KISAH SAKKA
Dhammapada XV: 206-207-208
Kira-kira sepuluh bulan sebelum Sang Buddha
merealisasi kebebasan akhir (parinibbana), Beliau melaksanakan masa vassa di
Veluvala, sebuah desa dekat Vesali. Ketika bertempat tinggal di sana, Beliau
mengalami sakit disentri. Ketika Dewa Sakka mengetahui Sang Buddha sakit, dia
datang ke Desa Veluvala untuk merawat Sang Buddha selama sakit. Sang Buddha
berkata kepadanya agar jangan mengkhawatirkan perihal kesehatan Beliau karena
terdapat banyak bhikkhu di dekat Beliau. Tetapi Sakka tidak mendengarkan-Nya
dan tetap merawat Sang Buddha hingga sembuh.
Para bhikkhu terkesan dan kagum mengetahui Sakka
sendiri yang merawat Sang Buddha.
Ketika Sang Buddha mendengar kata-kata para bhikkhu,
Beliau berkata, "Para bhikkhu! Tidaklah mengagetkan perihal cinta kasih
dan bakti Sakka kepada Saya. Pernah, ketika Sakka yang dulu bertambah tua dan
akan meninggal dunia, dia datang menjumpai Saya. Kemudian Saya menjelaskan
Dhamma kepadanya. Saat mendengarkan Dhamma dia mencapai tingkat kesucian
sotapatti; kemudian dia meninggal dunia dan lahir kembali sebagai Sakka yang
sekarang. Semua yang terjadi kepadanya adalah sederhana karena dia mendengarkan
Dhamma yang telah Saya jelaskan. Sesungguhnya para bhikkhu, adalah baik bertemu
dengan orang suci (ariya); adalah berbahagia dapat tinggal bersma mereka;
tinggal bersama orang bodoh sesungguhnya menderita".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
206, 207, dan 208 berikut ini:
Bertemu dengan para ariya adalah baik,
tinggal bersama mereka merupakan suatu
kebahagiaan,
orang akan selalu berbahagia bila tak
menjumpai orang bodoh.
(206)
Seseorang yang sering bergaul dengan
orang bodoh
pasti akan meratap lama sekali.
Karena bergaul dengan orang bodoh
adalah penderitaan seperti tinggal
bersama musuh.
Tetapi,
siapa yang tinggal bersama orang
bijaksana akan berbahagia,
sama seperti sanak keluarga yang kumpul
bersama.
(207)
Karena itu,
ikutilah orang yang pandai,
bijaksana, terpelajar, tekun, patuh dan
mulia;
hendaklah engkau selalu dekat
dengan orang yang bajik dan pandai
seperti itu,
bagaikan bulan mengikuti peredaran
bintang.
(208)
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar