BUDDHA TERCIPTA DARI UNSUR-UNSUR YANG BUKAN BUDDHA
Oleh : Thich Nhat Hanh
Suatu hari Hyang Buddha berada di dalam gua, dan Ananda menjadi asisten Buddha, sedang berdiri di dekat pintu. Tiba-tiba Ananda melihat Mara sedang mendatangi,
dia terkejut. Dia tidak menginginkannya, dan ia berharap Mara akan pergi. Tetapi Mara berjalan terus ke arah Ananda dan bertanya kepadanya untuk menyatakan kunjungannya ke Hyang Buddha.
Ananda berkata, "Mengapa anda datang kemari?" Tidakkah anda ingat bahwa pada waktu lampau anda dikalahkan oleh Hyang Buddha di bawah pohon Bodhi? Tidakkah anda mau datang ke sini? Pergi sana! Hyang Buddha tidak akan menemuimu. Anda adalah setan, anda adalah musuh beliau."
Ketika Mara mendengar ini ia mulai tertawa dan tertawa. "Apakah anda bilang bahwa guru anda mengatakan kepadamu bahwa beliau mempunyai musuh?" Itu membuat Ananda sangat malu. Dia tahu bahwa gurunya tidak pernah mengatakan bahwa beliau mempunyai musuh. Jadi Ananda dikalahkan dan harus masuk ke dalam dan memberitahukan kunjungan Mara, berharap Hyang Buddha akan berkata, "Pergi dan katakan padanya bahwa saya tidak ada. Katakan padanya bahwa saya sedang dalam sebuah pertemuan."
Tetapi Hyang Buddha sangat bergairah ketika beliau mendengar bahwa Mara, teman yang begitu lama telah datang mengunjungi beliau. "Apakah itu benar? Apakah ia benar-benar ada di sini?" Hyang Buddha berkata dan beliau sendiri pergi keluar memberi salam Mara. Ananda sangat bingung. Hyang Buddha menghampiri Mara, mengangguk padanya dan menggandeng tangannya denan cara yang paling hangat.
Hyang Buddha berkata, "Halo, apa kabarmu? Bagaimana keadaanmu? Apa semuanya baik-baik saja?"
Mara tidak mengatakan apa-apa. Jadi Hyang Buddha membawanya ke dalam gua, menyediakan tempat duduk untuknya dan menyuruh Ananda pergi dan membuat teh untuk mereka berdua. "Membuat teh untuk guru saya seratus kali pun saya senang, tapi membuat teh untuk Mara bukanlah sesuatu yang menyenangkan." Ananda berpikir sendiri. Tetapi karena ini perintah dari gurunya, bagaimana ia dapat tolak? Jadi Ananda pergi menyiapkan ramuan teh untuk Hyang Buddha dan yang disebut tamu beliau. Tetapi selagi mengerjakan ini ia mencoba untuk mendengar percakapan mereka.
Hyang Buddha mengulangi dengan sangat hangat, "Bagaimana keadaan anda? Bagaimana dengan segala halnya dengan anda?" Mara berkata, "Sesuatunya tidak baik sama sekali. saya lelah menjadi seorang Mara. Saya ingin menjadi sesuatu yang lain."
Ananda menjadi sangat takut. Mara berkata, "Anda tahu, menjadi seorang Mara tidaklah sangat mudah untuk dilakukan. Jika anda bicara, anda harus bicara berbelit-belit, jika anda mengerjakan sesuatu, anda harus licin dan berwajah jahat (kelihatan jahat). Saya sangat lelah dengan semua itu. Tetapi apa yang tak dapat saya tahan adalah murid-murid saya. Mereka sekarang membicarakan tentang keadilan sosial, perdamaian, persamaan kemerdekaan, non-dualistik tanpa kekerasan, semuanya itu. Saya sudah cukup itu! Saya pikir itu akan lebih baik jika saya serahkan mereka semua kepada anda. Saya ingin menjadi sesuatu yang lain.
Ananda mulai merasa gemetar karena ia takut gurunya akan memutuskan untuk berperan yang satunya. Mara akan menjadi Buddha dan Buddha akan menjadi Mara. Itu membuatnya sangat sedih.
Hyang Buddha mendengarkan dengan penuh perhatian dan penuh dengan belas kasih. Akhirnya beliau berkata dengan lembut, "Apakah anda pikir menyenangkan menjadi seorang Buddha? Anda tidak tahu apa yang telah dilakukan murid-murid saya terhadapku! Mereka meletakkan kata-kata ke dalam mulut saya, yang mana tidak pernah saya katakan. Mereka membangun vihara/kuil yang berkilat-kilat dan meletakkan patung saya di atas altar-altar untuk menarik pisang dan jeruk-jeruk, dan ketan, hanya untuk diri mereka sendiri. Dan mereka membungkus saya dalam kemasan dan membuat ajaran saya ke dalam sesuatu yang komersil,Mara, jika anda mengetahui seperti apa sesungguhnya enjadi seorang Budddha, saya yakin anda tidak akan mau menjadi Buddha."
Dan setelah itu Hyang Buddha membacakan sebuah syair panjang meringkaskan percakapan itu.
Kemerdekaan
"Karena tiada pencapaian, para Bodhisattva, berkat kesempurnaan kebijaksanaan luhur, tiada ditemukan rintangan pada rintangan mereka. Ketiadaaan rintangan, mereka mengatasi rasa takut, membebaskan diri selamanya dari khayalan dan mencapai nirwana ang sempurna. Semua Buddha di masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang, berkat kebijaksanaan sempurna ini mencapai penerangan sempurna.
Rintangan-rintangan ini adalah gagasan kita dan konsep-konsep mengenai kelahiran dan kematian, kekotoran, kesucian, penambahan, pengurangan, atas, bawah, dalam, luar, Buddha, Mara, dan seterusnya. Sekali kita melihat dengan mata dan hidup berdampingan, rintangan-rintangan ini hilang dari pikiran kita dan kita mengatasi rasa takut, membebaskan diri dari khayalan selamanya dan menyadari nirwana sempura. Sekali ombak menyadari bahwa itu hanyalah air, tidak ada apa-apa tapi air, ia menyadari bahwa kelahiran dan kematian tidak dapat menyakitinya. Dia telah melebihi semua jenis rasa takut dan Nirwana sempurna adalah keadaan tanpa ketakutan. Anda bebas, anda tidak lagi sebagai subyek kelahiran dan kematian, kekotoran, dan kesucian, anda bebas dari semua itu.
Sumber: The Heart of Understanding-Commentaries on The Prajnaparamita Heart Sutra.
]
Om,,,Kalau boleh tau akhir dari cerita diatas Mara menjadi pengikut Hyang Budhha,,nga...Om..!!
BalasHapusSebutan “Mara”, didalam literatur Buddhis diartikan sebagai :
BalasHapusA). Mara sebagai dewa diceritakan tinggal di Paranimmitta-vasavatti, atau tingkat surga ke enam. (Untuk lebih lengkapnya dapat dibaca a.l. di : Samyutta Nikaya – Sagatha-vagga Bab I : 4 – Marasamyutta ; Digha Nikaya : Maha Vagga 16 - Mahaparinibanna Suta, Bab III : 21, (Delapan Macam Perhimpunan) ; Majjhima Nikaya I, Mahasihanada Sutta :12 - Attha Parisa (Delapan Kelompok)).
B). Mara juga sebagai lambang nafsu-nafsu keinginan yang menguasai manusia untuk melakukan kejahatan dan juga segala sesuatu yang menghalangi perkembangan pelaksanaan yang benar untuk mencapai kesucian (proyeksi psikologis). (Lebih lengkapnya baca di MN III : 123- Padhana Sutta)
** Di dalam buku berbahasa Thai berjudul Lokadipani tulisan Phra Dhammadhirajamahamuni, diceritakan Kisah Vasavattimaradhiraja (maharaja dari para dewa Mara)..yang pada akhir cerita disebutkan : ...
Kini, Maradhiraja yang biasa dikenal sebagai dewa Mara, masih bertinggal di sorga Paranimmitavasavatti sebagai seorang Bodhisatta yang sedang menghimpun Dasaparami. Kelak, di kappa yang akan datang, dewa Mara akan berhasil mencapai penerangan sempurna sebagai seorang Sammasambuddha. Sebagai satu-satunya Sammasambuddha di kappa tersebut.
Akan disebut Sammasambuddha Dhammasami, yang mempunyai amat banyak murid yang berhasil mencapai kesucian. Kappa dimana kini kita hidup, mempunyai paling banyak Sammasambuddha, yaitu lima orang Sammasambuddha. **
Jadi, Bila benar seperti yang ada di dalam cerita itu, maka pada suatu saat , Mara akan menjadi Buddha /Sammasambuddha.
Semoga jawaban ini dapat sedikit menghalau rasa penasaran anda dan semoga bermanfaat. :)