KISAH PERPECAHAN SANGHA
Dhammapada XII: 163
Pada suatu kesempatan, ketika Sang Buddha sedang
memberikan khotbah di Vihara Veluvana, Devadatta datang kepadanya dan
menyarankan bahwa Sang Buddha kini telah menjadi tua, seharusnya tugas-tugas
kepemimpinan Sangha diserahkan kepada Devadatta. Tetapi Sang Buddha menolak
permintaannya, menegurnya, dan menyebutnya "penjilat lidah"
(khelasika). Sejak saat itu, Devadatta sangat membenci Sang Buddha. Ia bahkan
berusaha membunuh Sang Buddha sebanyak tiga kali, tetapi selalu gagal, kemudian
Devadatta mencoba taktik lain. Kali ini ia datang kehadapan Sang Buddha dan
mengajukan lima peraturan untuk para bhikkhu untuk dilakukan sepanjang
hidupnya.
Ia mengajukan:
1.
Para bhikkhu harus tinggal di hutan.
2.
Para bhikkhu harus hidup dengan makanan yang hanya
diterima pada saat pindapatta.
3.
Mereka harus mengenakan jubah yang hanya terbuat dari
potongan kain yang diperoleh dari tumpukan sampah.
4.
Mereka harus berdiam di bawah pohon dan
5.
Mereka tidak boleh memakan ikan atau daging.
Sang Buddha tidak menolak terhadap peraturan tersebut
dan tidak keberatan terhadap siapa yang sanggup melakukannya, tetapi dengan
berbagai pertimbangan yang benar, Beliau tidak menetapkan peraturan itu untuk
para bhikkhu secara keseluruhan.
Devadatta menuntut bahwa peraturan yang diajukannya
lebih baik daripada peraturan yang telah ada, dan beberapa bhikkhu baru sepakat
dengannya.
Suatu hari, Sang Buddha bertanya kepada Devadatta
apakah benar bahwa ia berusaha membuat perpecahan dalam Sangha, dan ia mengakui
bahwa hal itu benar. Sang Buddha memperingatkannya bahwa perbuatan itu adalah
suatu perbuatan buruk yang serius, tetapi Devadatta tidak memperdulikan
peringatan itu. Setelah itu Devadatta bertemu dengan Ananda Thera pada saat
berpindapatta di Raja Gaha.
Devadatta berkata kepada Ananda Thera, "Ananda
mulai hari ini, saya akan melakukan kegiatan uposatha, dan menjalankan
tugas-tugas Sangha secara terpisah, tidak tergantung kepada Sang Buddha dan
pasamuan bhikku-bhikkhu".
Sekembalinya dari pindapatta, Ananda Thera memberitahu
Sang Buddha apa yang telah dikatakan oleh Devadatta.
Mendengar hal itu, Sang Buddha menjelaskan,
"Devadatta melakukan kesalahan yang sangat serius, perbuatan itu akan
menyebabkan ia terlahir ke alam Neraka Avici. Bagi orang yang bersifat baik,
sangatlah mudah melakukan perbuatan baik dan sulit berbuat jahat, tetapi orang
yang jahat, sangatlah mudah berbuat jahat dan sulit melakukan perbuatan baik.
Memang, dalam hidup ini adalah mudah untuk melakukan suatu yang tidak
bermanfaat, tetapi sulit untuk melakukan sesuatu yang baik dan
bermanfaat".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
163 berikut:
Sungguh mudah untuk melakukan hal-hal
yang buruk dan tak bermanfaat, tetapi sungguh sulit untuk melakukan hal-hal
yang baik
dan bermanfaat bagi diri sendiri.
Kemudian pada hari Uposatha, Devadatta diikuti oleh
lima ratus bhikkhu-bhikkhu suku Vajji, memisahkan diri dari Pasamuan Sangha,
dan pergi ke Gayasisa. Akan tetapi ketika dua murid utama, Sariputta dan Maha
Moggallana pergi menemui para bhikkhu pengikut Devadatta, dan berbicara kepada
mereka. Mereka menyadari kesalahannya, sehingga banyak di antara mereka yang
kembali bersama dua murid utama kepada Sang Buddha.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar