Selama perbuatan itu dilakukan dengan kehendak, pikiran, ucapan dan tindakan jasmani, pasti akan membuahkan hasil.

Pada saat Kamma akan berbuah karena kondisi-kondisi pendukungnya telah matang , maka tidak ada satu makhlukpun yang dapat menghindar darinya, tidak juga para dewa-dewi. Hukum kamma berkuasa penuh.  Orang sering melihat bahwa biarpun Presiden, Raja, orang kuat dan sekaya apapun, apabila waktunya tiba, dapat mengalami kejatuhan yang menyakitkan dalam bentuk kehilangan kekuasaan, sakit dan mati.

59. Pada saat Tsunami terjadi, tidak ada satu orangpun atau negara manapun yang dengan senjatanya atau tehnologinya yang canggih bisa meredam kekuatan alam ini. Hukum kamma dan hukum alam semesta lainnya bekerja sama sesuai dengan kondisinya. Mereka yang meninggal dan yang selamat/hidup sedang menuai kamma buruknya secara kolektif tanpa bisa ditawar. Bukan karena Hukum Kamma ini sedang murka, tetapi karena perbuatan-perbuatan mereka di masa lampau mendapatkan kondisi yang tepat untuk berbuah bersama-sama. Jika ada yang menjelaskan bahwa kejadian itu sebagai gambaran kekuasaan Tuhan yang maha kuasa, sebenarnya dia sedang menceritakan bekerjanya kekuatan Hukum kamma dan hukum alam lainnya.

60. Sebagai contoh bahwa Hukum kamma bekerja bersama dengan hukum alam semesta yang lain adalah seorang yang terlahir dengan cacat tubuh, maka prasyarat yang harus dipenuhi untuk hal tersebut adalah :

1) Adanya buah Kamma buruk yang telah matang dan memenuhi persyaratan untuk terlahir cacat tubuh (Kamma  Niyama / Hukum Kamma).

2) Adanya sepasang laki-laki dan perempuan yang memiliki buah kamma buruk sebagai calon kedua orang tuanya dan memenuhi syarat pendukung untuk terlahirnya si bayi tersebut (Bija Niyama /Hukum reproduksi/hukum Biologis /Hukum  genetika).

Setelah sang bayi terlahir dengan kondisi seperti itu, maka yang dirasakan kedua orang tuanya adalah kesedihan dan penderitaan yang berkepanjangan. Bagi si bayi juga demikian, karena dalam keseluruhan hidupnya akan mengalami banyak hambatan / penderitaan yang disebabkan oleh keterbatasan fisiknya. Tiga sosok manusia menuai kamma buruknya dalam satu keluarga inilah yang dikatakan sebagai  Kamma Keluarga. Adapula Kamma Kelompok yang diterima secara kolektif/bersama-sama dalam kelompok desa, kecamatan, kota, propinsi atau negara.

61. Sebagai contoh Kamma buruk kelompok negara adalah perang fisik antar negara, yang mengakibatkan banyak kematian, kelaparan, keresahan, ketakutan, kemiskinan  dan  penderitaan  batin / traumatis  yang berdampak sangat buruk terhadap seluruh warganegaranya secara bersama-sama. Seberapa besar atau kecil dampak dari peperangan itu terhadap seseorang tidaklah sama persis, semua tergantung kamma masing-masing.

“Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah gunung atau dimanapun juga, dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk dapat menyembunyikan diri dari akibat perbuatan jahatnya .”
(Dhammapada  IX ;127)

62. Sebagai contoh untuk memudahkan pemahaman kita terhadap Hukum Kamma atau Hukum Sebab-Akibat adalah demikian :

- Bila kita menolong kesulitan seseorang (Suatu Perbuatan baik) akan mendapatkan persahabatan baru. (Suatu hasil perbuatan baik).

- Pula sebaliknya, bila kita berdusta (Suatu perbuatan buruk) suatu saat ketahuan bahwa kita telah membohongi mereka dan oleh karenanya kita di-caci-maki dan dipermalukan. (Suatu hasil perbuatan buruk).

63. Tentunya, kehendak untuk berbuat sesuatu (belum dilaksanakan) berbeda dengan bila telah dilaksanakan, walau keduanya berdampak, yang pertama (kehendak saja) lebih ringan dari yang kedua (telah melaksanakannya). Setiap kali kita dengan sengaja berpikir, berkata dan bertindak, maka jelas terjadi perubahan pada kesadaran kita. Dengan demikian, kita saat ini tergolong tipe manusia yang bagaimana adalah tergantung dari timbunan perbuatan yang telah dilakukan pada masa-masa sebelumnya, demikian pula apa yang kita lakukan sekarang akan membentuk watak kita di hari kemudian.


"Sesuai dengan benih yang di tabur,
begitulah buah yang akan dipetiknya.
Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan,
pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula.
Taburlah biji-biji benih
dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".
( Samuddaka Sutta; Samyutta Nikaya 11.10 {S 1.227} )



Selanjutnya ----> Jenis-jenis Kamma


3 komentar:

  1. Saya ada beberapa pertanyaan pak,

    1. Jika manusia membunuh krn tidak disengaja (kecelakaan) atau untuk membela diri, apakah itu termasuk kejahatan ?

    2. Jika Manusia terlahir didalam kondisi yg jauh dari ilmu (pedalaman) atau kondisi di lingkungan yg tidak memungkinkan mengenal ajaran budha bagaimana caranya bisa mencapai kebebasan (budha) ?

    Terima kasih

    BalasHapus
  2. 1. Membunuh karena tidak disengaja (kecelakaan) adalah perbuatan yg dilakukan TANPA ADA NIAT jahat ataupun baik, suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan baik atau jahat karena ada NIAT untuk melakukannya, dan dalam Buddhisme Niat itulah yang disebut sebagai KARMA yang menghasilkan akibat. (Karma baik atau buruk).

    Membunuh saat kita sedang membela diri demi mempertahankan hidup, jika ada unsur Niat untuk membunuh TETAP merupakan tindakan jahat.

    2. Segala sesuatu jika dikerjakan tanpa mengetahui CARA untuk menyelesaikannya maka pekerjaan itu tidak akan mencapai kesuksesan. Apalagi dalam hal ini adalah tentang pencapaian Pembebasan diri dari penderitaan yaitu mencapai kondisi batin yang bebas dari Nafsu keinginan, ketamakan, kebencian dan ketidaktahuan(kebodohan batin), maka jika orang tsb tidak mengenal dan melaksanakan ' Jalan Mulia Berunsur Delapan' dengan sempurna - dapat dipastikan ia tidak dapat mencapai pembebasan dari kelahiran dan kematian yang berulang-kali (Samsara). Bahkan umat Buddha sendiri yang mengenal ajaran Buddha dengan baik tapi tidak melaksanakannya, ia pun tidak akan dapat mencapai pembebasan tsb.

    Demikian jawaban yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat.

    Semoga Anda sejahtera dan bahagia.

    Tanhadi.

    BalasHapus
  3. 1. Membunuh karena tidak disengaja (kecelakaan) adalah perbuatan yg dilakukan TANPA ADA NIAT jahat ataupun baik, suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan baik atau jahat karena ada NIAT untuk melakukannya, dan dalam Buddhisme Niat itulah yang disebut sebagai KARMA yang menghasilkan akibat. (Karma baik atau buruk).

    Membunuh saat kita sedang membela diri demi mempertahankan hidup, jika ada unsur Niat untuk membunuh TETAP merupakan tindakan jahat.

    2. Segala sesuatu jika dikerjakan tanpa mengetahui CARA untuk menyelesaikannya maka pekerjaan itu tidak akan mencapai kesuksesan. Apalagi dalam hal ini adalah tentang pencapaian Pembebasan diri dari penderitaan yaitu mencapai kondisi batin yang bebas dari Nafsu keinginan, ketamakan, kebencian dan ketidaktahuan(kebodohan batin), maka jika orang tsb tidak mengenal dan melaksanakan ' Jalan Mulia Berunsur Delapan' dengan sempurna - dapat dipastikan ia tidak dapat mencapai pembebasan dari kelahiran dan kematian yang berulang-kali (Samsara). Bahkan umat Buddha sendiri yang mengenal ajaran Buddha dengan baik tapi tidak melaksanakannya, ia pun tidak akan dapat mencapai pembebasan tsb.

    Demikian jawaban yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat.

    Semoga Anda sejahtera dan bahagia.

    Tanhadi.

    BalasHapus