KOAN ZEN : 11. DIALOG PERDAGANGAN UNTUK MENGINAP
Asalkan memajukan dan memenangkan sebuah argumentasi tentang agama Buddha dengan orang-orang yang tinggal di sana, seorang bhikshu kelana boleh menginap di sebuah vihara Zen. Jika kalah, ia harus pergi dan melanjutkan perjalanan.
"Ceritakan dialog itu kepadaku," kata saudara yang tua.
Kemudian, ia melayangkan kepalan tinjunya ke wajah saya, menunjukkan bahwa ketiga-tiganya berasal dari kebijaksanaan. Demikianlah dia menang dan saya tidak berhak untuk menetap." Setelah itu, si pendatang pun pergi.
"Kemanakah rekan itu?" tanya saudara muda, berlari menjumpai saudara tuanya.
"Saya tahu anda memenangkan perdebatan tadi."
"Menang apa! Saya ingin memukulnya."
"Ceritakanlah tentang perdebatan tadi," pinta saudara tua itu.
"Mengapa, begitu melihat saya, ia mengacungkan satu jari, menghina saya dengan menyindir bahwa saya hanya mempunyai sebuah mata. Oleh karena ia adalah pendatang, saya kira saya harus bertindak sopan terhadapnya, sehingga saya mengacungkan dua jari, bersyukur baginya karena mempunyai dua mata. Kemudian, bedebah yang tidak sopan itu mengacungkan tiga jari, menyiratkan bahwa di antara kita berdua hanya ada tiga bola mata. Oleh karenanya, saya marah dan mulai meninjunya, tetapi ia berlari keluar dan perdebatan itu pun berakhir."
Penjelasan :
Orang yang bodoh sering berusaha untuk berpenampilan sebagai orang yang pintar, namun ia tidak menyadari bahwa karena sikapnya yang 'sok pintar' itulah yang akan menjerumuskannya kedalam perbuatan-perbuatan yang tercela dan merugikan orang lain maupun dirinya sendiri.
Sumber: Buku Daging Zen, Tulang Zen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar