Kekuatan Mukjizat
Jika orang jahat dapat menjadi suci dan agamis,
inilah yang disebut mukjizat sejati.
Di
semua agama kita mendengar tentang mukjizat yang dilakukan, baik oleh sang
pendiri agama maupun oleh murid-muridnya. Dalam hal Sang Buddha, mukjizat
terjadi dari hari kelahiran-Nya sampai wafat-Nya menuju Nibanna. Banyak kekuatan batin Buddha dicapai melalui latihan-Nya
yang lama dan kuat dalam meditasi. Sang Buddha bermeditasi dan melalui semua tingkat
tertinggi penyadaran yang mencapai puncaknya dalam kemurnian dan kebijaksanaan.
Pencapaian melalui meditasi semacam itu dianggap tidak ajaib, tetapi berada
dalam jangkauan kemampuan petapa yang terlatih.
Saat
bermeditasi pada malam Pencerahan-Nya, dalam pikiran Sang Buddha timbullah
suatu pandangan terang tentang kelahiran-Nya yang sebelumnya, banyak kehidupan
dengan rincinya. Ia ingat kelahiran yang sebelum-Nya dan bagaimana ia telah
menggunakan kelahiran ini untuk mencapai pencerahan-Nya. Kemudian Sang Buddha
mengalami penglihatan kedua yang lebih lebar dimana Ia melihat seluruh alam semesta
sebagai suatu sistem kamma dan kelahiran
kembali. Ia melihat alam semesta terdiri dari makhluk-makhluk yang mulia dan
jahat, bahagia dan tidak bahagia. Ia melihat mereka semua terus-menerus
“berlalu sesuai dengan perbuatan baik dan buruknya”, meninggalkan suatu bentuk
eksistensi dan mengambil bentuk lainnya. Akhirnya, Ia memahami sifat penderitaan,
penghentian penderitaan dan jalan menuju penghentian penderitaan. Kemudian penglihatan
ketiga muncul dalam diri Sang Buddha. Ia menyadari bahwa Ia sepenuhnya terbebas
dari segala ikatan, baik manusiawi maupun ilahi. Ia menyadari bahwa Ia telah
melakukan apa yang harus dilakukan. Ia menyadari bahwa tidak akan ada lagi
kelahiran kembali bagi-Nya karena Ia telah memadamkan segala nafsu, Ia kini
hidup dengan tubuh-Nya yang terakhir. Pengetahuan ini menghancurkan semua
ketaktahuan, kegelapan, dan bangkitlah terang dalam diri-Nya. Demikianlah
kekuatan batin dan kebijaksanaan yang muncul dalam diri Sang Buddha saat Ia
duduk bermeditasi dibawah pohon Bodhi.
Sang
Buddha memiliki kelahiran alamiah; Ia hidup secara normal. Tetapi Ia adalah
orang yang luar biasa, ditinjau dari Pencerahan-Nya. Mereka yang belum belajar
untuk menghargai kebijaksanaan tertinggi-Nya mencoba menjelaskan kebesaran-Nya
dengan mengintip kedalam hidup-Nya dan mencari-cari mukjizat. Bagaimanapun,
Pencerahan tertinggi Sang Buddha sudah lebih dari cukup bagi kita untuk
memahami kebesaran-Nya. Tidak perlu untuk menunjukkan kebesaran-Nya dengan
memamerkan kekuatan ajaib apapun. Mukjizat hampir tidak tak ada hubungannya
dengan melihat sesuatu sebagaimana adanya.
Sang
Buddha mengetahui kekuatan yang dapat dikembangkan melalui pelatihan pikiran
manusia. Ia juga tahu bahwa murid-murid-Nya dapat memiliki kekuatan semacam itu
melalui pengembangan batin. Jadi Sang Buddha menasihati mereka agar jangan
melatih kekuatan batin semacam itu untuk mempengaruhi orang yang kurang pandai.
Apa yang ia maksud adalah tentang mukjizat berjalan diatas air, mengusir roh
jahat, membangkitkan orang mati dan melakukan praktik-praktik paranormal. Juga
mengenai “ramalan gaib” seperti membaca pikiran, meramal nasib dan sebagainya.
Ketika orang percaya, yang kurang berpendidikan melihat kinerja kekuatan
semacam itu, kepercayaan mereka menjadi semakin dalam. Banyak orang tertarik
pada suatu agama karena kekuatan-kekuatan semacam ini mempengaruhi iman, bukan
karena mereka menyadari kebenaran, tetapi karena mereka terhalusinasi. Selain
itu, sebagian orang mungkin menilai bahwa keajaiban ini disebabkan oleh
kharisma atau muslihat tertentu. Untuk menarik orang agar mendengarkan Dhamma, Buddha melakukan pendekatan
nalar.
Cerita berikut ini
menggambarkan sikap Sang Buddha terhadap kekuatan ajaib. Suatu hari Sang Buddha
bertemu dengan seorang petapa yang sedang duduk ditepi sungai. Petapa ini telah
berlatih kesaktian selama 25 tahun. Sang Buddha bertanya apa yang telah ia
hasilkan dari upayanya itu. Petapa itu dengan bangganya menjawab bahwa
sekarang, akhirnya, ia sanggup menyeberangi sungai dengan berjalan diatas air. Sang
Buddha menunjukkan bahwa pencapaian ini tidak sepadan dibanding perjuangan
sekian tahun, karena siapapun bisa menyeberangi sungai cukup hanya dengan
membayar sekeping uang!
Dalam
agama tertentu, kinerja mukjizat seseorang dapat membantunya untuk diakui
sebagai orang suci. Tetapi dalam Ajaran Buddha, mukjizat dapat menjadi suatu
hambatan bagi seseorang untuk merealisasikan kesucian, yang merupakan
pencapaian pribadi secara bertahap untuk membasmi cemaran dalam batin. Setiap
orang harus bekerja untuk kesuciannya melalui permurnian diri dan tidak ada
orang lain yang dapat membuat seseorang menjadi suci.
Sang
Buddha berkata bahwa seseorang dapat memperoleh kekuatan ajaib tanpa mengembangkan
kekuatan spiritual. Ia mengajarkan bahwa jika kita mula-mula memperoleh
kekuatan spiritual, maka kita secara otomatis mendapatkan kekuatan ajaib juga.
Tetapi jika kita mengembangkan kekuatan ajaib tanpa pengembangan spiritual,
maka kita ada dalam bahaya. Kita bisa menyalahgunakan kekuatan ini untuk keuntungan
duniawi (Pataligama-Udana). Banyak
orang yang telah menyimpang dari jalan yang benar dengan menggunakan kekuatan
ajaibnya tanpa memiliki pengembangan spiritual apapun. Banyak orang yang
seharusnya telah menguasai kekuatan ajaib mengalah pada kesia-siaan perolehan
duniawi. Lebih buruk lagi, orang dengan kekuatan gaib namun tanpa pengembangan
spiritual dapat berpikir bahwa mereka memiliki kekuatan ilahi.
Banyak
hal yang dianggap keajaiban yang diperbincangkan orang merupakan imajinasi dan
halusinasi semata yang diciptakan oleh pikiran mereka sendiri karena kurangnya
pemahaman akan segala sesuatu sebagaimana adanya. Semua keajaiban ini tetap
merupakan keajaiban selama orang tidak mengetahui apakah kekuatan ini
sebenarnya.
Sang
Buddha juga dengan tegas melarang murid-murid-Nya menggunakan keajaiban untuk
membuktikan kehebatan ajaran-Nya. Pada suatu peristiwa Ia berkata bahwa
penggunaan keajaiban untuk membujuk orang lain masuk agama lain adalah seperti
menggunakan gadis-gadis penari untuk menggoda orang agar melakukan sesuatu.
Siapapun dengan latihan mental yang tepat dapat melakukan keajaiban karena hal
ini hanyalah merupakan ekspresi superioritas mental atas materi.
Menurut
Sang Buddha, penyadaran kebenaran
adalah mukjizat yang sebenarnya. Ketika seorang pembunuh, pencuri, teroris,
pemabuk atau pelacur disadarkan bahwa apa yang telah ia lakukan adalah salah
dan meninggalkan jalan hidupnya yang buruk, amoral dan membahayakan, perubahan
ini dapat dianggap sebagai suatu mukjizat. Perubahan menjadi lebih baik yang
timcul dari pemahaman hukum Universal Dhamma
merupakan mukjizat tertinggi yang dapat dilakukan oleh orang.
Sumber : “Keyakinan Umat Buddha “- Dr. Kirinde Sri
Dhammananda Nayaka Mahathera
-oOo-
Justru mujizat adalah karunia TUHAN kepada seseorang, yang mengemban tugas/amanat dari 'sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak' untuk menyampaikan kehendakNya kepada seseorang agar seseorang tersebut yakin bahwa hal yang disampaikan benar-benar berasal dari Sang Penciptnya.
BalasHapus