Senin, Agustus 27, 2012

Kisah Reinkarnasi Dalai Lama


KISAH REINKARNASI DALAI LAMA
Oleh : Caroll Bowman



Cerita tentang Dalai Lama mungkin merupakan contoh yang paling terkenal mengenai Ingatan kehidupan masa lalu dari seorang anak-anak . Berikut ini adalah kisah nyata bagaimana Dalai Lama yang sekarang ditemukan dan positif diidentifikasi berdasarkan kemampuannya, bahkan ketika masih sangat kecil, mampu mengingat detail dari kehidupan masa lalunya.

Ketika Dalai Lama Ketigabelas meninggal dunia pada tahun 1933, para Lama senior mencari tanda-tanda keberadaan lokasi reinkarnasi yang berikutnya untuk bisa ditemukan.  Masing-masing dari para Dalai Lama, selama berabad-abad sejak kelahiran pertama di tahun 1351 Masehi, telah mengikuti jalur yang sama dimana masing-masing Lama adalah Inkarnasi dari Lama yang sebelumnya, untuk mempertahankan  kebijaksanaan spiritual yang telah dipelihara melewati banyak masa kehidupan. http://www.childpastlives.org/images/dot_clear.gifhttp://www.childpastlives.org/images/dot_clear1.gif

Pada musim semi tahun 1935, pemimpin salah satu wilayah Tibet , yang juga  Lama senior, melakukan perjalanan ke danau suci Lhamoi Lhatso di selatan Tibet untuk mencari visi.  Ia melihat kedalam danau yang berbentuk oval, yang terletak di sebuah cekungan di ketinggian 17.000 kaki yang dikelilingi oleh puncak-puncak gunung yang diselimuti salju, Reting Rinpoche memiliki sebuah visi. Ketika ia menatap ke dalam air yang jernih, ia melihat tiga huruf dari alfabet Tibet: ‘Ah’, ‘Ka’ dan ‘Ma’, mengambang di depannya. Lalu ia dengan jelas melihat gambar sebuah biara bertingkat tiga dengan atap emas dan batu giok. Ada sebuah jalan setapak menuruni bukit dari biara tersebut ke sebuah rumah beratap pirus dan ia melihat anjing cokelat dan putih di halaman. Setelah Reting Rinpoche melihat visi ini, ia bermimpi tentang rumah yang sama dengan atap pirus, tapi kali ini ia melihat pipa saluran berbentuk aneh di sepanjang atap dan seorang anak laki-laki kecil yang sedang berdiri di halaman. Dia yakin bahwa huruf ‘Ah’ yang ia lihat dalam visi menunjuk ke Amdo, sebuah provinsi di sebelah timur Tibet, sehingga pihak pencari dikirim ke daerah tersebut.

Salah satu regu pencari, di bawah arahan Kewtsang Rinpoche, seorang Lama dari Biara Sera, mengunjungi biara Kumbum di Amdo. Mereka melihat atap kuil-kuilnya berwarna giok dan emas, seperti dalam visi. Pencarian kemudian menyisir kawasan tersebut, mencari anak-anak yang luar biasa. Mereka mendengar salah satunya adalah anak laki-laki yang berasal dari Takster, dua hari perjalanan dari Amdo.

Jadi, pada musim dingin tahun 1937 Kewtsang Rinpoche, ditemani oleh seorang pejabat pemerintah bernama Lobsang Tsewant dan dua pembantunya, berangkat ke Takster. Untuk menghindari agar dikenali, mereka menyamar sebagai pedagang dalam perjalanan bisnis. Untuk lebih menyembunyikan identitas mereka lama Kewtsang Rinpoche, berpakaian kulit domba tua dan memainkan peran sebagai seorang pelayan dan Lobsang Tsewang, sang pejabat pemerintah, bertindak sebagai pemimpin kelompok. Mereka mendekati rumah dimana tinggal anak laki-laki berumur dua tahun bernama Lhamo Dhondrub. Mereka disambut oleh gonggongan dari anjing cokelat dan putih yang diikat di pintu masuk.

Mereka memperkenalkan diri sebagai pedagang dan bertanya apakah mereka bisa menggunakan dapur keluarga untuk minum teh, yang merupakan praktik umum di Tibet. Melewati halaman rumah, Kewtsang Rinpoche melihat ubin biru kehijauan di atap rumah dan talang air yang tidak biasa yang terbuat dari  juniper. Ketika di dapur, dia didekati oleh si kecil Lhamo Dhondrub. Anak laki-laki itu naik ke pangkuan Rinpoche Kewtsang dan mulai bermain dengan tasbih yang tergantung di leher sang tamu, yang adalah milik Dalai Lama ke-13. Tiba-tiba, anak itu menjadi gelisah dan menuntut diberi kalung manik-manik itu segera, dan mengklaim bahwa itu adalah miliknya.

Kewtsang Rinpoche mengatakan kepada anak itu, “Aku akan memberikannya jika kamu bisa menebak siapa saya. Tanpa basa-basi, anak itu menjawab, “Kamu adalah seorang Lama dari Sera. Anak laki-laki itu kemudian mengenali nama Tsewang Lobsang secara tepat dan kemudian mengidentifikasi orang lain dalam rombongan tersebut sebagai berasal dari biara Sera juga (pada waktu itu ada ribuan biara di Tibet). Tidak hanya identifikasi itu benar, tapi anak dua tahun ini menunjukkan nama orang-orang tersebut dalam dialek Tibet Tengah, dialek yang tidak dikenal di daerahnya.

Ketika para tamu bersiap ingin pergi di pagi hari, Lhamo Dhondrub menangis, dan  memohon mereka untuk membawanya serta. Mereka berusaha menenangkannya, dan berjanji akan kembali.

Mereka segera kembali, kali ini untuk melaksanakan tes, untuk melihat apakah anak ini memang reinkarnasi dari Dalai Lama. Biarawan menawarkan hadiah kepada keluarganya dan meminta ditinggal sendirian dengan Lhamo Dhondrub. Saat malam tiba, mereka berada di kamar tidur utama di tengah rumah, meletakkan serangkaian artikel di atas meja pendek. Beberapa artikel ini dulu milik Dalai Lama ke-13, yang lainnya adalah duplikat yang disusun secara hati-hati. Beberapa objek termasuk  kacamata Dalai Lama, pensil perak dan mangkuk makan, serta empat item Oracle of Samye yang telah diperintahkan untuk dibawa oleh utusan tersebut. Mereka adalah tasbih hitam,  tasbih kuning, dua tongkat, dan rebana gading kecil yang biasa digunakan dalam ibadah agama Buddha.

Memasuki kamar tidur, Lhamo Dhondrub diminta maju oleh Kewtsang Rinpoche, yang duduk dengan tiga pejabat di kedua sisi dari meja. Di tangan Kewtsang Rinpoche memegang tasbih hitam yang anak itu telah tertarik pada kunjungan sebelumnya, di sisi lain ia memegang duplikatnya yang sempurna. Ketika diminta untuk memilih satu, anak itu mengambil tasbih yang benar tanpa ragu-ragu dan meletakkannya di lehernya, kemudian diulangi dengan tasbih kuning beberapa saat kemudian.

Selanjutnya, mereka menunjukkan sebuah tongkat. Mula-mula Lhamo Dhondrub dengan lembut menarik tongkat yang salah, tapi kemudian diletakkan dan mengambil yang satunya, lalu  ia memegangnya dengan gembira di hadapannya. Hal ini dianggap sangat penting karena tongkat yang “salah”  itu memang benar-benar pernah digunakan sebentar oleh Dalai Lama sebelum ia memberikannya kepada seorang teman. Objek yang terakhir, drum. Drum yang palsu itu dihiasi dengan bunga brokat yang indah; sedangkan yang asli terlihat kurang menarik. Sekali lagi Lhamo Dhondrub mengambil objek yang benar, dengan cepat kemudian memutar drum bolak-balik di tangan kanan dan membunyikan seperti cara ritual tantra.

Selanjutnya, anak itu diperiksa delapan tanda-tanda tubuh khusus milik Dalai Lama: telinga besar, mata panjang, alis melengkung ke atas pada ujung-ujungnya, guratan pada kaki, dan tanda dalam bentuk sangkakala di salah satu telapak tangan. Mereka dengan lembut memeriksa anak itu, dan setelah menemukan tiga tanda sesuai, para penguji menjadi begitu bahagia, mata mereka dipenuhi air mata kebahagiaan. Tidak ada keraguan bahwa Dalai Lama Tibet ke-14  sedang duduk di hadapan mereka dalam tubuh seorang anak berusia dua setengah tahun. Dengan begitu, visi tersebut benar: huruf dalam visi menunjukkan nama biara terdekat, dan gambaran khas dari anjing menggonggong, ubin, dan selokan-selokan, terlihat keseluruhannya.

Tetapi ketika panglima perang Islam dari barat laut Cina mendengar tentang pemilihan anak tersebut, ia menuntut uang tebusan yang sangat tinggi sebelum ia  membiarkan anak tersebut diambil dari distriknya. Setelah dia dibayar, dia menuntut lebih banyak uang dan artefak religius yang berharga. Meninggalkan mereka tanpa punya pilihan, orang-orang Tibet kemudian mengumpulkan uang dan membayar uang tebusan. Setelah berbulan-bulan menunggu, calon Dalai Lama dan keluarganya berangkat melalui tiga bulan perjalanan ke Lhasa, ibukota Tibet. Lhamo Dhondrub naik kuda bersama kakaknya yang berumur enam tahun di atas tandu kecil yang digantung pada tiang-tiang antara dua keledai. Sepanjang jalan dia disambut dengan persembahan dan penghormatan seperti kepada guru besar atau pemimpin.

Ketika mereka berada beberapa mil dari Lhasa, mereka disambut dengan prosesi obor yang membawa mereka ke perkemahan. Di tengah-tengah terdapat tenda satin kuning yang sangat besar, berkanopi dalam warna biru dan putih. Tenda ini, dikenal sebagai Great Peacock, yang telah digunakan selama berabad-abad semata-mata hanya untuk menyambut setiap bayi reinkarnasi dari Dalai Lama kembali ke rumah.

Selama dua hari berikutnya, Lhamo Dhondrub muda duduk diatas singgasana tinggi di dalam tenda Great Peacock dan diberkati secara individual oleh 70.000 bhiksu dan masyarakat awam yang berkumpul untuk menyambutnya.

Pada pagi hari tanggal 8 Oktober 1939, dilakukan prosesi enam belas bangsawan berpakaian satin hijau dan topi merah berjambul membawa tandu emas, di mana duduk anak kecil tersebut. Sebuah prosesi para pemusik, Peramal Negara, keluarga Dalai Lama, anggota kabinet, Bupati, dan Perdana Menteri, mendampingi anak tersebut ke istana. Ribuan orang berdiri berjajar di perjalanan, melambai-lambaikan spanduk di tiang-tiang tinggi.

Setelah Lhamo Dhondrub diantar ke ruang pendahulunya di istana, ia menunjuk ke sebuah kotak kecil dan menyatakan, “gigi saya ada di sana.” Setelah membuka kotak, para petugas terheran-heran ketika menemukan satu set gigi palsu Dalai Lama sebelumnya.

Dalam beberapa minggu, anak empat tahun Lhamo Dhondrub, atau Tenzin Gyatso seperti dia sekarang disebut, sudah dinobatkan pada Tahta Singa sebagai  penguasa tertinggi jasmani dan rohani Tibet. Ini adalah Dalai Lama yang sama yang hari ini adalah pemimpin spiritual Tibet dan semua umat Buddha, dan bepergian ke seluruh dunia untuk menyebarkan ide-ide Buddha dan menceritakan tentang penindasan umat Buddha di Tibet oleh Cina.

Tulisan ini diadaptasi dari otobiografi Dalai Lama, dan dari buku Exile in the Land of Snows oleh John F. Avedon.

-oOo-





Tidak ada komentar:

Posting Komentar