TRADISI
PEMBAKARAN KERTAS
Pembakaran kertas sendiri bermula dari
daratan Tiongkok dan tidak ada hubungannya dengan Buddhisme. Tradisi ini
bermula dari rasa kekhawatiran masyarakat Tiongkok akan familinya yang
meninggal. Bahkan tradisi ini merupakan bentuk pengalihan dari tradisi
sebelumnya yaitu membakar hal-hal yang sebenarnya seperti baju famili yang
meninggal sampai pada membakar seorang prajurit sebagai penjaga Kaisar yang
meninggal. Karena tradisi ini dilihat terlalu kejam dan memakan biaya yang
besar, maka digunakan kertas yang menyerupai benda aslinya.
Dan akhirnya tradisi ini merambat pada umat
Buddha di Tiongkok. Dari rasa kekhawatiran masyarakat Tiongkok akan familinya
yang meninggal, tradisi ini dialih fungsikan sebagai persembahan kepada para
Buddha dan bodhisatva. Meskipun dialih fungsikan ternyata tradisi ini intinya
adalah pemujaan terhadap PRIBADI bukan sifat kebuddhaan. Beberapa umat Buddha
tradisional bahkan masih menganggap dengan melakukan tradisi ini akan
mendapatkan balasan secara langsung dari para Buddha maupun bodhisatva, bahkan
mengharapkan balasan yang lebih banyak/besar jumlahnya dari yang ia bakar.
ANDAIKATA para Buddha yang sudah parinirvana
itu bisa menerima kertas yang dibakar, pertanyaannya : “Untuk apa uang kertas
itu bagi para Buddha? Jika suatu bentuk persembahan, bakti mengapa tidak berbentuk
buah saja sehingga para Buddha bisa langsung memakannya?”.
Mengikuti tradisi setempat tidaklah dilarang
dalam Buddhisme selama tidak bersifat negatif. Dan sebagai umat Buddha kita
harus mengetahui dan meluruskan bahwa TRADISI INI BUKAN AJARAN BUDDHISME.
Sehingga di masa depan generasi kita tidak dibingungkan oleh tradisi yang
dianggap sebagai ajaran Buddhisme.
Sumber
: Internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar