KEMATIAN
ANĀTHAPINDIKA
Kematian si penyokong besar disinggung dalam
Anathapindikovada sutta, Nasihat kepada Anāthapindika (MN 143). Si
perumahtangga jatuh sakit untuk ketiga kalinya dan kali ini dengan rasa sakit
amat sangat yang terus memburuk dan tidak berkurang. Sekali lagi ia memohon
bantuan Y.M. Ananda dan Y.M.Sariputta.
Ketika Y.M. Sariputta melihatnya, ia tahu bahwa Anāthapindika
sudah mendekati ajalnya dan memberi instruksi berikut:
“Jangan melekat, perumahtangga, pada enam indera dan jangan
lekatkan pikiranmu padanya.
Jangan melekat pada enam objek indera dan jangan lekatkan
pikiranmu padanya.
Jangan melekat pada enam jenis kesadaran, enam kontak indera,
enam perasaan, enam elemen, lima unsur, empat alam tanpa bentuk.
Jangan melekat pada apa yang terlihat, terdengar, terasa,
terpikir, terpersepsi, dan terselidiki di dalam pikiran, dan jangan lekatkan
pikiranmu padanya.”
Anāthapindika pasti mengikuti penjelasan ini dalam hati,
sehingga sembari mendengarkan ia juga berlatih sesuai cara yang diinstruksikan
Y.M. Sariputta yang bijaksana dan suci. Pada akhir instruksi ini, air mata
bercucuran dari mata Anāthapindika.
Y.M.Ananda mendekatinya dengan kasih-sayang dan bertanya
apakah ia sedang sedih. Namun Anāthapindika menjawab:
“Aku tidak bersedih. O Ananda yang mulia. Aku telah lama
melayani Sang Guru dan para bhikkhu yang sempurna dalam pencapaian spiritual,
namun belum pernah kudengar kotbah yang begitu mendalam.”
Kemudian Bhante Sariputta berkata:
“Kotbah yang mendalam ini, perumahtangga, tidak akan cukup
jelas bagi perumahtangga bepakaian putih; kotbah ini cukup jelas bagi yang
telah melepas duniawi.”
Anāthapindika menjawab:
“Y.M. Sariputta, biarlah perbincangan Dhamma semacam ini juga
diberikan kepada umat awam berpakaian putih. Ada orang dengan sedikit debu di
matanya. Bila mereka tidak mendengar ajaran demikian mereka akan tersesat.
Beberapa orang mungkin mampu memahaminya.”
Perbedaan dengan ajaran Sang Buddha yang sebelumnya cukup
signifikan. Di sini kita prihatin dengan pertanyaan tertinggi, dengan
pembebasan tertinggi, tidak hanya pada landasan teori namun juga sebagai
praktek. Sebagai seorang murid yang memiliki buah pemasuk-arus, Anāthapindika
menyadari sifat kesementaraan lima unsur kemelekatan, dan ia sendiri telah
bicara perihal tiga karakteristik keberadaan: ketidakkekalan, penderitaan, dan
tanpa inti.
Namun ada perbedaan besar antara hanya mendengar dan merenungkannya,
atau benar-benar melatih dan menggunakannya terhadap diri sendiri. Dalam
pembedaan ini terdapat inti perbedaan antara metode yang digunakan Sang Buddha
untuk mengajar perumahtangga dan metode untuk mengajar para bhikkhu.
Bagi umat awam, pandangan-terang mengenai sifat keberadaan
dijelaskan sebagai pengetahuan, dan ajaran ini juga yang pada awalnya diberikan
kepada para bhikkhu. Namun bagi para bhikkhu yang sudah lebih maju, Sang Buddha
memperkenalkan latihan yang membawa pada kebebasan total bahkan dalam kehidupan
sekarang.
Hanya bila seseorang melihat bahwa pembabaran Y.M. Sariputta
adalah pendekatan selangkah demi selangkah menuju Nibbana barulah ia dapat
mengerti bahwa Anāthapindika belum pernah mendengarkan inti Ajaran yang dijelaskan
dengan cara demikian. Pada saat-saat terakhirnya, ia telah jauh dari
kekhawatiran duniawi dan, ketika memikirkan Dhamma, ia melepaskan kemelekatan
pada barang-barang duniawi, juga tubuhnya; sehingga ia menemukan dirinya dalam situasi
yang sebanding dengan bhikkhu yang paling maju. Dalam kondisi seperti itu
barulah Y.M. Sariputta bisa memberinya instruksi demikian karena akan
memberikan efek terbesar.
Setelah menasihati Anāthapindika dengan cara demikian, kedua
tetua itu pun pergi. Tidak lama kemudian si perumahtangga Anāthapindika
meninggal dan terlahir di surga Tusita, dimana putri termudanya telah
mendahuluinya.
Namun begitu besar pengabdiannya kepada Sang Buddha dan
Sangha, sehingga ia muncul di vihara Jetavana sebagai dewa muda, yang memenuhi seluruh
daerah itu dengan cahaya surgawi. Ia menemui Sang Buddha, dan setelah
menghormat beliau, berkata dalam syair berikut:
“Ini memanglah Hutan Jeta,
Peristirahatan Sangha,
Didiami oleh Sang Raja Dhamma,
Tempat yang mendatangkan kegembiraan bagiku.
Melalui tindakan dan pengetahuan dan kebenaran,
Melalui kemoralan dan hidup yang sempurna:
Melalui ini para makhluk termurnikan;
Bukan melalui keturunan atau kekayaan.
Oleh karena itu orang yang bijaksana,
Demi kebaikannya sendiri,
Harus menyelidiki Dhamma dengan seksama:
Dengan demikian ia termurnikan di dalam.
Sariputta sunguh-sungguh diberkahi dengan kebijaksanaan,
Dengan kemoralan dan kedamaian batin.
Bahkan seorang bhikkhu yang telah pergi menyeberang
Paling banyak hanya sebanding dengannya.”
Setelah berkata demikian, dewa itu menghormat Sang Bhagavā dan,
dengan menjaga beliau tetap di sebelah kanannya, menghilang di sana.
Keesokan harinya Sang Buddha memberitahu para bhikkhu
mengenai apa yang telah terjadi. Saat itu juga Y.M. Ananda berkata:
“Bhante, dewa muda itu pastilah Anāthapindika. Karena
Anāthapindika si perumahtangga memiliki kepercayaan penuh terhadap Y.M.
Sariputta.”
Dan Sang Buddha membenarkannya:
“Bagus, bagus, Ananda! Engkau telah menarik kesimpulan yang
benar melalui akal sehat. Karena dewa muda itu dulunya memang Anāthapindika”
(SN 2:20; MN 143).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar