KISAH BELATTHASISA THERA
Dhammapada VII: 92
Belatthasisa Thera, setelah pergi berpindapatta di
suatu desa, berhenti di tepi jalan dan memakan makanannya. Setelah makan, ia
meneruskan berpindapatta untuk memperoleh dana makanan lagi. Ketika telah
merasa cukup ia kembali ke vihara, mengeringkan nasi dan menyimpannya. Jadi ia
tidak perlu berpindapatta setiap hari, sehingga ia dapat bermeditasi Jhana
selama dua atau tiga hari. Begitu selesai meditasi, ia memakan nasi kering yang
telah disimpannya, setelah merendamnya terlebih dulu dalam air. Bhikkhu-bhikkhu
lain berpikiran buruk terhadap kelakuan thera itu. Mereka melaporkan hal
tersebut kepada Sang Buddha.
Sang Buddha berpikir, jika hal itu ditiru oleh
bhikkhu-bhikkhu lainnya, ada kemungkinan menjadi disalah-gunakan. Oleh karena
itu Beliau melarang para bhikkhu untuk menyimpan makanan. Beliau juga
menganjurkan para bhikkhu agar berusaha mempertahankan kesederhanaan dan
kemurnian hidupnya dengan tidak memiliki barang-barang selain keperluan
bhikkhu.
Sedangkan untuk Belatthasisa, ia menyimpan nasi
sebelum peraturan ditetapkan, lagi pula ia tidak serakah terhadap makanan,
tetapi hanya menghemat waktu untuk keperluan bermeditasi. Sang Buddha
menetapkan bahwa ia tidak bersalah dan tidak tercela.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
92 berikut:
Mereka yang tidak lagi mengumpulkan
harta duniawi,
yang sederhana dalam makanan,
yang telah mencapai "Kebebasan
Mutlak",
maka jejak mereka tidak dapat dilacak
bagaikan burung-burung di angkasa.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar