Minggu, Maret 27, 2011

Buku Pintar Agama Buddha (M)

BUKU PINTAR AGAMA BUDDHA
Oleh : Tanhadi


KELOMPOK : M

Macchariya : 1). Kikir, 2). Egois.
Yaitu suka mementingkan dirinya sendiri, tidak dermawan atau tidak suka menolong orang lain.

Maccu/(skt.Mŗtyu) : Kematian.

Maccudheyya/(skt.Mŗtyudheya) : Alam Kematian, Alam Mara.

Maggacitta : Jalan kesadaran.

Magga/(skt.Mãrga) : 1). Jalan, 2). Lintasan, 3). Jalan setapak.

Maggamagganandassana Visuddhi : kesucian oleh pengetahuan dan penglihatan tentang jalan dan bukan jalan. (lihat huruf “V” pada “Visuddhi Magga “).

Mahapurisa lakkhana : Tiga puluh dua tanda orang agung.

Mahhava : Lemah lembut, halus.

Mahã-bhutã: Empat unsur ; padat, cair, panas dan gerak.

Maha Brahma : Alam dari para Brahma Yang Agung.

Mahãdãnã : Dana Agung yang dilaksanakan oleh para Bodhisatta.

Maha Parisuddhi : Maha Suci.
Merupakan salah satu dari sifat-sifat Buddha , disebut Maha Suci karena semua kekotoran batin telah dilenyapkan total tanpa bantuan orang lain. dengan kesucian ini maka lingkaran kelahiran kembali telah diputuskan, tidak adda lagi kelahiran berikutnya, semua tugas yang harus dikerjakan telah diselesaikan. Semua kekotoran batin yang dilenyapkan itu adalah sepuluh Samyojana yaitu :

Lima belenggu tsb. dibawah ini disebut belenggu-belenggu rendah ( Orambhagiya )

a) Pandangan salah tentang adanya aku yang kekal.(sakayaditthi)
Karena adanya kekotoran batin ini, maka seseorang berkeinginan untuk hidup terus dalam kelahiran-kelahiran baru. Pandangan salah ini menganggap bahwa kita mempunyai jiwa, aku, sukma atau nyawa yang kekal.

b) Keragu-raguan (vicikicha)
Dalam hal ini keragu-raguan muncul terhadap Buddha, Dhamma dan Sangha. Bentuk keragu-raguan ini adalah berkaitan dengan kebenaran dan kesucian Sang Buddha. Dhamma itu tidak benar sehingga kebenaran Sang Jalan-pun berarti tidak benar, Sanghapun tidak benar. Karena keragu-raguan inilah maka dalam melaksanakan usahanya dengan Magga adalah tidak dikerjakan dengan sempurna, akibatnya tidak ada kemajuan batin.

c)  Kemelekatan dalam melaksanakan peraturan-peraturan dan upacara-upacara ritual. (silabbataparamasa ).
Suatu kepercayaan bahwa keselamatan dapat dicapai apabila kita melaksanakan peraturan-peraturan dan upacara-upacara ritual saja.

d) Pemuasan nafsu indera (kamaraga)
Keinginan yang sangat kuat melekat pada manusia adalah untuk memuaskan nafsu indera. Keinginan ini didasarkan pada keserakahan. Karena keinginan inilah maka kita sulit sekali melepas-kan diri dari lingkaran kelahiran.

e) Mudah tersinggung (Patigha)
Kemungkinan yang paling kecilpun dapat membuat seseorang menjadi marah, dengan adanya ketidaksenangan ini, menyebabkan kita sulit sekali menenangkan batin kita, sehingga sulit untuk melaksanakan Dhamma.

Lima Samyojana  tsb. dibawah ini disebut rintangan-rintangan tinggi ( Uddhanabagiya)

a) Keinginan untuk terlahir di Alam Rupa (meditasi bentuk, ruparaga)
Karena belum melenyapkan semua kekotoran batin, maka seseorang masih dapat terlahir di Alam Rupa. Alam rupa dicapai karena seseorang telah berhasil mencapai Rupa Jhana dalam meditasinya dan ia meninggal pada waktu memusatkan pikirannya pada pencapaian salah satu Rupa Jhananya.

b) Keinginan untuk terlahir di Alam Arupa (Aruparaga)
Karena belum melenyapkan semua kekotoran batin, maka seseorang masih dapat terlahir di Alam Arupa. Alam Arupa dicapai karena seseorang telah berhasil mencapai Arupa Jhana dalam meditasinya dan ia meninggal pada waktu memusatkan pikirannya pada pencapaian salah satu Arupa Jhananya.

c)  Kesombongan.(mana)
Kekotoran batin ini muncul sebagai suatu pembanding diri sendiri dengan orang lain, karena ia telah mencapai kesucian batin tertentu (Anagami), sedangkan orang lain belum mencapai tingkat itu. Kesombongan ini bukan kesombongan untuk menghina orang lain, namun hanya sebagai kekotoran batin yang sangat halus.

d) Kegelisahan ( Uddhacca)
Ini adalah kekotoran batin halus yang muncul karena seseorang baru dapat melenyapkan sebagian kekotoran batin, sedangkan kekotoran batin lainnya belum dilenyapkan. Atau dengan kata lain, seseorang gelisah karena belum mencapai kesucian batin yang sempurna.

e) Kebodohan (Avijja)
Kekotoran batin inilah yang sangat halus dari semua macam kekotoran batin, karena adanya kebodohan (avijja) ini maka semua kekotoran batin muncul. Adanya kebodohan ini, maka kebijaksanaan tidak berkembang, akibatnya kita terlibat dalam rangkaian kelahiran atau kehidupan yang berlangsung terus. Dengan lenyapnya semua kekotoran batin ini, maka penerangan agung dicapai , bersamaan dengan itu kesucian batin menjadi sempurna, Nibbanapun tercapai.

Maha Panna : Kebijaksanaan tertinggi.
Kebijaksanaan ini dicapai dengan melaksanakan meditasi pandangan terang ( vipassana Bhavana ) setelah beliau menguasai meditasi ketenangan batin ( Samatha bhavana ). dengan Samatha Bhavana Beliau memiliki kemampuan batin untuk melihat kehidupan-kehidupannya yang lampau serta kematian dan kelahiran kembali dari makhluk-makhluk, sehingga dengan pengetahuan-pengetahuan ini Beliau dapat merealisasikan tentang Hukum Sebab-Akibat yang saling bergantungan ( paticcasamuppada ). Dengan mengetahui cara kerja hukum ini, Beliau dapat memutuskan mata rantainya, akibatnya adalah putusnya rantai kelahiran yang berulang-ulang kali. Maka kesucian batin dicapai, kelahiran kembali telah putus, penerangan agung tercapai.

Bersamaan dengan pencapaian penerangan agung, kebijaksanaan menjadi sempurna (Maha panna), Beliau memiliki Chalabhinna dan Dasabala yang sempurna. Beliaupun disebut sebagai seorang Sabbanu ( Maha tahu ) karena kesempurnaan kebijaksanaannya itu.

Mahãyãna : 1). Kereta besar, 2). Aliran Utara dari agama Buddha.

Maha Karuna : Maha Kasih Sayang.
Kemaha Kasih sayangan Sang Buddha kepada semua makhluk adalah tanpa batas. Maha Karuna ini adalah berkaitan erat dengan kecenderung-an Sang Buddha untuk meringankan dan akhirnya melenyapkan penderitaan makhluk-makhluk. Untuk semua makhluk Sang buddha bersedia membabarkan Dhamma dan walaupun pada kenyataannya masih sangat banyak orang atau makhluk lain yang tidak mematuhi anjuranNYA, namun dalam diri Beliau tidak ada kemarahan atau kekecewaan yang muncul, Beliau sampaikan Dhamma dengan penuh kesabaran dan cinta kasih.

Karena sesungguhnya, ketika Beliau telah mencapai kesucian batin, penerangan sempurna, mencapai Nibbana atau menjadi Buddha, Beliau tidak perlu bersusah-susah untuk mengajarkan dhamma kepada orang lain, tidak perlu mengunjungi atau bepegian ke berbagai tempat yang jauh dansebagainya, cukup pada saat pencapaian itu, beliau parinibbana (meninggal)saja. Sebab bagi seorang Buddha atau Arahat, perbuatan baik apapun yang mereka lakukan, semua itu tidak akan menghasilkan pahala apapun. Perbuatan para Buddha dan Arahat tidak disebut sebagai Karma, tetapi perbuatan mereka disebut sebagai “Kiriya”. Perbuatan yang disebut Karma, masih akan menghasilkan buah, yaitu akibat buruk atau pahala yang menyenangkan. Namun perbuatan “ Kiriya “ adalah ‘ melakukan demi perbuatan saja ‘. Perbuatan Kiriya adalah perbuatan yang bersih tanpa pamrih samasekali. Perbuatan Karma baik oleh Orang biasa atau awam, misalnya ‘ kita rela mati demi menolong orang lain’ merupakan suatu perbuatan baik yang masih menghasilkan Karma baik, karena perbuatan ini dilakukan oleh seseorang yang masih diliputi enam akar (cha mula) dalam batinnya.

Mahabhogã : Kaya.

Mahãthera/(skt.Mahãsthavira) : Bhikkhu Senior (menjadi Bhikkhu lebih dari 20 tahun)
Mahesakka : Berpengaruh.

Majjhima/(skt.Madhyama) : 1). Tengah-tengah, 2). Sentral, pusat.

Majjhimã Patipadã : Jalan tengah.

Makha Thambha : Celaan dan keras kepala.

Mãna : 1). Sombong, 2). Angkuh.
Kesombongan atau tafsiran yang salah. Ia merenungkan secara salah terhaddap nama-rupa (batin-jasmani) ini, sehingga menjadi suatu “aku” dan ditafsirkannya sebagai sesuatu yang mulia tau hina terhadap kasta, kepercayaan dsb. yang ada pada seseorang.

Manas : Pikiran.
Manas bukanlah “jiwa” sebagai lawan dari “badan jasmani”. Manas sebenarnya juga sebuah indria sebagaimana halnya dengan mata atau telinga. Manas atau pikiran dapat dikontrol dan dikembangkan seperti indria yang lain dan Sang Buddha sering berbicara mengenai faedah mengontrol dan mengembangkan ke-enam indria ini.

Perbedaan antara indria mata dan indria pikiran ialah bahwa mata berhubungan dengan warna dan benda yang tampak, sedangkan pikiran berhubungan dengan alam pikiran, gagasan serta obyek mental. kita mengetahui berbagai hal di dunia ini melalui berbagai indria yang kita miliki. Misalnya, kita tidak dapat mendengar warna, tetapi kita melihat warna; sebaliknya, kita tidak dapat melihat suara, tetapi kita mendengar suara. Dengan lima indria fisik, kita hanya dapat mengetahui bentuk-bentuk yang terlihat, suara, bebauan, perasaan lidah dan benda-benda yang dapat disentuh.

Tetapi, kesemuanya ini baru merupakan sebagian dari isi dunia ini, Sebab, bagaimana dengan gagasan-gagasan dan pikiran ?. Mereka-pun merupakan bagian dari dunia ini. tetapi kita tidak dapat mengetahui mereka dengan perantaraan indria mata, telinga, hidung, lidah dan badan
jasmani. namun mereka dapat kita ketahui melalui indria keenam yaitu indria Pikiran.

Perlu disadari bahwa pikiran dan gagasan-gagasan tidaklah berdiri sendiri terlepas dari pengalaman-pengalaman lima indria fisik lainnya. Pada hakekatnya mereka tergantung kepada dan timbul oleh pengalaman fisik.

Seorang yang dilahirkan buta, tidak mempunyai ide (gambaran)tentang warna, kecuali melalui perbandingan dari suara atau hal-hal lain yang ia pernah alami dengan inderanya yang lain. dengan demikian, jelas bahwa hal-hal lain yang merupakan bagian dari dunia ini, dihasilkan dan disebabkan oleh pengalaman-pengalaman fisik yang telah dicerap oleh pikiran kita. Oleh karena itu, pikiran (manas) dapat dianggap sama seperti indera-indera lain, misalnya mata atau telinga.

Manasikãra : 1). Pikiran, 2). Gagasan, 3). Perhatian.
Berguna untuk membawa obyek keinginan itu kedalam bidang kesadaran

Maññati : 1). Berpikir, 2). Berpendapat, 3). Membayangkan.

Mańgala : 1). Berkah, 2). Keberuntungan, 3). Menghasilkan kebahagiaan.

Manosancetanãhãra : Kehendak sebagai “makanan” untuk tumimbal lahir.

Manokamma/(skt.Manokarman): Perbuatan melalui pikiran.

Manoduccarita : Perbuatan buruk melalui pikiran.

Manomaya-iddhi : Kemampuan mencipta dengan kekuatan pikiran.
misalnya: Menciptakan harimau, singa, pohon, dewa dewi dan lainnya.

Mano (manas) : Pikiran.

Mano-Viññãņa : Kesadaran pikiran.
Mempunyai pikiran sebagai dasar dan ide atau gambar-pikiran sebagai obyek.

Mano sankhara : Kegiatan pikiran.

Mansa-Cakkhu : Mata jasmani biasa .

Manussa loka : Alam manusia ( lihat huruf “T” pada Tiloka/Triloka ).

Mãrana : Kematian.

Mãra : 1). Iblis yang jahat, 2). lambang ketidakpuasan dalam diri dan pengalaman diri.
Nama lain Mara adalah : 1).Devaputta (Dewa mara), 2).Kilesa (Nafsu), 3). Abhisamkhãra (aktifitas Kamma), 4).Khandha ( kelompok-kelompok), 5). Maccu ( Kematian).

Matima: Terpelajar.

Matugama : 1). Ibu bangsa, 2). Ibu masyarakat.

Mãyã: 1). Kepalsuan, 2). Kepura-puraan, 3). Khayal, 4). Ilusi.

Mettã / (skt.Maitri) : 1). Cinta kasih universal, 2).Cinta kasih tanpa pamrih
Cinta kasih yang tidak terbatas dan universal, dan kemauan baik terhadap semua makhluk, tanpa membuat perbedaan apapun juga, seperti “ Seorang ibu mencintai anaknya yang tunggal “

Cinta (Mettã):
Cinta, tanpa nafsu untuk memiliki, memahami dengan baik bahwa dalam hakikat tertinggi, tidaklah ada kepemilikan maupun pemilik; inilah cinta yang tertinggi.

Cinta, tanpa berbicara dan berpikir mengenai "Aku", memahami dengan baik bahwa apa yang dinamakan "Aku" sebenarnya hanyalah delusi (khayalan).


Cinta, tanpa memiliki maupun mengecualikan, memahami dengan baik bahwa melakukan hal tersebut (diskriminasi) berarti menciptakan kualitas sifat-sifat yang bertentangan dengan cinta itu sendiri; perasaan tidak suka, kejengkelan maupun kebencian.

Cinta, merangkul semua makhluk; kecil maupun besar, jauh maupun dekat, baik di darat, air maupun udara. Cinta merangkul semua makhluk tanpa memihak, bukan hanya terhadap orang-orang yang berguna, menyenangkan atau kita sukai.

Cinta, merangkul semua makhluk, baik yang memiliki batin luhur maupun rendah, batin yang baik ataupun jahat. Mereka yang berhati mulai dan baik dirangkul karena cinta mengalir ke mereka secara spontan. Mereka yang berhati rendah dan jahat juga dirangkul karena merkalah yang sangat membutuhkan cinta. Banyak dalam diri mereka, benih-benih kebajikan mungkin telah mati karena kurangnya kehangatan untuk dapat tumbuh dan tertunas, karena benih itu telah musnah akibat kedinginan dalam dunia yang tanpa cinta.Cinta, merangkul semua makhluk, memahami dengan baik bahwa kita semua sama-sama merupakan pengembara dalam siklus eksistensi - bahwa kita semua mengalami hukum yang sama mengenai penderitaan.

Cinta, bukan api sensasi yang membakar, menghanguskan dan menyiksa, yang menyebabkan lebih banyak luka daripada yang dapat ia obati - yang seketika menyala terang, dan tiba-tiba padam, menyisakan banyak perasaan dingin dan kesepian dibandingkan sebelumnya. Melainkan, cinta yang terulur bagaikan tangan yang lembut namun kokoh kepada makhluk-makhluk yang sakit dan bermasalah, tidak berubah dalam hal perasaan simpatiknya, tanpa kebimbangan, tidak menyurut ketika mendapatkan respon apapun.

Cinta  yang memberikan kesejukan yang nyaman kepada mereka yang terkabar oleh api penderitaan dan nafsu; yang merupakan kehangatan pemberi kehidupan bagi mereka yang ditinggalkan dalam padang pasir kesepian yang dingin, bagi mereka yang gemetaran kedinginan dalam kebekuan dunia tanpa cinta; bagi mereka yang hatinya seolah telah menjadi kosong dan kering akibat panggilan berulang-ulang meminta pertolongan yang tak kunjung tiba, akibat perasaan putus asa yang paling dalam.

Cinta, yang merupakan keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami dan siap untuk membantu.Cinta, yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: inilah cinta tertinggi.Cinta, yang oleh "Ia yang Telah Tercerahkan" disebut sebagai "pembebasan dari hati", "keindahan yang paling luhur": inilah cinta tertinggi.Dan apa perwujudan tertinggi dari cinta?Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.

Mettã-karunã : Cinta kasih-belas kasihan.
Mencakup cinta kasih, suka beramal, ramah tamah, toleransi dan sifat-sifat luhur lainnya yang ada hubungannya dengan perasaan (emosi) atau sifat-sifat yang timbul dari hati.

Metta-Karuna
Metta berarti cinta kasih universal yang dipancarkan dengan tanpa batas dan tanpa pamrih apapun. Karuna adalah rasa kasihan melihat penderitaan yang dialami orang atau makhluk lain. Metta dan Karuna adalah dua sifat pertama dari empat kediaman luhur (Brahma Vihara) atau empat keadaan yang tak terbatas (Apamanna). Metta dan Karuna memiliki tujuan yang sama, yaitu mengharapkan orang lain atau makhluk lain berbahagia.

Cinta kasih dan belas kasih dalam Dhamma tidak hanya kita pancarkan kepada sesama manusia saja, tetapi juga Metta-Karuna kita pancarkan kepada semua makhluk. Kepada makhluk yang besar atau kecil, panjang atau pendek, gemuk atau kurus, terlihat atau tidak terlihat, yang telah lahir ataupun yang akan lahir. Demikianlah cara pengembangan Metta-Karuna yang dijelaskan dalam Sutta Nipata 146-147.

Inilah salah satu keistimewaan yang dimiliki agama Buddha. Jika dalam keyakinan lain ada ajaran yang mengajarkan kepada umatnya untuk membunuh atau menganiaya makhluk hidup pada hari atau waktu tertentu, tetapi sebaliknya, Buddha-Dhamma justru mengajarkan agar umatnya berbuat sesuatu untuk memberikan kebebasan (mengembang-kan Metta-Karuna) kepada makhluk hidup. Salah satunya adalah dengan melepaskan mereka ke alam bebas (Abhaya dana) dan bukan membunuh atau menganiaya mereka. Inilah pengembangan cinta kasih dan belas kasih yang semestinya kita praktikkan.

Micchã-diţţhi/(skt.Mithyãdrsti) : Pandangan salah, pandangan keliru.

Micchã samãdhi : Meditasi yang salah.
Meditasi dengan memakai obyek yang dapat menimbulkan kekotoran batin atau dapat menimbulkan perkembangan Lobha, Dosa dan Moha yang akan menambah karma-karma buruk.

Middha : 1). Kelambanan, 2). Kelesuan, 3). Tidak bersemangat.
Kelelahan dari bakat-bakat tiap-tiap bentuk-bentuk batin. (kontak, perasaan, pencerapan dan lain-lain)

Mitta/(skt. Mitra) : Sahabat.

Moha / (Skt. Moha ) : 1). Kebodohan batin, 2). Kegelapan batin, 3). Ketidaktahuan.
Adalah suatu sifat batin yang tidak mengetahui sesuatu yang baik dan buruk, salah dan benar, sehingga berkecenderungan untuk berbuat sesuatu yang tidak menguntungkan atau bermanfaat untuk diri sendiri maupun makhluk lain. Ia disebut juga sebagai avijja atau tidak tahu, annana atau tidak berpengetahuan, adassana atau tidak nampak, tidak mengerti.

Akibat dari Moha :
- Semua makhluk dilahirkan menjadi binatang (tiracchanayoni) dengan kekuatan moha.

Moha gati : Dorongan ketidaktahuan.

Mohakkhayo : Padamnya kebodohan.

Mokkha/(skt.Moksa) : Kebebasan, Nirvana.

Mosadhamma : Segala sesuatu yang tidak nyata.

Mudittã / (skt.Muditã) : Simpati , turut merasakan kebahagiaan orang lain.
Adalah suatu bentuk perasaan yang menempatkan diri kita seperti keadaan orang lain. Dalam hal ini, bilamana ada orang yang menderita, maka kita-pun menderita seperti dia, namun sebaliknya bila ada orang yang lain bergembira, kitapun menempatkan diri seperti apa yang dirasakan orang itu. Dengan mengambangkan Mudita, maka perasaan iri, dengki dan sakit hati dapat diatasi.

Turut Berbahagia (Mudita)
Tidak hanya terhadap welas asih, namun juga terhadap turut berbahagia, bukalah hatimu! Kecil memang, porsi kebahagiaan dan kegembiraan yang terbagi ke makhluk-makhluk! Ketika secercah kecil kebahagiaan datang kepada mereka, maka kamu dapat ikut berbahagia bahwasannya satu berkas kegembiraan telah membelah kegelapan dalam hidup mereka, dan
mengusur kabut kelabu dan muram yang membungkus hati mereka.

Hidupmu akan meraih kegembiraan dengan berbagi kebahagiaan, orang lain seakan-akan sebagai kebahagiaanmu sendiri. Tidak pernahkah kamu mengamati bagiamana dalam momen-momen kebahagiaan, karakterisitk seseorang dapat berubah dan menjadi cerah dengan kegembiraan? Tidak pernahkah kamu memperhatikan bagaimana kegembiraan membangkit-kan manusia ke dalam aspirasi dan perbuatan yang mulia, melampaui kepasitas normal mereka? Bukanlah pengalaman demikian akan mengisi hatimu sendiri dengan berkah kegembiraan? Apa pada dirimu sendiri kemampuan untuk meningkatkan pengalaman kebahagiaan simpatik sedemikian, dengan menghasilkan kebahagiaan dalam diri orang lain, dengan membawakan mereka kegembiraan dan kenyamanan.

Mari kita mengajarkan suka cita yang sesungguhnya kepada manusia! Banyak yang telah melupakannya. Kehidupan, meski penuh dengan lara nestapa, juga membawakan sumber-sumber kebahagiana dan suka cita, tidak disadari olehg banyakj orang. Mari kita mengajarkan mereka untuk menyingkapkan suka cita mereka pada derajat yang semakin mulia.

Suka cita yang luhur dan mulia adalah penolong dalam jalan menuju lenyapnya penderitaan. Bukankah ia yang depresi dan tertekan dalam kesedihan, melainkan ia yang memiliki kebahagiana, yang dapat menemukan keheningan yang jernih yang menuntun pada keadaan batin yang komtemplatif. Dan hanya batin yang hening damai dan terpusat yang dapat mencapai kebijaksanaan yang membebaskan.

Semakin luhur dan mulia suka cita orang lain, semakin kukuh kebahagiaan simpatik dalam diri kita sendiri. Penyebab turut berbahagianya diri kita teradap suka cita pihak lain adalah karena kehidupan mereka yang mulia akan menjaga mereka dalam kebahagiaan saat ini maupun di kehidupan sesudahnya. Penyebab yang lebih mulia turut berbahagianya diri kita terhadap suka cita pihak lain adalah keyakinan mereka dalam Dhamma, pemahaman mereka mengenai Dhamma, kehidupan mereka yang mengikuti Dhamma. Marilah kita memberikan bantian Dhamma kepada mereka! Marilah kita berjuang untuk menjadi diri kita semakin mampu menawarkan bantuan tersebut!

Turut berbahagia berarti keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami dan siap untuk membantu.

Turut berbahagia yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: adalah kebahagiaan tertinggi.

Dan apa perwujudan tertinggi dari turut berbahagia?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.

Mudu : Luwes.

Muditã: Kegembiraan simpatik.

Musãvãda : Berbohong.

Mutti : Kebebasan.


 Kelompok Huruf M selesai 


Lanjutkan ke Kelompok huruf N ===> Buku Pintar Agama Buddha (N)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar