KISAH TIGA PUTRI MARA
Dhammapada XIV: 179-180
Brahmana Magandiya dan istrinya tinggal di kerajaan
Kuru bersama dengan Magandiya, putri mereka yang amat cantik. Begitu cantiknya
putrinya itu sehingga ayahnya dengan keras menolak semua pelamarnya. Suatu
hari, pagi-pagi sekali ketika Sang Buddha meninjau sekeliling dunia, Beliau
mengetahui bahwa sudah saatnya bagi Brahmana Magandiya dan istrinya untuk
mencapai tingkat kesucian anagami. Sambil membawa mangkuk dan jubah-Nya, Sang
Buddha berangkat ke tempat dimana sang brahmana biasanya melakukan pengorbanan
dengan api.
Begitu melihat Sng Buddha, sang brahmana dengan
seketika memutuskan bahwa Sang Buddha adalah orang yang layak menjadi suami
putrinya. Ia meminta Sang Buddha untuk menunggu di sana dan dengan terburu-buru
ia pergi menjemput istri dan putrinya.
Sang Buddha meninggalkan jejak kaki-Nya dan pergi ke
tempat lain, yang berada di dekat-Nya. Ketika sang brahmana dan keluarga tiba,
mereka hanya menemukan jejak kaki. Melihat jejak kaki Sang Buddha, istri
brahmana berkata bahwa itu adalah jejak kaki dari seseorang yang telah terbebas
dari keinginan-keinginan hawa nafsu. Kemudian, sang brahmana melihat Sang
Buddha dan menawarkan putrinya untuk dinikahi oleh Sang Buddha.
Sang Buddha tidak menerima ataupun tidak menolak
penawaran itu, tetapi pertama kali Beliau menceritakan kepada sang brahmana
bagaimana putri-putri Mara menggoda-Nya pada saat Beliau baru saja mencapai
ke-Buddha-an. Kepada putri-putri Mara yang cantik, Tanha, Arati dan Raga, Sang
Buddha berkata, "Tidak ada gunanya menggoda seseorang yang telah terbebas
dari keinginan, kemelekatan dan nafsu, karena ia tidak lagi dapat terpikat oleh
godaan apapun juga".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
179 dan 180 berikut ini:
Beliau yang kemenangannya tak dapat
dikalahkan lagi,
yang nafsunya telah diatasi dan tidak
mengikutinya lagi,
Sang Buddha yang tiada bandingnya,
yang tanpa jejak nafsu,
dengan cara apa akan kau goda Beliau?
(179)
Beliau yang tak terjerat dan tak terlibat
nafsu keinginan
yang menyebabkan kelahiran,
Sang Buddha yang tiada bandingnya,
yang tanpa jejak nafsu,
dengan cara apa akan kau goda Beliau?
(180)
Kemudian, Sang Buddha melanjutkan, "Brahmana
Magandiya, walaupun saya melihat putri-putri Mara yang tiada bandingnya, saya
tidak merasakan hawa nafsu dalam diri saya. Lagipula, apakah tubuh putrimu ini?
Hanya penuh dengan air kencing dan kotoran; Saya tidak ingin menyentuhnya
walaupun dengan kaki Saya!"
Begitu mendengar kata-kata Sang Buddha tersebut,
mereka berdua, sang brahmana dan istrinya, mencapai tingkat kesucian anagami.
Kemudian, mereka bergabung dengan bhikkhu yang lainnya dan akhirnya mereka
berdua mencapai tingkat kesucian arahat.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar