ASAL USUL PAPAN NAMA SEMBAHYANG LELUHUR
Dahulu
kala, disebuah desa kecil di negeri cina hiduplah seorang ibu tua bersama
seorang anak laki-lakinya. Sehari-harinya si anak bekerja disawah mereka yang
tak begitu luas. Saat menjelang siang setiap harinya sang ibu mangantar makan
siang untuk anaknya. Namun malang, jika sang ibu terlambat mangantar makanan
anaknya maka si anak akan memarahinya dan tak segan untuk memukul ibunya.
Suatu
hari, matahari begitu terik menyinari bumi. Karena kelelahan si anak
beristirahat dibawah pohon. Sambil mengipasi dirinya, ia mengamatin sekitarnya.
Pandangannya tertuju pada anak-anak kambing yang sedang menyusu kepada induknya
dengan posisi sujud. Si anak tertegun.
‘Wah
kambing saja begitu menghormati induknya, bahkan saat menyusui saja harus sujud
dihadapan induknya, sedangkan aku, aku bahkan memukuli ibu bila terlambat
mengantar makananku, sungguh tak berguna aku’.
Dalam
hati si anak bertekad untuk selanjutnya akan menghormati ibunya dan tidak akan
memarahi ibunya apalagi memukul ibunya lagi. Dari kejauhan tampak sang ibu
sedang berjalan menuju tempat anaknya. Sang ibu terlihat begitu kelelahan
dibawah terik matahari siang itu.
Melihat
ibunya dari kejauhan, si anak tak sabar lagi sambil berlari menyusul ibunya ia
berteriak memanggil.
”ibu…..ibu...…ibu…....!”
”ibu...…ibu…..ibu…....!”
Bukan
kepalang kaget sang ibu melihat anaknya berlari kearahnya sambil berteriak-teriak.
’Ya..Tuhan,
salah apalagi aku hari ini hingga anakku begitu marah padaku ia pasti akan
memukuliku’. Pikir sang ibu dengan sangat sedih. ‘Hari ini aku tidak akan
membiarkan dia memukulku lagi’.
Sang
ibu pun berbalik dan berlari menghindari anaknya sementara si anak terus
mengejar. Si anak semakin mendekat dan sang ibu pun berlari sangat kencang
sekuat tenaga. Hingga akhirnya, sampailah sang ibu dibibir sungai
Sungai
tersebut tidak terlalu dalam namun airnya tidak pernah kering. Tanpa pikir
panjang, sang ibu pun melompat kedalam sungai tersebut karena melihat anaknya
sudah hampir mendekati dirinya.
Bukan
main kaget si anak melihat ibunya manceburkan diri ke dalam sungai. Ia menunggu
dan berharap agar ibunya muncul ke permukaan sungai. Namun, ibunya tak kunjung
muncul juga. Ia pun menangis dan meratap dipinggir sungai dengan sangat sedih.
Beberapa saat kemudian ia melihat sekeping papan mengapung dipermukaan sungai.
Ia langsung mengambil papan tersebut untuk kemudian ia bawa pulang dan dalam
hatinya ia berpikir ‘sepotong kayu ini adalah pengganti ibu dan kini ibu telah
tiada’.
Setiap
hari si anak bersujud dan berdoa untuk ibunya melalui sepotong papan tersebut.
Kadang-kala
ia juga menyajikan makanan kesukaan ibunya didepan papan tersebut, walaupun
setiap kali makanan tersebut masih tetap ada tak bergerak sedikit pun.
Hingga
suatu hari si anak menikah, ia pun selalu berpesan kepada isterinya untuk
selalu menghormati dan melakukan seperti apa yang ia lakukan terhadap papan
tersebut. Lama-kelamaan si isteri bosan karena tiap hari selalu menyembah papan
tersebut. Maka lalailah ia menjalankan kewajibannya. Tak jarang si isteri pun
tidak menyembah papan tersebut hingga si suami mendapati potongan papan
tersebut mengeluarkan darah. Si suami pun memarahi isterinya dan menjelaskan
bahwa papan tersebut merupakan symbol dari ibunya. Dengan demikian, mengertilah
si isteri dan ia tak pernah lagi lalai melaksanakan kewajibannya dan papan
tersebut tidak lagi mengeluarkan darah.
Kisah
diatas merupakan asal-usul orang Tionghoa menghormati leluhur dengan memasang
kayu nisan pada kuburan leluhurnya. Konon katanya papan tersebut diukir nama
leluhur beserta tanggal meninggal dan dibubuhi cat merah pada nama leluhur yang
meninggal, sedangkan cat hijau untuk nama keluarga lain seperti isteri atau
suami..
Di
negara China masyarakat banyak yang tidak percaya Tuhan, Mereka sangat percaya
hukum sebab akibat, dimana jika kita berbuat baik, kebaikanlah yang kita dapat,
jika kita berbuat jahat, maka kejahatan pula upah yang kita terima. Hormat pada
leluhur itulah akar dari semua berkat kehidupannya.
Sumber : Internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar