KOAN ZEN : 12. PEMOTONG BATU
Pada jaman dahulu, di sebuah kaki gunung, hiduplah seorang pemotong batu untuk bahan bangunan yang merasa tidak puas akan kehidupan dan statusnya di dunia.
Suatu hari ia pergi ke kota dan melintasi rumah seorang saudagar kaya raya.
"Betapa enaknya jadi orang berpunya, tinggal di rumah megah, berpengaruh dan tiada kurang suatu apa!", bathinnya. Ia merasa iri dan berharap bisa seperti saudagar itu.
Alangkah kagetnya ia, entah kenapa tiba-tiba saja ia menjadi seorang saudagar hartawan, menikmati segala kemewahan, memiliki kekuasaan, serta diirikan oleh orang yang hidupnya kurang sejahtera.
Suatu hari orang pejabat tinggi negeri yang ditandu dalam sebuah joli mewah melewati rumahnya diiringi oleh para prajurit. Setiap orang di sepanjang jalan bagaimanapun status ekonominya harus berhenti, minggir ke tepi jalan, dan membungkuk menghormat kepadanya.
"Betapa berkuasanya dia," pikirnya, "Aku ingin menjadi pejabat tinggi negara! "
Terjadilah! Seketika ia menjadi seorang pejabat tinggi negara yang berkuasa, ditandu kemana -mana di atas joli diiringi oleh sepasukan prajurit, dihormati sekaligus ditakuti rakyat.
Suatu hari di musim panas, ketika melakukan inspeksi keliling, sengat matahari telah membuatnya tidak merasa nyaman dan gerah. Disibakkannya tirai joli, sambil memandang matahari yang tampak gagah di langit, ia berkata, "Betapa hebatnya matahari, andai aku bisa jadi matahari".
Lalu ia menjadi matahari, bersinar sepanjang masa, menyengat segala sesuatu dan setiap orang dengan teriknya, serta diumpat kala musim panas oleh petani yang bekerja di ladang.
Tetapi sekali waktu segumpal awan hitam menghalanginya sehingga sinarnya tidak dapat mencapai bumi. "Betapa hebat awan hitam badai ini," pikirnya, "Aku berharap ingin jadi awan badai."
Ia kemudian menjadi awan hitam, berarak kian kemari dari suatu tempat ke tempat lain dan dibenci oleh setiap orang. Namun suatu hari sebuah kekuatan besar telah membuatnya buyar. Angin. "Betapa kuatnya ia," bathinnya, "Semoga aku bisa jadi angin!"
Seketika ia berubah menjadi angin, yang bisa mengangkat atap-atap rumah, mencerabut pohon-pohon dari akarnya, serta menimbulkan ombak besar yang meneggelamkan perahu-perahu di lautan. Ditakuti oleh apapun yang ada di bawahnya. Tapi suatu hari, sesuatu yang besar dan kuat mampu menghalangi kekuatannya betapapun kuat ia meniupnya. Sebuah batu karang yang membukit. "Betapa kuatnya ia,"serunya," betapa ingin aku menjadi karang."
Ia kemudian berubah menjadi batu karang yang kuat. Tak bergeming dari tempatnya dari jaman ke jaman. Akan tetapi suatu hari, ia merasa ada sesuatu yang berubah pada dirinya, sebuah palu godam besar yang secara berirama dihantamkan pada sebuah pahat perlahan lahan telah melobangi permukannya yang keras, dan akhirnya memotong-motongnya bagian demi bagian.
"Siapakah yang lebih kuat dari aku sang karang?" herannya.
Ia menengok jauh ke bawah dan melihat seorang pemotong batu.
Penjelasan :
Seseorang seharusnya mensyukuri apa yang telah dimilikinya saat ini, membanding-bandingkan orang lain dengan dirinya sendiri hanyalah menimbulkan ke-iri-hatian yang dapat menimbulkan ketamakan, kekotoran batin dan penderitaan yang panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar