EHIPASSIKO
Kata Ehipassiko berasal dari kata Ehipassika yang terdiri dari 3 suku kata yaitu ehi, passa dan ika. Secara harafiah ”ehipassika” berarti datang dan lihat. Ehipassikadhamma merupakan sebuah undangan kepada siapa saja untuk datang, melihat serta membuktikan sendiri kebenaran yang ada dalam Dhamma. Istilah ehipassiko ini tercantum dalam Dhammanussati (Perenungan Terhadap Dhamma) yang berisi tentang sifat-sifat Dhamma.
Sang
Buddha mengajarkan untuk menerapkan sikap ehipassiko di dalam menerima
ajaranNya. Beliau mengajarkan untuk ”Datang
dan buktikan” ajaranNya, bukan ”Datang dan percaya”. Ajaran
mengenai ehipassiko ini adalah salah satu ajaran yang penting dan yang
membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lainnya.
Salah
satu sikap dari Sang Buddha yang mengajarkan ehipassiko dan memberikan
kebebasan berpikir dalam menerima suatu ajaran terdapat dalam perbincangan
antara Sang Buddha dengan suku Kalama berikut ini:
"Wahai, suku Kalama.
Janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu,
atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi
atau sesuatu yang didesas-desuskan.
Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis dalam
kitab-kitab suci,
juga apa yang dikatakan sesuai logika dan kesimpulan belaka,
juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu,
atau karena ingin menghormati seorang pertapa yang menjadi
gurumu.
Tetapi, setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui;
Hal ini berguna, hal ini tidak tercela, hal ini dibenarkan oleh
para bijaksana,
hal ini kalau terus dilakukan akan membawa keberuntungan dan
kebahagiaan,
maka, sudah selayaknya kamu menerima dan hidup sesuai dengan
hal-hal tersebut.”
( Kalama Sutta, Anguttara Nikaya III. 65 )
Sikap
awal untuk tidak percaya begitu saja dengan mempertanyakan apakah suatu ajaran
itu adalah bermanfaat atau tidak, tercela atau tidak tecela; dipuji oleh para
bijaksana atau tidak, jika dilaksanakan dan dipraktekkan, menuju kesejahteraan
dan kebahagiaan atau tidak, adalah suatu sikap yang akan menepis kepercayaan
yang membuta terhadap suatu ajaran. Dengan memiliki sikap ini maka nantinya
seseorang diharapkan dapat memiliki keyakinan (saddha) yang berdasarkan pada kebenaran.
Ajaran
Ehipassiko yang diajarkan oleh Sang Buddha juga harus diterapkan secara
bijaksana. Meskipun ehipassiko berarti ”datang dan buktikan” bukanlah berarti
selamanya seseorang menjadikan dirinya objek percobaan.
Sebagai contoh sederhana :
- Ketika seseorang ingin membuktikan bahwa
menggunakan narkoba itu merugikan, merusak, bukan berarti orang
tersebut harus terlebih dulu menggunakan narkoba tersebut. Sikap ini adalah
sikap yang salah dalam menerapkan ajaran Ehipassiko.
Untuk
membuktikan bahwa menggunakan narkoba itu merugikan, merusak, seseorang cukup
melihat orang lain yang menjadi korban karena menggunakan narkoba. Melihat dan
menyaksikan sendiri orang lain mengalami penderitaan karena penggunaan narkoba,
itu pun suatu pengalaman, suatu pembuktian.
- Demikian pula dengan Racun, kita
tidak perlu lagi untuk membuktikan sendiri bahwa siapapun yang meminum racun
pasti fatal akibatnya, karena Racun dari sejak jaman dahulu kala, saat ini dan
kelak dikemudian hari telah terbukti kebenarannya bahwa ia memiliki sifat yang destruktif (merusak) bagi siapa saja
yang mengkonsumsinya.
- Jika ada orang yang meminta kita untuk
membuktikan kebenaran adanya Kelahiran kembali (Rebirth), perlukah kita membuktikannya kepada orang
tersebut ?, tentu saja tidak bukan ? karena kalau kita hendak
membuktikannya..maka kita harus melanggar sila ke satu dari Pancasila Buddhist.
- Jika kita diminta untuk membuktikan tentang
Neraka Avicci, berarti kita harus membunuh ayahanda atau ibunda kita dulu dong?
sebab mencari Arahat untuk dibunuh kan sulit, atau memecah-belah Sangha juga
bukan hal yang mudah…
Nah,
setelah kita bunuh salah satu ortu kita , biar cepat / instant untuk
membuktikan ada atau tidaknya neraka avicci, kita bunuh diri (supaya/berharap
terlahir di sana untuk membuktikannya... ). Apa yang terjadi ?...percayalah
bahwa orang yang meminta kepada kita untuk membuktikan adanya neraka Avicci itu
masih berada di Bumi... dan kita akan jadi penghuni neraka avicci
berkappa-kappa......, jadi untuk hal-hal yang seperti ini tidak perlu ada
pembuktian seperti itu...,cukup diyakini dengan kebijaksanaan diri sendiri.
Semoga
bermanfaat bagi kemajuan batin dan keyakinan kita.
Disusun kembali oleh : Tanhadi
dari berbagai sumber artikel Buddha Dhamma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar