KISAH SIRIMA
Dhammapada XI: 147
Saat itu di Rajagaha tinggal seorang pelacur yang
sangat cantik bernama Sirima. Setiap hari Sirima berdana makanan kepada delapan
bhikkhu. Suatu ketika, salah seorang dari bhikkhu-bhikkhu itu mengatakan kepada
bhikkhu lain betapa cantiknya Sirima dan setiap hari ia mempersembahkan dana
makanan kepada para bhikkhu.
Mendengar hal ini, seorang bhikkhu muda langsung jatuh
cinta pada Sirima meskipun belum pernah melihat Sirima. Hari berikutnya bhikkhu
muda itu bersama dengan para bhikkhu yang lain pergi ke rumah Sirima untuk
menerima dana makanan, pada hari itu Sirima sedang sakit. Tetapi karena Sirima
ingin berdana makanan maka ia menerima kehadiran para bhikkhu.
Begitu bhikkhu muda tersebut melihat Sirima lalu
bhikkhu muda berpikir, "Meskipun ia sedang sakit, ia sangat cantik!"
Bhikkhu muda tersebut memiliki hawa nafsu yang kuat
terhadapnya.
Larut malam itu, Sirima meninggal dunia. Raja
Bimbisara pergi menghadap Sang Buddha dan memberitahukan bahwa Sirima, saudara
perempuan Jivaka, telah meninggal dunia. Sang Buddha menyuruh Raja Bimbisara
membawa jenazah Sirima ke kuburan dan menyimpannya di sana selama 3 hari tanpa
dikubur, tetapi hendaknya dilindungi dari burung gagak dan burung hering.
Raja melakukan perintah Sang Buddha. Pada hari keempat
jenazah Sirima yang cantik sudah tidak lagi cantik dan menarik. Jenazah itu
mulai membengkak dan mengeluarkan cairan dari enam lubang.
Hari itu Sang Buddha bersama para bhikkhu pergi ke
kuburan untuk melihat jenazah Sirima. Raja Bimbisara dan pengawal kerajaan juga
pergi ke kuburan untuk melihat jenazah Sirima.
Bhikkhu muda yang telah tergila-gila kepada Sirima
tidak mengetahui bahwa Sirima telah meninggal dunia. Ketika ia mengetahui
perihal itu dari Sang Buddha dan para bhikkhu yang pergi melihat jenazah
Sirima, maka ia pun turut serta bersama mereka. Setelah mereka tiba di makam,
Sang Buddha, para bhikkhu, raja, dan pengawalnya mengelilingi jenazah Sirima.
Kemudian Sang Buddha meminta kepada Raja Bimbisara
untuk mengumumkan kepada penduduk yang hadir, siapa yang menginginkan tubuh
Sirima satu malam boleh membayar 1.000 tail, akan tetapi tak seorang pun yang
bersedia mengambilnya dengan membayar seharga 1.000 tail, atau 500, atau 250,
ataupun cuma-cuma.
Kemudian Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu,
lihat Sirima! Ketika ia masih hidup, banyak sekali orang yang ingin membayar
seribu tail untuk menghabiskan satu malam bersamanya, tetapi sekarang tak
seorangpun yang ingin memgambil tubuhnya walaupun dengan cuma-cuma. Tubuh
manusia sesungguhnya subjek dari kelapukan dan kehancuran".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
147 berikut:
Pandanglah tubuh yang indah ini,
penuh luka, terdiri dari rangkaian
tulang,
berpenyakit serta memerlukan banyak
perawatan.
Ia tidak kekal serta tidak tetap
keadaannya.
Bhikkhu muda itu mencapai tingkat kesucian sotapatti
setelah khotbah Dhamma berakhir.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar