UMAT BUDDHA TIDAK BERDOA ATAU SEMBAHYANG
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
menyebutkan bahwa (petikan):
Doa : Permohonan (harapan, permintaan, pujian)
kepada Tuhan;
Berdoa : mengucapkan (memanjatkan) doa kepada Tuhan
Sembahyang :
Permohonan (doa) kepada Tuhan;
Bersembahyang
: 1). Berdoa (memohon) kepada
Tuhan. 2). Upacara selamatan untuk menghormati (memuliakan) para leluhur dsb
Puja : Upacara penghormatan kepada dewa-dewa
(berhala dsb);
Bakti : Tunduk dan hormat; perbuatan yang
menyatakan setia (kasih, hormat, tunduk).
Asal muasal istilah puja yang sekarang
dipakai kalangan Buddhist adalah bahasa pali, puja, [seperti kalimat : puja ca pujaniyanam, di manggala sutta], yang
artinya:
-
Menurut Kamus concise pali-english, Ven. Buddhadattha : veneration; homage; devotional offering.
-
Menurut Kamus pali-indonesia, Panjika : pemujaan, penghormatan, sembahyang,
persembahan, perhatian, perlindungan.
UMAT BUDDHA TIDAK BERDOA ATAU
SEMBAHYANG
Banyak orang sering
menyebutkan secara keliru bahwa umat Buddha melakukan sembahyang di vihara.
Untuk itu, sebaiknya harus dimengerti terlebih dahulu istilah ‘sembahyang’ yang
sebenarnya terdiri dari dua suku kata yaitu ‘sembah’ berarti menghormat dan
‘hyang’ yaitu dewa. Dengan demikian, ‘sembahyang’ berarti menghormat, menyembah
para dewa. Apabila ‘sembahyang’ diartikan seperti
itu, maka umat Buddha sesungguhnya tidak melakukan sembahyang.
Umat
Buddha bukanlah umat yang menghormat maupun menyembah para dewa.
Umat Buddha mengakui
keberadaan para dewa dewi di surga, namun umat tidak sembahyang kepada mereka.
Umat Buddha juga tidak ‘berdoa’ karena istilah ini mempunyai pengertian ada
permintaan yang disebutkan ketika seseorang sedang berdoa. Umat Buddha tentu
saja tidak pernah meminta kepada arca Sang Buddha maupun kepada fihak lain.
Keterangan
ini jelas menegaskan bahwa umat Buddha bukanlah penyembah berhala karena memang
tidak pernah meminta-minta apapun juga kepada arca Sang Buddha, arca yang lain
ataupun kepada ‘kekuatan’ di luar manusia lainnya.
Daripada disebut
‘sembahyang’ maupun ‘doa’, umat Buddha lebih sesuai
dinyatakan sedang melakukan ‘Puja Bakti’.Istilah puja bakti ini terdiri
dari kata ‘puja’ yang bermakna menghormat dan ‘bakti’ yang lebih diartikan
sebagai melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam melakukan puja
bakti, umat Buddha melaksanakan tradisi yang telah berlangsung sejak jaman Sang
Buddha masih hidup yaitu umat datang, masuk ke ruang penghormatan dengan
tenang, melakukan namakara atau bersujud yang bertujuan untuk menghormat kepada
lambang Sang Buddha, jadi bukan menyembah patung atau berhala.
Kebiasaan
bersujud ini dilakukan karena Sang Buddha berasal dari India. Sudah menjadi tradisi sejak jaman dahulu di
berbagai negara timur termasuk India bahwa ketika seseorang bertemu dengan
mereka yang dihormati, maka ia akan melakukan sujud yaitu menempelkan dahi ke
lantai sebagai tanda menghormati mereka yang layak dihormati dan menunjukkan
upaya untuk mengurangi keakuan sendiri.
Karena
bersujud di depan altar ataupun arca Sang Buddha hanyalah bagian dari tradisi,
maka para umat dan simpatisan boleh saja tidak melakukannya apabila batinnya
tidak berkenan untuk melakukan tindakan itu. Tidak masalah, karena sebentuk arca tidak mungkin menuntut dan memaksa
seseorang yang berada di depannya untuk bersujud. Namun, dengan mampu bersujud,
maka seseorang akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk berbuat baik dengan
badannya. Ia belajar bersikap rendah hati.
Setelah memasuki
ruangan dan bersujud, umat Buddha dapat duduk bersila di tempat yang telah
disediakan. Umat kemudian secara sendiri atau bersama-sama dengan umat yang ada
dalam ruangan tersebut membaca paritta yaitu mengulang kotbah Sang Buddha.
Diharapkan dengan pengulangan kotbah Sang Buddha, umat mempunyai kesempatan
untuk merenungkan isi uraian Dhamma Sang Buddha serta berusaha melaksanakannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, semakin lama seseorang mengenal
Dhamma, semakin banyak ia melakukan puja bakti, semakin banyak kotbah Sang
Buddha yang diulang, maka sudah seharusnya ia semakin baik pula dalam tindakan,
ucapan maupun pola pikirnya.
Salah
satu contoh yang paling mudah ditemukan adalah kebiasaan umat membaca
Karaniyametta Sutta di vihara.
Sutta atau kotbah Sang Buddha ini berisikan cara memancarkan pikiran penuh
cinta kasih kepada semua mahluk di setiap waktu, ketika seseorang sedang
berdiri, berjalan, berbaring, berdiam selagi ia tidak tidur. Diharapkan, dengan
sering membaca sutta tersebut seseorang akan selalu berusaha memancarkan
pikiran cinta kasih kepada lingkungannya. Ia hendaknya menjadi orang yang lebih
sabar dari sebelumnya. Disebutkan pula dalam salah satu bait sutta tersebut
bahwa jangan karena marah dan benci mengharapkan orang lain celaka. Pengertian
baris cinta kasih ini sungguh sangat mendalam dan layak dilaksanakan. Dengan mampu
melaksanakan satu baris ini saja dalam kehidupan, maka batin seseorang akan
menjadi lebih tenang dan bahagia walaupun berjumpa dengan kondisi yang tidak
sesuai keinginannya. Ia akan menjadi orang yang mampu mengendalikan dirinya.
Dengan demikian, setiap kali ia hadir dan berkumpul maka ia akan selalu membawa
kebahagiaan untuk lingkungannya.
Itulah
makna sesungguhnya dari pengertian ‘Puja Bakti’ yaitu menghormat dan
melaksanakan Ajaran Sang Buddha.
Sekali lagi, umat Buddha tidak berdoa, juga tidak sembahyang. Namun, sebagai
manusia biasa, adalah wajar apabila umat Buddha mempunyai keinginan atau
permintaan, misalnya ingin banyak rejeki, ingin kaya dsb. Jika demikian,
bagaimanakah yang dilakukan oleh umat Buddha agar keinginan atau harapan yang
ia miliki tersebut dapat tercapai?
Untuk
mencapai keinginan yang dimiliki, secara tradisi umat Buddha disarankan untuk
melakukan kebajikan terlebih dahulu dengan badan, ucapan dan juga pikiran.
Setelah berbuat kebaikan, ia dapat mengarahkan kebajikan yang telah dilakukan
tersebut agar memberikan kebahagiaan seperti yang diharapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar