Sabtu, Juli 17, 2010

KUMPULAN SABDA SANG BUDDHA (Kesadaran dan Pemusatan Pikiran Sejati)

1. Bila dalam tradisi agama lain perhatian sepenuhnya ditujukan kepada Tuhan, sebab dengan mengerti kehendaknya akan menyebabkan keselamatan; maka dalam agama Buddha perhatian ditujukan pada pikiran, sebab pikiran adalah perantara yang olehnya segala sesuatu berarti, ditafsirkan dan dipahami. Menjinakkan pikiran adalah menjinakkan dunia. Santideva menuangkan hal ini dengan sempurna dalam sajaknya:

Semua harimau dan macan,
Semua gajah, beruang dan ular,
Makhluk-makhluk neraka,
Setan dan dedemit,
Semuanya itu dikuasai
Dengan menguasai pikiran
Dan cukup dengan menundukkan pikiran,
Kesemuanya dapat ditundukkan,

Sebab dengan dibentuk oleh pikiran
Semua ketakutan dan kekwatiran datang
Inilah yang telah diajarkan
Oleh Si Pembicara Kebenaran

Para musuh tak terukur seperti angkasa
Bagaimana saya dapat memerangi semuanya?
Tapi bila saya menghancurkan kemurkaan saya
Pikiran tentang adanya "musuh" terhancurkan

Tidak akan cukup banyak kulit
Untuk menyelimuti dunia
Tapi dengan menggunakan sendal kulit,
Saya dapat menjelajahi dunia
Sama halnya, semua lingkungan diluar
Tak dapat dijaga secara menyeluruh
Tapi bila saya menjaga pikiran saya
Perlindungan apa lagi yang saya butuhkan?
[Bodhicaryavatara V: 4, 5, 6, 12, 13, 14]

2. Dalam banyak khotbah, Sang Buddha menekankan hal yang sama.

Bagi seseorang yang masih belajar dan belum menjadi penguasa dari pikirannya sendiri, tapi tetap bercita-cita agar damai dari ikatan-ikatan, demi kebaikan dirinya sendiri, baginya Saya tidak mengetahui sesuatu yang lebih menolong dari pada memperhatikan dengan ketat pikirannya sendiri.
[Itivuttaka: 9]

Karena pikiran yang sesat, seorang menjadi sesat
Karena pikiran yang murni, seorang menjadi murni.
[Samyutta Nikaya III: 151]

Saya tidak mengetahui sesuatu yang paling tak dapat bekerja selain pikiran yang tak dikembangkan. Sebenarnya, pikiran yang tak berkembang adalah sesuatu yang tak dapat bekerja. Saya tidak mengetahui sesuatu yang paling bekerja selain pikiran yang dikembangkan. Sebenarnya, pikiran yang berkembang adalah sesuatu yang dapat bekerja.
[Anguttara Nikaya I: 4]

3. Ketika kita lahir, kita datang ke dunia ini dengan pikiran yang telah dipengaruhi oleh kebiasaan mental kita masing-masing, yang terbawa dari kehidupan sebelumnya - kebiasaan mental yang mungkin telah dikembangkan selama kurun waktu yang panjang dan mungkin pula telah sulit untuk dirubah atau diberi nuansa yang lain. Selama masa pertumbuhan dan perkembangan kita pada kehidupan ini, orang-tua dan guru-guru mengajar kita bagaimana seharusnya bertindak, namun tidak banyak diajarkan bagaimana seharusnya mengendalikan pikiran kita. Dengan demikian, walau mungkin kehidupan kita dari luar tampak selaras, namun kehidupan-kehidupan kita-pikiran kita, mungkin kacau tak beraturan. Demi mencapai kebahagiaan abadi, pikiran yang tak disiplin harus dapat dikendalikan dan dirubah. Seperti dikatakan Sang Buddha:

Sangatlah menakjubkan, melatih pikiran itu.
Bergerak lincah, meraih apa yang dikehendakinya.
Sangat baik memiliki pikiran yang terlatih baik.
Karena pikiran yang terlatih baik akan membawa kebahagiaan.

Sulit ditangkap dan sangat licik,
Pikiran meraih apa yang diinginkan.
Oleh karenanya para bijaksana menjaga pikirannya,
Karena pikiran yang terjaga akan membawa kebahagiaan.
[Dhammapada: 35, 36]

4. Ada beberapa teknik meditasi yang berbeda, beberapa diajarkan sendiri oleh Sang Buddha, beberapa yang lain dikembangkan oleh Guru-guru sesudah-Nya, namun keseluruhannya dapat dicakup dalam dua pokok utama, pertama adalah Konsentrasi (Pemusatan-pikiran) Sejati (samma samadhi). Istilah 'samadhi' berarti mengumpulkan atau menyatukan, dan mengacu pada pemusatan atau penyatuan pikiran. Siswa wanita Sang Buddha, Dhammadina mendefinisikan pemusatan-pikiran (konsentrasi), sebagai berikut:

Semua penyatuan pikiran adalah konsentrasi.
[Majjhima Nikaya, I: 301. Ya kho .... cittassa ekaggata ayam samadhi]

5. Buddhagosa mendefinisikannya lewat kata-kata:

Apa konsentrasi itu? Adalah pemusatan dari kesadaran dan semua yang menyertainya secara merata dan sempurna pada satu titik.
[Visuddhimagga 84]

6. Meditasi Buddhis yang paling dasar adalah Kesadaran pada pernapasan (anapana sati). Teknik sederhana namun sangkil ini akan berbuah ketenangan (relaksasi) dan mengembangkan disiplin mental serta tentunya memudahkan pemusatan pikiran. Dalam menggambarkan manfaatnya, Sang Buddha berkata:

Pemusatan pikiran yang tekun pada masuk dan keluarnya nafas, bila dipupuk dan dikembangkan, adalah suatu kedamaian dan suatu yang istimewa, suatu yang sempurna dan pula suatu cara hidup yang menyenangkan. Tidak hanya itu, juga akan menghalau pikiran-pikiran jahat tak-terlatih yang telah timbul dan membuatnya hilang seketika. Bagaikan, ketika bulan terakhir dari musim panas, debu dan kotoran beterbangan, lalu hujan deras yang turun tiba-tiba menenangkan dan menurunkannya ke bumi seketika.
[Samyutta Nikaya V: 321]

7. Senantiasa membawa perhatian kembali (ke pernafasan) secara berkesinambungan, seperti inilah yang akan menjadi kunci sukses. Kita berteguh-hati sebagai berikut:

Sebelumnya pikiran ini mengembara semaunya,
Sesuai kehendaknya dan sesuai kesenangannya,
Tapi hari ini saya akan menguasainya penuh perhatian
Seperti pawang menguasai gajah dengan kaitannya.
[Dhammapada : 326]

8. Sang Buddha menyarankan lima cara mengatasi pikiran-pikiran seperti itu mengganti, mempertimbangkan untung-ruginya, tak memperdulikan, membiarkannya reda atau-pun dengan menaklukkan pikiran-pikiran itu.

Seseorang yang berkeinginan mengembangkan pikiran yang lebih tinggi, hendaknya memikirkan lima hal dari waktu ke waktu. Apa lima itu?

-Bila, sewaktu memikirkan sesuatu, pikiran-pikiran jahat tak-terlatih disertai keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin timbul; dia hendaknya lalu memikirkan sesuatu pikiran yang terlatih. Dengan demikian pikiran-pikiran jahat tak-terlatih akan reda dan batin akan mantap, tenang, terpusat ke satu titik dan terkonsentrasi. Ibarat, tukang kayu atau pembuatnya mengetok, mencabut, menarik keluar pasak besar dengan menggunakan pasak kecil.

-Bila, sewaktu memikirkan sesuatu yang terlatih, pikiran jahat tak-terlatih disertai keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin masih muncul; dia hendaknya lalu merenungkan kejelekan-kejelekan dari pikiran seperti itu, dengan berpikir: "Sebenarnya pikiran-pikiran ini tak terlatih, dipersalahkan dan membawa penderitaan." Dengan demikian pikiran-pikiran tak terlatih yang jahat akan reda dan batin akan mantap, tenang, terpusat ke satu titik dan terkonsentrasi. Ibarat, seorang pemuda atau wanita yang berpakaian indah tapi berkalungkan bangkai ular, anjing atau manusia dilehernya, akan dijauhi, dipermalu dan menimbulkan perasaan jijik.

-Namun, bila sementara merenungkan kejelekan-kejelekan pikiran-pikiran ini, pikiran-pikiran jahat tak-terlatih yang disertai keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin masih timbul; dia hendaknya lalu berusaha melupakannya, tidak memperhatikannya. Dengan demikian pikiran-pikiran tak terlatih yang jahat akan reda dan batin akan mantap, tenang, terpusat ke satu titik dan terkonsentrasi. Ibarat, seorang dengan penglihatan yang baik tapi menutup mata atau memalingkan muka agar tidak melihat sesuatu.

-Tapi bila, sewaktu berusaha melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu, pikiran-pikiran jahat tak-terlatih yang disertai keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin masih timbul; dia hendaknya membiarkan pikiran-pikiran itu menjadi tenang. Dengan demikian pikiran-pikiran tak terlatih yang jahat akan reda dan batin akan mantap, tenang, terpusat ke satu titik dan terkonsentrasi. Ibarat, seorang, yang merasa tak perlu berlari, lalu berjalan; merasa tak perlu berjalan, lalu berdiri-diam; merasa tak perlu berdiri, lalu duduk; merasa tak perlu duduk, lalu berbaring. Jadi, dia yang sebelumnya bergerak dengan susah-payah lalu bisa menjadi santai.

-Tapi, bila, sewaktu membiarkan pikiran-pikiran itu menjadi tenang, pikiran-pikiran jahat tak-terlatih yang disertai keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin masih timbul, lalu, dengan gigi terkatup dan lidah ditekan kelangit-langit dia hendaknya menahan, menaklukkan dan menekan batin dengan batin. Dengan demikian pikiran-pikiran tak terlatih yang jahat akan reda dan batin akan mantap, tenang, terpusat ke satu titik dan terkonsentrasi. Ibarat, seorang yang kuat mengalahkan seorang yang lebih lemah dengan memukulnya pada kepala dan bahunya.

Seorang yang melakukan semua diatas disebut penguasa jalan pikiran. Pikiran yang dikehendaki untuk dipikir, dia pikirkan; pikiran yang tak dikehendaki untuk dipikir, dia tidak pikirkan. Dia telah memotong kemelekatan, melepaskan belenggu, menguasai kesombongan dan mengakhiri penderitaan.
[Majjhima Nikaya I: 119]

9. Perenungan dilakukan dengan mengarahkan pikiran kita pada obyek-obyek tertentu dan dengan hati-hati merenungkannya. Sang Buddha bersabda:

Apapun yang sering seseorang renungkan dan pikirkan,
batin akan bersandar padanya.
[Majjhima Nikaya I: 115]

10. Pernyataan diatas sangat tepat. Pikiran apapun yang menonjol dalan batin kita, akan berpengaruh pada kepribadian dan perilaku kita. Bila dengan sadar dan sengaja, kita memenuhi batin kita dengan pikiran-pikiran positif, maka pikiran-pikiran sedemikian akan muncul dengan sendirinya, lalu pada gilirannya akan berbuah perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan pikiran-pikiran itu.

Sewaktu Siswa-siswa yang agung merenungkan (hal-hal ini), batinnya akan bebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin. Pada saat itu, batinnya mantap dan tertuju pada hal-hal itu, dan dengan batin yang mantap dia menunjukkan kegembiraan dari kebajikan, kegembiraan dari Dhamma dan kegembiraan berjalan bersama Dhamma. Pada mereka yang gembira, timbul keceriaan; disebabkan keceriaan, jasmani menjadi tenang; dengan jasmani yang tenang seseorang akan bahagia, dan batin seorang yang bahagia senantiasa terkonsentrasi.
[Anguttara Nikaya, V: 332]

11. Sang Buddha bersabda dalam Perenungan Kebajikan:

Engkau hendaknya merenungkan kebajikan-kebajikanmu sendiri sebagai lengkap, utuh, tak bernoda, tak berbercak, memberi-kebebasan; sebagai terpuji oleh para bijaksana, murni dan mengantar kearah konsentrasi pikiran.
[Anguttara Nikaya V: 334]

12. Pada pelaksanaan Perenungan Kemurahan-hati, kita merenungkan nilai-nilai kemurahan-hati (kedermawaan) dan juga agar kita dapat menambah kemurahan-hati itu pada orang lain. Sang Buddha menyarankan merenungkannya dengan cara berikut:

Engkau hendaknya merenungkan kemurahan-hati dirimu sendiri seperti ini: "Ini adalah keberuntungan saya sendiri. Sebenarnya, ini adalah suatu keberuntungan dengan berdiri teguh diantara yang picik, saya berumah-tangga dengan batin yang bebas dari kepicikan; tangan saya terbuka; tangan saya murni, bergembira bila dapat membagi pada siapa saja, orang tempat memohon kebaikan pula orang yang bergembira bila memberi sesuatu."
(Anguttara Nikaya V :334)

17 komentar:

  1. Salam Mas Tanhadi,

    Membaca uraian diatas, sungguh membuat tertarik hati saya. Ternyata ajaran Buddha itu pada prinsipnya simple dan to the point.

    Saya mau bertanya sesuai topiknya. Menurut ajaran Buddha, pikiran2 yg liar itu darimanakah datangnya / penyebabnya?

    Terima kasih

    BalasHapus
  2. Pikiran baik, jahat, terkendali maupun liar, semuanya berpusat pada diri sendiri..., pikiran ini dikatakan liar karena memang sangat sulit untuk dikendalikan, ia sering bergerak sendiri tanpa harus menunggu perintah kita, ia banyak dipengaruhi oleh panca indera kita (indera penglihatan, pendengaran, pengecapan cita-rasa, indera sentuhan dan indera perasaan,yang kontak/berhubungan dengan obyek dari dunia luar.

    Terima kasih atas kunjungannya.

    BalasHapus
  3. Lalu bagaimana hubungannya pikiran dengan nafsu dan syahwat?

    Menurut ajaran Buddha, bagaimana cara mengurangi pengaruh indera2 terhadap pikiran agar pikiran tidak gampang terpengaruh oleh indera2 ini Mas?

    Kenapa pikiran jahat atau pikiran baik suka muncul tiba2? begitu jga dgn kasus seperti mendapat ilham/wangsit.

    Wah, banyak lagi yg mengganjal dipikiran saya yg perlu pemahaman, tapi sementara ini dulu, secara bertahap.

    Terima kasih Mas Hadi.

    BalasHapus
  4. Nafsu syahwat itu muncul ketika kita berpikir kearah hal itu, kita mungkin tanpa menyadari sepenuhnya bahwa setiap saat kita berjumpa dengan lawan jenis yang beraneka-ragam bentuk , dari yang tidak sedap dipandang sampai yang aduhai, cantik dan seksi..., apapun pemandangan yang kita lihat, khususnya yang 'menarik', akan terekam didalam indera pencerapan, perasaan, kesadaran dan batin kita. Hingga suatu saat hasil rekaman itu akan di rewind jika sikon-nya mendukung...saat itulah pikiran kita bekerja kembali disertai dengan keinginan/nafsu syahwat.

    Untuk mengurangi keinginan-2 tsb. kita bisa menanggulanginya dengan meditasi 'Vipassana' yaitu 'menyadari' bahwa semua yang seksi-seksi itu hanyalah bersifat sementara dan semu, bagian-2 tubuh yang membuat dia itu terlihat seksi, tak lain hanyalah segumpal daging yang menjijikkan...,matanyakah yang indah? coba mata itu di copot dan diberikan kepada anda, masih tertarikkah anda dengan mata itu? begitu pula bagian tubuh yang lainnya...:)

    Sebenarnya didunia ini tidak ada sesuatu yang muncul secara 'tiba-tiba', semua ada sebab dan akibat yang menyertainya, demikian pula soal ilham/wangsit..tak lain adalah bersumber pada pengalaman-pengalaman panca-indera dan batin kita, baik dikehidupan masa lampau maupun kehidupan yang sekarang.

    BalasHapus
  5. Banyak sekali pendapat berkaitan hal2 yg saya tanyakan sebelumnya. Benar juga perkataan Sang Buddha bahwa kita mesti mengalami sendiri baru benar2 faham.

    Untuk bisa memperoleh pengalaman tersebut apakah lebih baik dimulai dengan latihan meditasi kesadaran nafas?

    Mengenai meditasi ini, yang benar itu merasakan udara yg masuk di ujung hidung atau merasakan perjalanan udara yg masuk dari hidung sampai ke paru2 dan kembali keluar melalui hidung?

    terima kasih.

    BalasHapus
  6. Saya sependapat dengan anda, Ajaran Sang Buddha akan lebih berarti dan bermanfaat bagi hidup kita maupun bagi orang lain jika kita sudah mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Yup...sebaiknya anda mulai ber-meditasi konsentrasi pada pernafasan dan jika sudah terbiasa dengan meditasi ini (Samatha Bhavana) selanjutnya boleh diselingi dengan meditasi Vipassana.

    kedua metode yg anda sebutkan semuanya benar dan bisa kita pergunakan sebagai obyek meditasi.

    BalasHapus
  7. Terima kasih support Mas Hadi.
    Untuk pemula berapa lama sebaiknya melakukan samatha bhavana?
    Dan indikasi bahwa sudah ada peningkatan hasil meditasi ini seperti apa? sehingga bisa mulai dgn vipassana?

    BalasHapus
  8. Rekan Arnol,
    Mengenai indikasi peningkatan atau pencapaian dalam meditasi, setiap orang sering berbeda, baik soal waktu maupun indikasi-indikasi yang lainnya seperti munculnya gambaran batin(Nimitta)dll. Ada yang hanya 3-4 Minggu sudah nampak hasilnya (bisa mencapai tingkat konsentrasi/ketenangan dengan cepat), ada pula yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun masih bergulat untuk menenangkan pikirannya sendiri..., Yang terpenting dalam Samatha Bhavana adalah mencapai ketenangan batin, karena Dalam Samatha Bhavana, batin terutama pikiran terpusat dan tertuju pada suatu obyek. Jadi pikiran tidak berhamburan ke segala penjuru, pikiran tidak berkeliaran kesana kemari, pikiran tidak melamun dan mengembara tanpa tujuan.

    Bila ada gangguan fisik ketika kita melakukan Samatha bhavana, misalnya "kaki kesemutan" atau tiba2 perut merasa mual atau kesulitan bernapas, maka sebaiknya kita beralih ke metode Vipassana Bhavana. Obyeknya adalah nama dan rupa (batin dan materi), atau pancakhandha (lima kelompok faktor kehidupan). Ini dilakukan dengan memperhatikan gerak gerik nama dan rupa terus menerus, sehingga dapat melihat dengan nyata bahwa nama dan rupa itu dicengkeram oleh anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku).

    BalasHapus
  9. Selamat pagi mas Hadi,

    Sudah hampir seminggu saya latihan samatha bhavana, lumayan hasilnya mas, ada perubahan dkit, pikiran sedikit lebih tenang.

    Btw, untuk vipassana bhavana yg mas Hadi terangkan, saya belum ngerti. objek nama dan rupa (batin dan materi) itu maksudnya seperti apa?

    terima kasih.

    BalasHapus
  10. Saya turut bahagia jika meditasi anda ada kemajuan dan tentu saja itu harus dilatih terus-menerus sampai ketenangan itu benar-benar dapat kita capai sepenuhnya.

    Perihal Obyek Vipassana Bhavana yaitu nama-rupa sebenarnya adalah Pancakkhandha itu sendiri(5 kelompok faktor kehidupan)yaitu :* rupa-khandha (kelompok jasmani), * vedana-khandha (kelompok perasaan), * sañña-khandha (kelompok pencerapan), * sankhara-khandha (kelompok bentuk pikiran), dan * viññana-khandha (kelompok kesadaran).

    Nah...didalam melatih Vipassana Bhavana, kita dapat melakukan 4 macam perenungan, yg dalam bhs.pali disebut sebagai "satipatthana".

    Empat macam satipatthana (empat macam perenungan) terdiri atas :
    * kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani),
    * vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan),
    *citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran), dan
    * Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran).

    Untuk penjelasan secara detail mungkin akan membutuhkan beberapa lembar halaman...:), namun secara singkat dapat dimengerti bahwa :

    a). kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani),yang dimaksud adalah sadar dan waspada terhadap segala sesuatu yang dilakukan, ketika berjalan, berdiri, duduk, atau berbaring, sewaktu membungkukkan dan melencangkan badan, sewaktu melihat ke muka dan ke belakang, ketika berpakaian, makan, dan minum, ketika buang kotoran dan kencing, ketika berbicara atau berdiam diri.

    b). vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan),Di sini direnungkan perasaan yang sedang dialami secara obyektif, baik perasaan senang, perasaan tidak senang, maupun perasaan yang acuh tak acuh. Direnungkan keadaan perasaan yang sebenarnya, bagaimana ia timbul, berlangsung, dan kemudian lenyap kembali.

    c). citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran),Di sini direnungkan segala gerak-gerik pikiran. Apabila pikiran sedang dihinggapi hawa nafsu atau terbebas daripadanya, maka hal itu harus disadari.

    d). Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran),Di sini direnungkan bentuk-bentuk pikiran dengan sewajarnya, direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua belas ayatana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (Satta Bojjhanga), dan direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani).

    Mungkin yang tidak terbiasa dengan bhs. Pali akan sedikit ribet dengan istilah-istilahnya yang memang cukup asing di telinga kita...hehehe...:)

    Uraian lebih lanjut (detail) akan saya sampaikan secara bertahap aja ya....sebab panjang banget...sedangkan format Blog ini cukup terbatas dan tidak bisa memuat sekaligus apa-apa yang hendak saya sampaikan dalam satu halaman...

    BalasHapus
  11. amiin...

    OK, saya mulai faham mas. btw, balik ke samatha, kenapa pernafasan yg jadi objek?
    kalau kita menyadari pernafasan kita, otomatis nafasnya tidak alami lagi, otomatis kita ngatur nafas.

    BalasHapus
  12. Kesalahan umum yang terjadi pada pemula meditasi pernafasan adalah terletak pada perhatian yang ditujukan kepada keluar-masuknya pergerakan nafas itu sendiri (yang pada akhirnya secara tanpa disadari akan ngatur nafas), padahal sesungguhnya yang dimaksudkan adalah "Konsentrasi pada LANDASAN dimana nafas itu menyentuh ", untuk lebih gampangnya, coba anda tarik nafas agak keras dulu, maka kita dapat merasakan bahwa bagian ujung lobang hidung itulah yang tersentuh oleh 'angin dari tarikan nafas kita', demikian pula coba untuk menghembuskan nafas agak keras, maka (bagi yang tidak berkumis)akan merasakan sentuhan nafas pada ujung bibir atas., jika punya kumis, maka sentuhan itu dapat dirasakan persis ketika kita menarik nafas yaitu ujung lobang hidung.

    Nah...bagian ujung lobang hidung atau ujung bibir bagian atas inilah yang disebut sebagai LANDASANnya...., bagian inilah yang menjadi konsentrasi kita, sekali lagi bukan nafasnya..:)

    Jadi pada saat bermeditasi konsentrasi pada pernafasan , kita jangan mengikuti gerak keluar-masuknya nafas..., biarkan kita bernafas seperti biasa secara wajar saja, irama cepat atau lambatnya nafas bukan obyek yang perlu kita perhatikan, karena nanti pada moment tertentu kita malah akan merasakan 'tidak bernafas' samasekali..sampai disini jangan kaget maupun takut..., itu hanyalah proses dari ketenangan pikiran itu sendiri, nafas akan menjadi lebih halus...:)

    Obyek pernafasan ini adalah obyek meditasi yang paling mendasar, paling mudah dan paling banyak dipergunakan oleh para pemeditator baik pemula maupun yang sudah pakar.

    Sedangkan obyek meditasi dalam Samatha Bhavana itu sendiri jumlahnya ada 40 macam...Obyek-obyek meditasi ini dapat dipilih salah satu yang kiranya cocok dengan sifat atau pribadi seseorang. Pemilihan ini dimaksudkan untuk membantu mempercepat perkembangannya, namun Pemilihan sebaiknya dilakukan dengan bantuan seorang guru yang sudah berpengalaman. Sebab kalau salah memilih obyek, maka dampaknya kita akan semakin lama dan sulit untuk mencapai konsentrasi dan ketenangan dalam meditasi.

    BalasHapus
  13. hehehe..koq malah susah...? mungkin anda belum terbiasa saja dengan obyek pernafasan ini....kalau begitu bisa anda coba dengan obyek meditasi yang lainnya dengan memilih salah satu dari 40 obyek meditasi Samatha Bhavana.:)

    BalasHapus
  14. Iya Mas, niat mau nonton malah ikutan berperan jadinya. kalo dibiarin malah gak nafas...hehehe

    BalasHapus
  15. Hehehehehe....masa baru coba sekali udah mau menyerah..??.Ayoooo...maju terus pantang-mundur mumpung aura 17 agustusan masih kuat, Tetap Semangat !!!

    Istilah anda ok juga nih...makanya jadi "penonton aja", "amati saja" tanpa mikir yang lain...jangan jadi pemeran utamanya..:)

    BalasHapus
  16. Gak nyerah kok mas...cuma lagi nyari selanya untuk jadi penonton aja.

    sementara lagi usaha, mo nanya soal moksa/mukswa/muksa nih mas. hal ini ada diajaran hindu dan kejawen, bagaimana dalam Buddha?

    BalasHapus