Kamis, Desember 18, 2014
Dhamma dan Vinaya adalah Guru Kita
DHAMMA DAN VINAYA ADALAH GURU KITA
Bila kita perhatikan lebih jauh di forum-forum diskusi
ajaran Buddha yang bertebaran di internet, ternyata masih sangat banyak orang
yang mengaku sebagai umat Buddhis tapi sangat minim pengetahuannya tentang
ajaran Buddha (Dhamma dan Vinaya). Ini adalah fakta yang menyedihkan.
Bahkan ada yang berpendapat bahwa ‘membaca/mempelajari Sutta-sutta itu tidak penting, itu
hanya teori, hanya sebuah konsep, yang penting adalah praktiknya…, lagipula
belum tentu ajaran yang di sutta itu adalah benar-benar ucapan dari Buddha
sendiri.’, dsb….
Orang-orang yang berpikiran sempit seperti itulah yang
pada perjalanan diskusinya cenderung menggunakan penafsiran-penafsiran pribadi
dan melenceng dari ajaran Buddha (adhamma), berbelit-belit dan penuh dengan
pandangan salah.
Bagaimanapun juga, sebagai umat Buddhis, kita seharusnya mengenali
Sutta-Sutta dan mempelajarinya dengan sebaik-baiknya. Untuk hal
tersebut mari kita ingat kembali nasihat-nasihat Sang Buddha tersebut dibawah
ini :
Di dalam Maha
Parinibbana Sutta (Digha Nikaya Sutta 16), Sang Buddha
menasehati para bhikkhu: “Dhamma-Vinaya apapun yang
telah Aku tunjukkan dan rumuskan untuk kalian, itulah yang akan menjadi Guru
kalian ketika Aku tiada.”
Ini adalah pernyataan yang sangat penting yang
maknanya telah diabaikan oleh banyak umat Buddhis. Karena banyak umat Buddhis
tidak pernah mendengar nasihat ini atau mengerti maknanya, maka mereka lebih banyak
menyenangi untuk mempelajari buku-buku belakangan ini yang berisi banyak Dhamma
dan beberapa adhamma
(yakni yang bertentangan dengan Dhamma) ditambahkan di sana-sini.
Dan untuk mengetahui adanya perubahan-perubahan yang
tersebar di sana-sini di sepanjang teks hanya bisa diketahui jika seseorang
cukup jeli dan benar-benar mengenal kumpulan Sutta tertua. Jika tidak,
seseorang akan merasa sangat sulit untuk membedakan buku-buku belakangan dari
yang lebih awal.
Demikian pula,
di dalam Samyutta Nikaya, sutta 20.7, Sang Buddha
telah pula memperingatkan bahwa di masa depan (yakni sekarang ini), orang-orang
akan menolak untuk mendengarkan khotbahNya (Sutta). Tentu saja hal itu akan
berdampak merusak pada dua hal, yaitu :
- Sutta
- Sutta akan hilang, dan
- Orang-orang
akan memperoleh pemahaman yang salah tentang Dhamma.
Jika
kita tidak mengenal Sutta, atas dasar apa dan bagaimana kita bisa mempraktikkan
Ajaran Buddha dengan ‘Pandangan yang benar?’
Oleh karena itulah, kita sebagai umat Buddhis harus
mengenal Sutta, jadi kita bisa menilai apakah buku-buku Dhamma atau instruksi
para bhikkhu atau beberapa guru lainnya adalah sesuai dengan ajaran Sang
Buddha. Inilah sebabnya mengapa kita sebagai umat Buddhis harus selalu
mengingat Dhamma-Vinaya sebagai Guru kita yang Utama; khususnya bagi kita adalah
kumpulan Sutta tertua di dalam Nikaya.(Th)
Semoga bermanfaat.
10 Desember 2014
Mettacittena,
Tanhadi
Kemelekatan
KEMELEKATAN
Sehubungan
dengan Ajaran Buddha
tentang "Ketidak-melekatan", ternyata masih ada dikalangan umat
Buddhis sendiri yang menyatakan bahwa kita seharusnya tidak melekat pada APAPUN
juga!
Ada juga umat
Buddha KTP yang berpandangan salah mengatakan
bahwa mereka yang menjalankan kehidupan bermoral- sebagai 'kemelekatan' terhadap
Sila-sila.
Di kalangan
Buddhis tradisional malah menciptakan ketakutan terhadap meditasi mendalam,
dengan menyatakan bahwa Anda hanya akan 'melekat' terhadap Jhana.
Tentu saja
hal-hal itu sudah terlalu jauh menyimpang dan berpandangan salah terhadap
Ajaran Buddha.
Memang ada
banyak hal yang
membuat kita 'melekati atau menggenggam sesuatu’ sehubungan dengan adanya nafsu
keinginan yang
ada pada diri kita. Namun Sang Buddha
hanya memerincikan 'Empat kelompok Kemelekatan'
yang harus kita hindari, karena empat kelompok kemelekatan inilah yang
menyebabkan Kelahiran kembali., yaitu : 'Kemelekatan' pada :
1). Panca indra.
2). Pandangan
salah,
3). Gagasan
bahwa Pembebasan dapat dicapai hanya melalui ritual dan inisiasi.
4). Pandangan
mengenai adanya 'diri'.
Keempat
kelompok itulah yang menjadi 'Bahan bakar' bagi keberadaan kita dikehidupan
mendatang serta penderitaan lebih lanjut.
Oleh karena
itu, melatih belas kasih,
mengambil latihan lima sila ataupun sila kebhikkhuan yang lebih banyak, dan
melatih praktik meditasi
bukanlah hal-hal diluar ajaran Buddha,
dan adalah suatu tindakan yang salah bila menghentikan praktik-praktik tersebut
dengan menyebutnya sebagai 'Kemelekatan'. (Th)
Selamat
beraktifitas,
Semoga
bermanfaat.
Waru, 18 Desember 2014
Mettacittena,
Tanhadi
Dhamma adalah untuk Dipraktikkan
DHAMMA ADALAH UNTUK DIPRAKTIKKAN
Ketika kita belum mengenal Dhamma, kita dengan
semangat dan rajin mempelajari buku-buku Dhamma dan Sutta-sutta. Tetapi tidak
sedikit orang yang terlalu asyik mempelajari buku-buku Dhamma dan Sutta-sutta
tersebut, sehingga tanpa disadarinya ia menjadi melekat pada konsep-konsep tanpa
mempraktikkannya. Ini adalah kesalahan.
Demikian pula, kebanyakan orang terjebak dan terikat pada
sosok guru yang ideal atau tradisi tertentu, dan bukannya pada KEBENARAN, sehingga
ia menolak untuk belajar dari yang lainnya. Ini juga suatu kesalahan.
Tujuan kita mempelajari Dhamma adalah untuk DIPRAKTIKKAN,
yaitu berlatih secara terus-menerus untuk melakukan apa yang benar melalui
tubuh, ucapan dan pikiran. Dengan demikian Dhamma akan bermanfaat bagi diri
sendiri maupun untuk makhluk lainnya.(Th)
Semoga bermanfaat.
Waru, 18 Desember 2014
Mettacittena,
Tanhadi
Senin, Desember 15, 2014
Sabtu, Desember 06, 2014
Bagai Daun-Daun di Musim Gugur
BAGAI DAUN-DAUN DI MUSIM GUGUR
Seperti
halnya daun-daun di musim semi yang akan mengering dan berjatuhan di musim
gugur. Demikian pula sungguh singkat rentang kehidupan kita dan kehidupan
inipun akan segera berlalu.
Tak
ada jaminan perlindungan bagi yang tua maupun yang berusia muda, setiap saat
kematian akan datang menjemput. Dengan memahami bahaya yang muncul dalam
kematian, seyogianya kita senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan baik yang
dapat membawa kebahagiaan bagi semua makhluk dan diri kita sendiri.
Jika
kita terkendali dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh tubuh, ucapan dan
pikiran, niscaya perbuatan-perbuatan berjasa yang kita lakukan selagi masih
hidup akan membawa kebahagiaan ketika kita pergi meninggalkan dunia ini.
** (Inspirasi dari Anguttara
Nikaya.3.51)
Mettacittena,
Tanhadi
-oOo-
Hindarilah Menyakiti dan Membunuh Makhluk Hidup
HINDARILAH
MENYAKITI DAN MEMBUNUH MAKHLUK HIDUP
Oleh : Upa. Amaro
Tanhadi
Siapapun
yang senang menyakiti dan membunuh makhluk hidup, cenderung merasa bahwa apa
yang dilakukannya itu tidak salah. Padahal membunuh makhluk hidup jenis apapun
juga tetap tergolong perbuatan jahat.
Apakah
dengan membunuh boleh dikatakan menjadi sumber kegembiraan?
Tentu
saja TIDAK!, adalah suatu kebodohan jika kita melakukan kejahatan semacam itu,
terlebih lagi hanya untuk sebuah kepuasan diri dan bergembira diatas
penderitaan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, sebagai umat Buddhis yang
benar-benar bertekad untuk hidup di dalam Dhamma, hindarilah hobby memancing,
berburu dan memesan daging atau makanan yang secara langsung kita peroleh dari
‘memerintah’ si koki untuk membunuh hewan tersebut.
Sang
Buddha tidak pernah menganjurkan atau membenarkan siapapun untuk menganiaya
makhluk hidup, apalagi membunuhnya dengan alasan apapun. Karena mereka juga
memiliki harapan dan hak yang sama dengan kita untuk hidup bebas dari
penderitaan.
Metta
(cinta kasih) yang di ajarkan oleh Sang Buddha bukanlah hanya terbatas pada
sesama manusia saja, namun juga bagi hewan yang besar maupun yang kecil, dan
semua makhluk hidup yang tampak maupun yang tak tampak.
Semoga
kita semuanya senantiasa sadar dalam menjalankan SILA Buddhis dan tetap
berlatih untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup dengan cara kita
masing-masing.
Semoga
kita semuanya dalam keadaan sehat, jauh dari segala rintangan dan kesulitan
hidup. Semoga kita semuanya bebas dari penderitaan batin dan jasmani. Semoga
semua makhluk hidup bahagia.
Waru,
6 Desember 2014
Mettacittena,
Tanhadi
-oOo-