SEJARAH PERAYAAN CAP GO ME
by : NN
Perayaan Yuan Xiao Jie atau di Indonesia terkenal dengan sebutan Perayaan Cap Go Me, diperingati pada tanggal 15 bulan 1 Imlek merupakan penutup dalam rangkaian perayaan menyambut Tahun Baru Imlek.. Cap Go Me berasal dari bahasa Mandarin dialek Hok Kian. Mandarin : Shi Wu Wan, Hok Kian : Cap Go Me, yang berarti malam hari pada tanggal 15 bulan 1 Imlek. Di Tiongkok perayaan ini dikenal dengan nama Yuan Xiao Jie. Di Malaysia dan sekitarnya menyebut Cap Go Me sebagai Hari Kasih Sayang China atau Valentine China.
Cara merayakan Cap Go Me ini berbeda di setiap negara. Di Malaysia: Perempuan yang belum menikah melemparkan jeruk di pinggir kali memohon agar cepat dapat jodoh. Jika laki-laki yang belum mendapat jodoh melemparkan apel ke pinggir kali. Kebiasaan ini tampaknya tidak ada di negara kita. Namun perayaan Cap Go Me dirayakan dengan sangat meriah di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu perayaan yang sangat meriah dilangsungkan di Singkawang, Kalimantan Barat, di mana event Cap Go Me ini sudah masuk dalam kalender rutin kegiatan daerah. Selain diramaikan oleh atraksi Liong, Barongsai, dan Gotong Toa Pe Kong, perhelatan juga diisi oleh para tatung yang mempertontonkan kekuatan tubuhnya terhadap berbagai senjata tajam. Benar-benar meriah dan ramai. Ini merupakan salah satu keunikan yang ada di negara kita, dan memperkaya keanekaragaman budaya di Indonesia.
Di Negara asalnya Tiongkok, perayaan Cap Go Me terkenal dengan sebutan Yuan Xiao Jie {Hok Kian : Gwan Siao}. Perayaan ini pernah dilakukan secara besar-besaran di masa Dinasti Tong [618 – 907 M] saat pemerintahan Kaisar Tong Jwee Cong (710 – 712 M). Kaisar ketika itu membuat ratusan pohon tinggi untuk dipasangi 50.000 buah lilin. Pohon ini belakangan dikenal dengan sebutan Go San. Pada setiap perayaan Cap Go Me, Kaisar selalu mempersilahkan masyarakat ke istana sambil membawa lampion. Ini sulit terjadi jika bukan karena perayaan Cap Go Me. Rakyat berbondong-bondong masuk ke istana untuk minta berkah keselamatan dan panjang umur.
Dalam Taoisme perayaan Cap Go Me ini disebut Shang Yuan untuk memperingati Se Jit (hari lahir) salah satu dari Maha Dewa San Guan Da Di {Hok Kian = Sam Kwan Tay Te}yaitu Tian Guan. Pada hari ini mereka mengharap berkah dari Tian Guan (Shang Yuan Tian Guan Ci Fu). Sebutan untuk Maha Dewa San Guan Da Di {Sam Kwan Tay Te} ada bermacam-macam :
Pertama, sebutan San Yuan {Hok Kian = Sam Gwan}. Sebutan ini menunjukkan waktu tiga Kaisar Kuno turun ke dunia, yaitu :
Cia Gwe Cap Go (tgl 15 bulan 1 Imlek) = Shang Yuan {Hok Kian = Siang Gwan}
Cit Gwe Cap Go (tgl 15 bulan 7 Imlek) = Zhong Yuan {Hok Kian = Tiong Gwan}
Cap Gwe Cap Go (tgl 15 bulan 10 Imlek) = Xia Yuan {Hok Kian = He Gwan}
Kedua, adalah San Yuan Gong {Sam Gwan Kong}. Ini adalah sebutan penuh penghormatan kepada 3 orang Kaisar Kuno yang terkenal yaitu : Kaisar Yao {Hok Kian =Giauw}, Kaisar Shun {Sun}, dan Kaisar Yu {Ie}.
Kaisar Yao [ 2357 SM – 2258 SM ] adalah seorang Kaisar yang terkenal karena kesederhanaannya dan amat memperhatikan kepentingan rakyat. Konon tempat tinggal beliau bukanlah sebuah istana yang gemerlapan seperti umumnya seorang raja, tetapi beliau lebih menyukai tinggal di sebuah rumah sederhana yang beratap rumbia & tiangnya terdiri dari kayu hutan biasa, tanpa dicat. Makannya adalah beras kasar dengan sayur-sayuran sederhana dan minumnya hanyalah dari sumber air di gunung. Pakaian yang dikenakannya hanya terdiri dari kain kasar, bila cuaca dingin ditambah dengan mantel dari kulit rusa.
Jika rakyatnya ada yang tertimpa kelaparan, Kaisar Yao berkata : “Akulah yang menyebabkan kalian lapar”. Bila ada rakyatnya yang kedinginan karena tidak memiliki pakaian cukup, Kaisar Yao akan berkata : “Akulah yang menyebabkan kalian tidak dapat berpakaian cukup”, dan bila di dalam negerinya ada seorang yang berbuat kesalahan, Kaisar Yao akan berkata : “Akulah yang menyebabkan kalian sampai terjerumus ke dalam lembah kejahatan”. Demikian bajiknya Kaisar Yao, sampai semua kesalahan dan kesengsaraan rakyat dianggap adalah tanggung jawabnya sendiri.
Oleh karena itulah pada masa pemerintahannya yang hampir 100 (seratus) tahun lamanya ini, walaupun ada bencana kekeringan yang hebat dan banjir yang dahsyat, rakyat tidak pernah menggerutu dan tetap mencintainya. Karena kebajikannya inilah, konon dalam istananya yaitu rumah sederhana yang beratap rumbia, sering muncul gejala alam yang merupakan pertanda baik, seperti munculnya Burung Hong yang bertengger di atap, rumput yang disediakan untuk kuda mendadak berubah menjadi padi, dan lain-lain.
Selain dirinya adalah seorang Kaisar yang bijaksana, Kaisar Yao juga dibantu oleh sejumlah menteri yang benar-benar cakap. Salah satunya ada seorang menteri yang pandai yaitu Shun, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan. Ketika mengundurkan diri dari tahta, Kaisar Yao memilih Shun sebagai penggantinya. Kaisar Yao tidak mewariskan kedudukannya kepada putranya, karena sang putra dianggap tidak mampu.
Tak lama setelah melahirkan Shun, ibu Shun meninggal dunia. Lalu ayah Shun menikah lagi. Istri baru ini melahirkan Xiang, adik tiri Shun. Ayah Shun amat sayang kepada istri kedua dan anaknya, Xiang, tapi Shun ditelantarkan dan dibiarkan mengerjakan pekerjaan yang berat. Ibu tirinya seringkali memukul Shun, bahkan sering berusaha menganiaya Shun sampai mati, tapi Shun tetap taat dan berbakti kepada kedua orangtuanya.
Akhirnya karena deritanya sudah tak tertahankan, Shun melarikan diri dari rumahnya dan tinggal di sebuah gubuk reyot di kaki gunung Li Shan. Di sana ia seorang diri bercocok tanam. Karena pribadinya yang baik dan rajin ini, seekor gajah putih dan burung-burung pun datang membantu.
Shun seringkali mengajar para petani sekitar tempat itu bagaimana cara bercocok tanam, menangkap ikan, dan membuat perabot rumah tangga dari tanah liat, sehingga mereka amat mencintai Shun. Kemudian para petani dan perajin tanah liat dari tempat lain datang dan bertempat tinggal di situ. Maka lama kelamaan tempat itu berubah menjadi sebuah desa kecil yang ramai. Setahun kemudian desa kecil tersebut berubah menjadi sebuah kota kecil, dan 3 tahun kemudian berkembang menjadi sebuah kabupaten.
Pada saat itu Kaisar Yao sedang mencari orang yang bijaksana untuk menjadi pembantunya. Karena tertarik oleh kepribadian Shun, maka Kaisar Yao mengangkat Shun menjadi menantunya. Walaupun telah menjadi menantu Raja, Shun tidak melupakan ayahanda dan ibu tirinya. Shun tidak mendendam kepada mereka, walaupun dulu mereka memperlakukan Shun amat keterlaluan. Bakti Shun terhadap orangtua tetap tidak berubah, meskipun sekarang ia hidup berkecukupan.
Karena iri hati melihat kehidupan Shun, adik tiri dan ibu tirinya berkali-kali berusaha membunuh Shun, tetapi usaha mereka gagal. Tiap kali pula Shun memaafkan mereka, dan sama sekali tidak menaruh dendam. Karena pribadi yang luhur inilah akhirnya Kaisar Yao mewariskan tahtanya dan mengangkat Shun sebagai Kaisar yang baru. Setelah naik tahtapun, Kaisar Shun tidak lupa mengunjungi kedua orangtuanya seperti sedia kala.
Pada masa pemerintahan Kaisar Shun ( 2225 SM – 2208 SM ), beliau bekerja keras untuk menyejahterakan rakyatnya. Kaisar Shun amat mencintai kesenian. Beliau banyak menciptakan alat musik, a.l. : Sheng (alat musik Tionghoa yang terdiri dari 13 batang pipa bambu yang panjang dan pendeknya tidak sama), kecapi yang mempunyai 23 senar, dan alat musik halus lainnya. Musik gubahannya disebut Xiao Shao. Konon jika konser Xiao Shao ini dimainkan, mendengar suara merdu ini sampai-sampai burung Feng Huang {Hong Hong} datang di atasnya dan menari-nari.
Pada waktu Nabi Khong Hu Cu mendengar musik ini, tiada henti-hentinya memuji dan berkata bahwa gubahan irama Xiao Shao amat indah dan arif. Jika dibandingkan dengan irama Wu (gubahan Zhou Wu Wang dari Dinasti Zhou), walaupun indah tetapi masih kurang arif. Xiao Shao lebih membuat orang terharu. Jika dalam keadaan sendiri, Kaisar Shun gemar memetik kecapi bersenar 5, sambil mendendangkan lagu gubahannya yang disebut Nan Feng (Angin Selatan).
Pada masa pemerintahan Kaisar Shun terjadi bencana banjir yang dahsyat. Banyak rakyat yang tewas dan kehilangan tempat tinggal. Kaisar Shun amat sedih memikirkan penderitaan rakyatnya.
Akhirnya muncullah Yu, seorang gagah berani yang berhasil menanggulangi banjir besar itu. Kaisar Shun sangat kagum akan kemampuan Yu mengorganisir pekerjaan raksasa itu. Yu berada pada posisi terdepan dalam memimpin rakyat 9 propinsi yang terkena musibah. Dengan membawa sekop berujung garpu ia menerjang badai dan hujan, dengan gagah berani ia membuat saluran dan mengeruk dasar sungai, sampai akhirnya banjir itu surut. Selama 13 (tiga belas) tahun ia berjuang keras mengatasi banjir, 3 X ia melewati depan rumahnya tanpa mampir ataupun menengok, karena khawatir menelantarkan tugasnya.
Atas pengorbanan Yu yang besar kepada rakyat ini, Kaisar Shun lalu mewariskan tahta kepadanya. Yu adalah lambang kebijaksanaan dan pengorbanan tanpa mengingat kepentingan pribadi.
Kaisar Yu memerintah tahun 2205 SM – 2198 SM. Kaisar Yu mendirikan Dinasti Xia, yang merupakan Dinasti pertama di Tiongkok.
Kaisar Yao, Shun dan Yu ini menjadi contoh ideal Kong Zi {Khong Hu Cu}, Meng Zi {Beng Cu}, dan para ahli filsafat lainnya dalam mengajar kepada murid-muridnya, dan juga sering digunakan oleh para ahli filsafat tersebut untuk memberi teladan bagi kaisar-kaisar yang bertahta kemudian.
Oleh rakyat, Kaisar Yao, Shun dan Yu dipuja sebagai Tian Guan, Ti Guan dan Shui Guan. Mereka bertiga disebut San Yuan Gong dan kelentengnya banyak tersebar di mana-mana. Mereka dipuja sebagai Dewa yang mengawasi perbuatan baik buruk manusia dan Dewa pelindung kehidupan.
Ketiga, sebutan San Guan {Hok Kian = Sam Kwan}. Sebutan ini ditinjau dari pangkatnya, yaitu: Tian Guan, Di Guan, Shui Guan, yang merupakan pemberi berkah, pengampunan dosa dan pelindung dari bencana & malapetaka.
Keempat, terkenal dengan sebutan San Guan Da Di {Hok Kian = Sam Kwan Tai Te}. Gelar ini diberikan oleh Maha Dewa Yuan Shi Tian Zun.
Tian Guan diberi gelar Zi Wei Da Di {Hok Kian = Ci Wi Tai Te}.
Di Guan diberi gelar Qing Xu Da Di {Hok Kian = Ching Hi Tai Te}
Shui Guan diberi gelar Dong Xu Da Di {Hok Kian = Thong Hi Tai Te}
Ketiga Da Di ini secara bersama-sama disebut San Guan Da Di.
Arca-arca San Guan Da Di banyak terdapat di dalam kelenteng, baik di daratan Tiongkok, Hongkong maupun negara-negara di kawasan Asia. Di Taiwan terutama di Tai Nan ada 3 kelenteng yang khusus menghormati San Guan Da Di, yaitu San Guan Tang, San Jie Tang dan San Guan Da Di Miao. Di Jawa penghormatan kepada San Guan Da Di, selain di kelenteng Kim Tek Ie, Jakarta juga terdapat di kelenteng Tiauw Kak Si, Cirebon, & kelenteng Tay Kak Si, Semarang.
—oooOOOooo—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar