MEGHIYA
(YM.Meghiya
adalah pendamping Sang ßŭddђά sebelum YM. Ananda) 1
Pada suatu ketika YM. Meghiya pergi ke
Jantugama untuk mengumpulkan dana makanan dan setelah makan, dia pergi ke tepi
Sungai Kimikala. Di sana, dia melihat hutan mangga yang menyenangkan dan indah.
Pada saat melihat hutan itu, dia
berpikir bahwa tempat itu sangat cocok bagi orang yang ingin berjuang dalam
meditasi.
Kemudian Y.M. Meghiya menemui Sang
ßŭddђά untuk meminta Izin agar Dia diperbolehkan untuk bermeditasi disana.
Namun Sang. ßŭddђά menyuruh Meghiya
untuk menunggu sampai ßђίķķĥŭ yang lain datang terlebih dahulu.
Tetapi Y.M. Meghiya ngotot sampai tiga
kali mengulangi permohonannya.
Akhirnya Sang ßŭddђά mengijinkannya,
dan Y.M. Meghiya pun pergi ke hutan mangga itu. Setelah tiba di sana, dia masuk
ke dalam hutan dan duduk di bawah sebuah pohon untuk menghabiskan harinya di
sana. Tetapi sementara berdiam di hutan mangga itu, tiga pemikiran yang jahat
dan tak-bajik terus-menerus mengganggunya, yaitu: pemikiran sensual, pemikiran
niat jahat, dan pemikiran kekerasan 2.
YM. Meghiya merasa aneh dan heran ,
karena dia merasa telah meninggalkan
rumah untuk masuk ke dalam kehidupan tak-berumah ini bukan karena terpaksa,
tapi berdasarkan pada keyakinannya.
Namun masih saja dia diganggu oleh
tiga pemikiran yang jahat dan tak-bajik ini, yaitu: pemikiran sensual,
pemikiran niat jahat dan pemikiran kekerasan."
Sehubungan dengan
ketidak-mengertiannya itu, Y.M. Meghiya kembali kepada Sang ßŭddђά, dan dia pun
menceritakan apa yang terjadi.
Kemudian Sang ßŭddђά memberikan
wejangan-Nya kepada YM. Meghiya, dikatakan bahwa jika pikiran masih kurang
matang untuk pembebasan, ada lima kondisi yang mendukung untuk membuatnya
matang. Yaitu ;
1). Memiliki teman yang mulia, sahabat
yang mulia, kawan yang mulia."3
2). Seorang bhikkhu harus bermoral,
mengendalikan diri dengan peraturan Patimokkha, sempurna di dalam tindakan dan
usaha, melihat bahaya di dalam kesalahan terkecil sekalipun. Setelah mengambil
peraturan-peraturan latihan, dia harus berlatih diri di dalamnya.
3). Pembicaraan dimana bhikkhu itu
terlibat harus cocok dengan kehidupan yang sederhana dan membantu kejernihan
mental; ini berarti pembicaraan tentang sedikitnya keinginan, tentang kepuasan,
tentang kesendirian, tentang ketenangan, tentang pengerahan semangat, tentang
moralitas, konsentrasi, kebijaksanaan, pembebasan, dan tentang pengetahuan
serta pandangan pembebasan.
Jika seorang bhikkhu memperoleh
kesempatan untuk terlibat di dalam pembicaraan tentang hal-hal itu dengan mudah
dan tanpa kesulitan, inilah hal ketiga yang membuat pikiran yang tidak matang
menjadi matang untuk pembebasan."
4). Seorang bhikkhu hidup dengan
semangat yang ditujukan untuk melepaskan semua yang tak-bajik dan mengumpulkan
semua yang bajik, maka dia kokoh dan kuat di dalam usahanya, tidak melalaikan
tugas-tugasnya sehubungan dengan kualitas-kualitas yang bajik.
4). Seorang ßђίķķĥŭ memiliki
kebijaksanaan; dia dilengkapi dengan kebijaksanaan yang melihat muncul dan
lenyapnya fenomena, yang agung dan menembus, yang menuju pada hancurnya
penderitaan secara total.
Bila seorang bhikkhu memiliki teman
yang mulia, sahabat dan kawan yang mulia, dapat diharapkan bahwa dia akan
menjadi bermoral ... bahwa dia akan terlibat di dalam pembicaraan yang cocok
dengan kehidupan yang sederhana dan bermanfaat untuk kejernihan mental ...
bahwa energinya akan dikerahkan untuk meninggalkan semua yang tak-bajik dan
mengumpulkan semua yang bajik ... bahwa dia akan dilengkapi dengan
kebijaksanaan yang membawa pada hancurnya penderitaan secara total."
Bila
seorang bhikkhu telah mantap dalam lima hal ini, dia harus mengembangkan empat
hal lain:
-Dia harus mengembangkan meditasi
tentang kekotoran (tubuh) untuk menghilangkan nafsu; dia harus mengembangkan
cinta kasih untuk meninggalkan niat jahat; dia harus mengembangkan kewaspadaan
terhadap pernafasan untuk memotong pemikiran yang mengganggu; dia harus
mengembangkan pengertian tentang ketidakkekalan untuk menghilangkan kesombongan
tentang 'Aku'. Di dalam diri orang yang memahami ketidakkekalan, pemahaman
tentang tanpa-diri akan tertanam dengan mantap; dan orang yang memahami tanpa
diri akan mencapai hapusnya kesombongan tentang 'Aku' dan mencapai Nibbana di
dalam kehidupan ini juga."
( Anguttara Nikaya IX.3 )
__________________
Catatan
1 Selama dua puluh tahun pertama masa
pengabdian-Nya, Sang Buddha tidak mempunyai pembantu tetap. Beliau memilih
bhikkhu yang berlainan untuk tugas ini, dan tidak semuanya terbukti memuaskan.
Dua puluh tahun kemudian, pada usia lima puluh lima tahun, Sang Buddha menunjuk
Y.M. Ananda sebagai pembantu tetapnya. Ananda melakukan tugas ini dengan rajin
selama dua puluh lima tahun sampai Sang Guru parinibbana.
2 Suatu penjelasan yang menarik mengapa
pemikiran-pemikiran ini tiba-tiba menyerangnya secara kuat: "Berturut-turut
selama 500 kelahiran kembali, Meghiya menjadi raja. Ketika pergi ke taman
kerajaan untuk berolahraga dan bersenang-senang dengan para penari wanita dalam
tiga kelompok umur, dia biasanya duduk persis di tempat itu, yang disebut 'meja
batu yang menjanjikan keberhasilan'. Maka, ketika Meghiya duduk persis di
tempat itu, dia merasakan seakan-akan kebhikkhuannya meninggalkannya dan dia
menjadi raja yang dikelilingi oleh penari-penari cantik. Dan ketika - sebagai
raja - dia sedang menikmati keindahan itu, suatu pemikiran nafsu indera muncul
di dalam dirinya. Tepat pada saat itu kebetulan para pengawal ksatrianya
menyerahkan kepadanya dua bandit yang telah mereka tangkap, dan Meghiya melihat
mereka dengan sangat jelas seakan-akan mereka sedang berdiri di depannya. Kini,
ketika (sebagai raja) dia menjatuhkan hukuman mati pada satu bandit, suatu
pemikiran niat jahat muncul di dalam dirinya; dan ketika dia memerintahkan agar
bandit satunya diborgol dan dipenjara, suatu pemikiran kekerasan muncul di
dalam dirinya. Oleh sebab itulah, kini dia - sebagai bhikkhu Meghiya - menjadi
terbelenggu di dalam pemikiran tak-bajik itu bagaikan sebatang pohon dibelenggu
oleh jaringan tanaman rambat atau bagaikan pencari madu di tengah sekelompok
lebah madu."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar