Minggu, Juni 14, 2015
Senin, Juni 01, 2015
Pesan Waisak 2559/2015
Pesan Waisak 2559 / 2015
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi,
BSD City Sektor VII Blok C Nomor 6,
Tangerang Selatan 15321.
Telp (021) 53167061, Faks. (021) 53156737.
BSD City Sektor VII Blok C Nomor 6,
Tangerang Selatan 15321.
Telp (021) 53167061, Faks. (021) 53156737.
Vihara Mendut,
Kotakpos 111, Kota Mungkid 56501, Magelang
Telp / Faks (0293) 788564.
Kotakpos 111, Kota Mungkid 56501, Magelang
Telp / Faks (0293) 788564.
Namo Tassa Bhagavato
Arahato SammĂ sambuddhassa
Dhammam care sucaritam, Na nam duccaritam care
Dhammacari sukham seti, Asmim loke paramhi ca
(Dhammapada 169)
Dhammacari sukham seti, Asmim loke paramhi ca
(Dhammapada 169)
Sepatutnya ia
melaksanakan Dhamma dengan baik,
tidak melaksanakan
dengan buruk.
Ia yang senantiasa melaksanakan Dhamma,
Ia yang senantiasa melaksanakan Dhamma,
akan berbahagia di
dunia ini dan di dunia lain.
Hari Trisuci Waisak memperingati tiga peristiwa suci
dalam kehidupan Guru Agung Buddha Gotama, yaitu: kelahiran Siddhartha Gotama
calon Buddha, pencapaian Pencerahan Sempurna Buddha, serta kemangkatan Guru
Agung Buddha. Tiga peristiwa suci itu terjadi pada hari yang sama, yaitu hari
purnama sidi, bulan Waisak, dengan tahun yang berbeda-beda: kelahiran calon
Buddha tahun 623 SM di Kapilavasthu, India Utara; Pencerahan Sempurna tahun 588
SM di Bodhgaya, India; dan Buddha mangkat tahun 543 SM pada usia 80 tahun, di
Kusinara, India. Hari Trisuci Waisak 2559 tahun ini jatuh pada tanggal 2 Juni
2015. Seluruh umat Buddha di dunia memperingati Trisuci Waisak dengan laku puja
bakti, meditasi, pendalaman Dhamma ajaran Buddha, serta kegiatan-kegiatan
sosial-budaya Buddhis lain.
Sangha Theravada Indonesia mengangkat tema Trisuci
Waisak 2559/2015: Dhamma Melindungi yang Melaksanakan. Dhamma ajaran Buddha meliputi tiga aspek, yaitu:
pelajaran, pelaksanaan, dan pengalaman. Pelajaran Dhamma terdapat dalam kitab
suci Tipitaka yang memuat kebenaran-Dhamma dan kemoralan-Vinaya, sedangkan
pelaksanaan Dhamma adalah praktik kesusilaan (moral), praktik keteguhan pikiran
(meditasi), dan praktik kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman
Dhamma adalah hasil praktik kesusilaan, keteguhan pikiran, dan kebijaksanaan,
yang berupa lenyapnya penderitaan.
Kesusilaan (Moral) sebagai Pelindung
Di tengah-tengah kehidupan dewasa ini, manusia sering
mengabaikan pelaksanaan moral, karena ia lebih mengutamakan keberhasilan
pencapaian cita-cita atau keinginannya. Menggantungkan cita-cita setinggi
langit memang baik, tetapi lebih baik lagi apabila orang berpikir bagaimana
cara yang tepat untuk mencapai cita-cita itu. Bukan asal cita-cita tercapai,
apapun perilaku boleh dilakukan. Tidak peduli perilaku itu buruk bahkan
menimbulkan penderitaan orang lain pun dilakukan demi tercapainya cita-cita
seseorang. Sikap orang seperti itu cenderung terpukau pada kesenangan atas
keberhasilan semata, dan enggan bersusah-susah melakukan upaya kebaikan untuk
meraih keberhasilan itu. Cita-cita lebih diutamakan daripada cara pencapaiannya.
Padahal cara pencapaian yang buruk akan berdampak negatif bagi keberhasilannya.
Kecemasan, kekhawatiran, permusuhan, nama buruk, bahkan kehancuran rumah tangga
bisa saja menyertai keberhasilan dalam perolehan cita-citanya. Sedangkan
cara-cara baik, seperti: kerja keras, rajin, semangat hidup, pantang menyerah,
kejujuran, kasih sayang, dan lain-lain, akan berdampak positif bagi
keberhasilan cita-cita seseorang. Kenyamanan, kedamaian, nama baik,
kepercayaan, persaudaraan akan diperoleh bersamaan dengan pencapaian
cita-citanya.
Apabila orang berlomba-lomba memperoleh keberhasilan
meskipun dengan cara-cara buruk, maka terjadilah krisis moral yang membuat
kekacauan hidup, hidup saling mengancam, saling menjatuhkan, bahkan saling
menyerang. Tidak ada rasa aman dalam kehidupan ini. Ada kalanya orang berkata
bahwa hukum negara sebagai panglima dalam kehidupan bernegara. Tetapi
permasalahan akan muncul, ketika penanggungjawab hukum negara itu tidak
bermoral. Sulit dibayangkan bahwa hukum negara menjadi tidak digunakan
sebagaimana mestinya. Orang yang bermoral buruk dapat berlindung di balik
pembenaran hukum negara. Karena itu pelaksanaan moral tidak dapat ditawar lagi
apabila hukum negara ataupun peraturan di tempat manapun juga ingin ditegakkan
dan bermanfaat bagi kehidupan bersama. Revolusi mental tidak bisa dilakukan
tanpa pelaksanaan moral dalam kehidupan bersama, perlu ada perubahan paradigma
mental yang semula menghalalkan segala cara untuk mencapai cita-cita kemudian
menjadi sangat peduli terhadap cara-cara baik dan tepat demi pencapaian
cita-cita yang memberi berkah bagi diri sendiri maupun orang lain.
Penerapan moral akan menimbulkan perlindungan bagi
orang yang melaksanakannya, sebab ia yang menerapkan moral tidak akan mempunyai
pikiran bersalah dan menyesal. Ia akan merasa nyaman pergi kemana saja, karena
ia merasa tidak bersalah. Ia juga tidak menyesali perbuatan yang telah
dilakukannya. Ia akan melindungi dirinya sendiri dari berbagai kesalahan dan
penyesalan. Bahkan melindungi orang lain pula, karena orang lain tidak merasa
terancam dan tidak takut dengan kehadiran orang yang menerapkan moral.
Keteguhan Pikiran (Meditasi) sebagai Pelindung
Selain penerapan moral dalam kehidupan sehari-hari,
keadaan pikiran manusia juga perlu diperhatikan, karena selama manusia masih
memiliki keadaan pikiran yang serakah, benci, dan egois, maka kehidupan manusia
sangatlah tidak nyaman. Keserakahan dalam pikiran dapat mendorong niat mencuri,
korupsi, berzina, perilaku asusila, bahkan merusak hutan dan kandungan alam
lingkungan hidup. Sedangkan kebencian akan mendorong niat orang melakukan
kekerasan, perbuatan sadis, dan pembunuhan. Egois akan menyebabkan orang memiliki
pandangan hidup yang keliru, tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang
salah, memiliki pandangan eksklusif dan tidak toleran. Hal-hal itu sangat
membahayakan bagi kehidupan bersama, karena itu sangatlah penting penerapan
meditasi sebagai cara untuk mengolah pikiran, agar pikiran dapat terbebas dari
keserakahan, kebencian, dan keegoan. Revolusi mental dapat terlaksana apabila
orang mau mengubah kondisi pikirannya yang semula dipenuhi oleh serakah, benci,
dan egois, kemudian beralih menjadi pikiran yang memiliki kepedulian, cinta
kasih, dan kebersamaan dalam hidup bermasyarakat.
Penerapan meditasi akan mengubah pikiran menjadi tidak
lagi serakah melainkan gemar memberi, tidak lagi membenci melainkan penuh welas
asih, dan tidak lagi egois melainkan inklusif dan toleran. Pikiran seperti itu
akan menimbulkan perlindungan bagi seseorang dan juga perlindungan buat banyak
orang di sekitarnya. Orang-orang akan merasa nyaman hidup bersama.
Kebijaksanaan sebagai Pelindung
Pemahaman hakikat hidup sering menimbulkan masalah
dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bersama. Ada orang yang menganggap
bahwa kebahagiaan hidup hanyalah semata kebahagiaan materi, dengan kekayaan
yang berlimpah orang berpandangan bahwa ia akan hidup berbahagia. Atau
kebahagiaan hidup diperoleh dengan terpenuhinya kenikmatan-kenikmatan indriawi
manusia, kenikmatan mata pada saat mata berkontak dengan objek penglihatan,
kenikmatan telinga pada saat telinga berkontak dengan objek pendengaran,
demikian pula kenikmatan indria lainnya. Pemahaman kebahagiaan hidup seperti
itu akan menimbulkan pemujaan terhadap kekayaan materi, pemujaan terhadap
kenikmatan indria, sebagai suatu kebahagiaan tertinggi. Apakah memang benar
bahwa kebahagiaan tertinggi seperti itu? Bagaimana dengan kebahagiaan tertinggi
sesuai ajaran Buddha? Untuk mengetahui hal itu, perlu sekali dipahami adanya
hal-hal hakiki yang berlangsung dalam kehidupan ini. Dalam ajaran Dhamma,
terdapat penjelasan bahwa meskipun Guru Agung Buddha ada ataupun tidak ada,
terdapat hal-hal hakiki yang berlangsung sepanjang masa, yaitu adanya
ketidakkekalan, ketiadapuasan, dan ketiadaan ego. Ia yang memahami
ketidakkekalan, ketiadapuasan, dan ketiadaan ego, maka ia tidak mau menggenggam
erat apapun yang telah diperolehnya. Ia memahami segala sesuatu akan berakhir,
segala sesuatu tidak dapat memenuhi kepuasan secara terus menerus, dan segala
sesuatu tidak dapat diatur sesuai kehendaknya, sedangkan dirinya sendiri saja
akan mengalami hal-hal seperti tersebut di atas, maka hidup ini hanyalah proses
yang terus berlangsung. Manusia terlibat dalam proses kehidupan ini bersama
dengan segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan itu. Manusia dapat turut
berperan serta memengaruhi proses kehidupan itu, apakah akan merawat kehidupan
atau akan menghancurkan kehidupan. Apapun yang terjadi dalam proses kehidupan
itu berlangsung sesuai dengan hukum sebab akibat yang saling bergantungan.
Hukum kausalitas itulah yang melangsungkan proses kehidupan. Revolusi mental
juga memerlukan pemahaman bahwa hidup adalah proses yang berlangsung terus
menerus karena berlakunya hukum sebab akibat. Karena itu pandangan hidup yang
memohon atau menanti, hendaknya perlu diubah menjadi berikhtiar dan bekerja
keras karena apa yang kita peroleh dari hidup ini adalah hasil dari upaya kita.
Pengembangan kebijaksanaan adalah pengembangan
pemahaman hakikat kehidupan itu, memahami proses kehidupan beserta hukum sebab
akibat yang berlaku akan menimbulkan pengertian kebahagiaan hidup sebagai
akibat dari segala sesuatu yang dilakukan dengan baik, benar, dan bermanfaat.
Kebahagiaan hidup bukan berbentuk suatu kecanduan atau kelekatan, seperti
halnya kelekatan terhadap kekayaan materi dan kenikmatan indria. Kebahagiaan
hidup justru kebebasan dari kecanduan atau kelekatan. Pelepasan kecanduan dan
kelekatan atau sikap bersahaja dalam hidup sehari-hari itulah yang membuat
masing-masing orang merasa nyaman dan tidak mengancam orang lain.
Selamat Hari Trisuci Waisak 2559/2015, marilah umat
Buddha sekalian membuat perlindungan bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat,
bahkan bagi bangsa dan negara dengan cara melaksanakan kebenaran Dhamma. Karena
pelaksanaan Dhamma akan menjauhkan hidup kita dari segala keadaan tidak nyaman
atau penderitaan. Revolusi mental merupakan gerakan hidup baru yang berlandaskan
pada pelaksanaan kesusilaan, keteguhan pikiran, dan kebijaksanaan. Revolusi
mental itu akan melindungi hidup kita dari kekacauan laku, pikiran, dan pedoman
hidup. Semoga dengan revolusi mental ini dapat mengantarkan kehidupan bangsa
dan negara kita maju, sejahtera, serta damai.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana, selalu
melindungi.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia
Kota Mungkid, 2 Juni 2015
SANGHA THERAVADA INDONESIA
ttd.
Bhikkhu Jotidhammo, Mahathera
Ketua Umum / Sanghanayaka
Ketua Umum / Sanghanayaka
http://www.samaggi-phala.or.id/sangha-theravada-indonesia/pesan-waisak-2559-2015/
Langganan:
Postingan (Atom)