BUDDHA
DHAMMA atau AGAMA BUDDHA
Buddha Dhamma diterjemahkan sebagai Agama Buddha,
sesungguhnya terjemahan ini kurang lengkap, karena kata Buddha Dhamma mempunyai
arti yang luas, meliputi Agama, Filsafat hidup, Ilmu Jiwa dan Metafisika. Maka
itu sebaiknya dalam lingkungan umat Buddha dipakainya kata Buddha Dhamma. Sifat
yang khas Buddha Dhamma, ialah bukan agama kepercayaan, melainkan agama
pemikiran dan Meditasi. Kebenarannya harus ditembus dan dibuktikan untuk diri
sendiri melalui latihan Sila, Samadhi dan Panna. Dengan menjalankan Sila dan
Samadhi sekaligus akan diperoleh Panna. Tujuan akhir Agama Buddha yaitu
Nibbana/Nirvana, dan dicapainya semasa hidup, bukan setelah meninggal.
Agama Realistis
Agama Buddha memperlihatkan fakta-fakta dalam bentuk
sewajarnya, maka itu tidak dapat disebut pesimis, juga tidak optimis, tetapi
realistis. Karena fakta-fakta dibahas tanpa embel dan merk.
Contohnya :
Lantai yang kita injak disebut “Tegel”, dimana kita telah
menggunakan suatu sebutan yang menyelubungi fakta yang sebenarnya. Karena dari
kata tegel, kita tidak dapat mengetahui isinya. Jika kita menyebutnya tegel
bagus atau tegel buruk, artinya kita sudah memakai merek :bagus atau buruk”.
Hal ini lebih lagi menutupi keadaan yang sewajarnya. Bentuk sewajarnya ialah :
Pasir dan semen !. Dengan cara ini fakta-fakta kehidupan dianalisir dalam agama
Buddha. Manusia/makhluk disebut Batin dan Lahir.
Anti Takhayul dan Fanatisme
Didalam agama Buddha, ketakhayulan dipandang sebagai suatu
belenggu yang harus dipatahkan. Sebagai seorang umat Buddha tidak percaya,
bahwa dengan upacara-upacara agama dapat menghasilkan kesucian dan mencapai
pembebasan mutlak. Adapun umat Buddha bernamaskara di hadapan altar bukanlah
untuk menyembah atau memuja patung Buddha, melainkan untuk menghormati Kesucian
dan keagungantama sebagai Guru jagad. Patung Buddha hanya merupakan suatu
lambang, yaitu lambang kesucian dan keagungan Sang Guru jagad Buddha Gotama.
Jadi bernamaskara dihadapan altar, berarti menghormati
kesucian Buddha Gotama. Tidak lebih seperti seorang warganegara
menghormati bendera nasionalnya. Bukan secarik kain yang dihormati, tetapi
sebagai lambang kebesaran bangsa dan negaranya.
Praktek-praktek takhayul tidak dibenarkan dalam ajaran
Buddha Gotama, seperti terdapat sebuah sabda dalam Suttanipata 360 berbunyi :
“ Barang siapa telah mematahkan
kepercayaan akan upacara-upacara, alamat-alamatan, umpanya : kejadian yang
jaran seperti bintang-bintang jatuh, impian-impian dan tanda-tanda, siswa
itulah yang telah menyingkirkan upacara-upacara tidak baik, dan siswa itu akan
menuntut kehidupan suci.”
Didalam kitab
Visuddhi Magga XIV : 480 dipaparkan, bahwa perenungan terhadap tidak adanya
aku/diri (anatta supassana) akan mematahkan fanatisme kepercayaan. Fanatisme
merupakan salah satu belenggu yang merintangi kesucian, maka agama Buddha
bersikap sangat toleransi terhadap semua agama yang ada.
Referensi :
Dari buku :
Kebahagiaan dalam Dhamma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar