BHIKKHU DAN MAKHLUK HALUS PENGHUNI
HUTAN
( Karaniyametta Sutta )
Ketika
Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi bersama dengan murid-muridnya, Sang
Buddha memerintahkan kelima ratus orang muridnya untuk berlatih diri,
bermeditasi di hutan untuk mencapai tingkat kesucian. Kelima ratus orang
bhikkhu itu lalu pergi menuju ke suatu desa yang cukup besar. Penduduk desa
yang ketika mengetahui murid-murid Sang Buddha mendatangi desa mereka, segera
menyambutnya dengan menyiapkan tempat untuk beristirahat, dan mempersembahkan
bubur dan makanan lainnya. Mereka lalu bertanya: "Kemanakah Bhante akan
pergi?".
Para
bhikkhu itu menjawab: "Kami akan
pergi ke suatu tempat yang nyaman".
Penduduk
desa itu menyarankan: "Bhante, tinggallah di hutan di dekat desa kami ini
selama tiga bulan, sehingga kami dapat mempelajari Dhamma dibawah
bimbinganmu".
Para
bhikkhu menyetujuinya, dan para penduduk berkata lagi: "Bhante, di dekat
desa kami ada hutan kecil, Bhante dapat tinggal di sana".
Kelima
ratus orang bhikkhu itu lalu pergi menuju hutan yang ditunjukkan penduduk
desa. Di dalam hutan itu banyak terdapat makhluk halus penghuni hutan, mereka
mengetahui kedatangan para bhikkhu, "Sekumpulan bhikkhu akan datang ke
hutan ini, apabila para bhikkhu itu tinggal di sini, pasti tidak nyaman lagi kita
berdiam di sini bersama anak dan istri".
Mereka
turun dari pohon dan duduk di bawah, mereka berpikir lagi: "Kalau
bhikkhu-bhikkhu itu tinggal di sini hanya satu malam, besok mereka pasti pergi
dari hutan ini".
Mereka
lalu duduk diam di bawah pohon. Tetapi keesokkan harinya setelah para bhikkhu
berpindapata ke desa di dekat hutan itu dan makan hasil pindapatanya, ternyata
mereka kembali ke hutan itu. Para makhluk halus penghuni hutan itu berpikir:
"Besok, kalau ada yang mengundang mereka, mereka pasti pergi dari sini.
Kalau hari ini mereka tidak jadi pergi, besok mereka pasti pergi". Setelah
berpikir demikian, mereka duduk kembali di bawah pohon sepanjang malam.
Makhluk
halus penghuni hutan ragu-ragu, apakah para bhikkhu itu akan segera pergi dari
tempat tinggal mereka, lalu berpikir kembali: "Apabila para bhikkhu ini
tinggal di sini selama tiga bulan, pasti tidak nyaman lagi tinggal di sini,
lagipula kita sudah lelah sekali duduk di bawah. Bagaimana ya, caranya supaya
para bhikkhu ini pergi dari sini?".
Karena
merasa terganggu akhirnya makhluk halus penghuni hutan itu mengganggu para
bhikkhu supaya mereka pergi dari tempat tinggal mereka. Siang dan malam hari
para bhikkhu itu diganggu, ada yang melihat kepala-kepala beterbangan, ada pula
yang melihat badan tanpa ada kepalanya berjalan-jalan, lalu terdengar
suara-suara yang menyeramkan.
Pada
waktu yang bersamaan, para bhikkhu itu banyak yang menderita bermacam-macam
penyakit, ada yang sakit batuk, pilek dan sakit-sakit lainnya. Mereka lalu
saling bertanya:
"Saudaraku,
kamu sakit apa?".
"Saya
sakit pilek".
"Saya
batuk-batuk".
"Saudaraku,
hari ini saya melihat banyak kepala beterbangan".
"Saudaraku,
di malam hari saya melihat badan tanpa kepala berjalan-jalan".
"Saya
mendengar suara-suara yang menyeramkan".
"Saudaraku, kita
harus meninggalkan tempat ini, tempat ini tidak cocok untuk
kita. Mari kita menemui Guru kita, Sang
Buddha".
Mereka
meninggalkan hutan itu dan menemui Sang Buddha, setelah memberikan hormatnya
dengan bernamaskara, mereka lalu duduk dan menceritakan mengapa mereka kembali,
Sang Buddha lalu berkata:
"Bhikkhu,
mengapa kalian tidak dapat tinggal di hutan itu?".
Para
bhikkhu menjawab: "Yang Mulia, kami tidak dapat lagi tinggal di sana,
tempat itu sangat menyeramkan, banyak hal menakutkan yang kami lihat dan alami.
Tempat itu tidak nyaman untuk kami, jadi kami memutuskan untuk pergi dari sana
dan kembali menemui Yang Mulia".
"Bhikkhu,
kamu harus kembali ke tempat itu".
"Maaf
Yang Mulia, kami tidak mau kembali ke sana".
"Bhikkhu,
ketika kamu pergi ke hutan itu untuk pertama kalinya, kamu tidak membawa
"senjata". Dan sekarang kamu harus membawa "senjata" bila
kamu kembali ke sana".
"Senjata
apakah itu Yang Mulia?"
Sang
Buddha lalu menjawab, "Aku akan memberikan senjata yang dapat kamu bawa
kemana pun kamu pergi".
Sang Buddha kemudian mengucapkan syair Karaniyametta Sutta:
Inilah
yang harus dilaksanakan
oleh
mereka-mereka yang tekun dalam kebaikan.
Dan
telah mencapai ketenangan bathin.
Ia
harus pandai, jujur, sangat jujur.
Rendah
hati, lemah lembut, tiada sombong.
Merasa
puas, mudah dirawat
Tiada
sibuk, sederhana hidupnya
Tenang
indrianya, selalu waspada
Tahu
malu, tidak melekat pada keluarga
Tak
berbuat kesalahan walaupun kecil
yang
dapat dicela oleh para Bijaksana.
Hendaklah
ia selalu berpikir:
"Semoga
semua makhluk sejahtera dan damai,
semoga
semua makhluk berbahagia"
Makhluk
apapun juga
Baik
yang lemah atau yang kuat tanpa kecuali
Yang
panjang atau yang besar
yang
sedang, pendek, kurus atau gemuk
Yang
terlihat atau tidak terlihat
Yang
jauh maupun yang dekat
Yang
telah terlahir atau yang akan dilahirkan
Semoga
semuanya berbahagia
Jangan
menipu orang lain
Atau
menghina siapa saja,
Janganlah
karena marah dan benci
Mengharapkan
orang lain mendapat celaka
Bagaikan
seorang ibu mempertaruhkan nyawanya
Untuk
melindungi anaknya yang tunggal
Demikianlah
terhadap semua makhluk
Dipancarkannya
pikiran kasih sayang tanpa batas
Hendaknya
pikiran kasih sayang
Dipancarkannya
ke seluruh penjuru alam,
ke
atas, ke bawah, dan ke sekeliling
Tanpa
rintangan, tanpa benci, atau permusuhan
Sewaktu
berdiri, berjalan, atau duduk
Atau
berbaring sesaat sebelum tidur
Ia
tekun mengembangkan kesadaran ini
Yang
dinamakan "Kediaman Brahma"
Tidak
berpegang pada pandangan yang salah
Tekun
dalam sila dan memiliki kebijaksanaan,
Hingga
bathinnya bersih dari segala nafsu indria
Maka ia
tak akan lahir lagi dalam rahim manapun juga
Seusai Sang Buddha mengucapkan syair Karaniyametta Sutta, Sang Buddha berkata:
"Bhikkhu,
bacakanlah Karaniyametta Sutta ini, ketika kamu hendak masuk ke dalam hutan,
dan ketika hendak memasuki tempat meditasi".
Setelah
berkata demikian, Sang Buddha melepaskan para bhikkhu kembali ke hutan. Para
bhikkhu menghormat Sang Buddha dan kembali ke hutan dengan membawa
"senjata" yang telah Sang Buddha ajarkan. Dengan membacakan Karaniyametta Sutta bersama-sama, mereka masuk ke dalam hutan.
Makhluk
halus penghuni hutan mendengar Karaniyametta Sutta, yang menggambarkan cinta
kasih dan belas kasihan kepada semua makhluk. Sesudahnya mereka amat senang dan
merasa bersahabat dengan para bhikkhu. Kemudian mereka mendatangi para bhikkhu
dan minta ijin agar diperbolehkan membawakan mangkok-mangkok dan jubah-jubah.
Mereka membersihkan tangan dan kaki para bhikkhu, lalu menempatkan penjagaan
yang kuat di sekelilingnya. Mereka duduk bersama-sama para bhikkhu,
berjaga-jaga. Suara-suara dan bayangan-bayangan menakutkan tidak ada lagi, para
bhikkhu menjadi tenang dan nyaman.
Mereka
segera duduk bermeditasi, melatih diri pada siang dan malam hari, untuk
mendapatkan Pandangan Terang. Dengan pikiran yang terpusat dan terkendali
mereka merenungkan kematian, tentang tubuh yang mudah rusak dan membusuk, lalu
mereka menarik kesimpulan, "Tubuh ini rapuh bagaikan tempayan".
Mereka lalu mengembangkan Pandangan Terang.
Sang
Buddha yang sedang bermeditasi mengetahui bahwa murid-muridnya mulai
mengembangkan Pandangan Terang, lalu ia berbicara kepada mereka:
"Demikianlah
bhikkhu. Tubuh ini rapuh bagaikan tempayan". Sambil berkata demikian, Sang
Buddha mengirimkan bayangan dirinya yang dapat terlihat dengan jelas oleh
murid-muridnya.
Meskipun
Sang Buddha berada amat jauh, tetapi para bhikkhu dapat melihat Sang Buddha
dalam bentuk yang nyata, dengan memancarkan sinar yang amat terang, Sang Buddha
mengucapkan syair:
Dengan
mengetahui bahwa tubuh ini rapuh bagaikan tempayan,
hendaknya
seseorang memperkokoh pikirannya bagaikan benteng kota,
dan
melenyapkan Mara dengan senjata kebijaksanaan.
Ia harus
menjaga apa yang telah dicapainya,
dan hidup
tanpa ikatan lagi.
(Dhammapada.40)
Lima
ratus bhikkhu itu mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah Dhamma itu
berakhir.