Kamis, Juli 31, 2025

Kisah Sariputta Thera

KISAH SARIPUTTA THERA

 Dhammapada XXVI: 410

 

Suatu ketika, Sariputta Thera disertai dengan lima ratus bhikkhu pergi ke sebuah vihara dekat sebuah desa kecil untuk melewatkan masa vassa. Pada akhir masa vassa, Sariputta Thera membutuhkan jubah untuk bhikkhu muda dan samanera.

 

Lalu ia berkata pada para bhikkhu, "Jika ada orang yang datang untuk memberikan jubah, ajak mereka datang padaku atau beritahu aku".

 

Kemudian ia meninggalkan Vihara Jetavana untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha.

 

Para bhikkhu yang lain salah mengerti perintah Sariputta Thera, dan berkata kepada Sang Buddha, "Bhante! Sariputta Thera masih melekat pada barang-barang seperti jubah dan barang keperluan bhikkhu yang lain".

 

Kepada mereka Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu! Murid-Ku Sariputta tidak memiliki lagi nafsu keinginan dalam dirinya. Ia memberitahu kalian untuk membawa jubah kepadanya, agar kesempatan untuk melakukan perbuatan bermanfaat tidak akan menurun/berkurang bagi pengikut awam, dan kesempatan menerima apapun yang pantas mereka terima tidak berkurang demi kebutuhan para bhikkhu muda dan para samanera".

 

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 410 berikut:

 

Seseorang yang tidak mempunyai nafsu keinginan

terhadap dunia ini maupun dunia selanjutnya,

yang telah bebas dari keinginan,

dan tidak lagi melekat,

maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.

 

(Dhp.410)

 

 

-oOo-

 

 

Kisah Thera Tertentu

KISAH THERA TERTENTU

 Dhammapada XXVI: 409

 

Suatu hari, seorang brahmana dari Savatthi meletakkan pakaian miliknya di luar rumah untuk mengangin-anginkannya. Seorang thera menemukan pakaian itu ketika ia akan pulang ke vihara. Setelah berpikir bahwa selembar pakaian tersebut telah dibuang oleh seseorang dan tentunya tidak ada yang memilikinya, sang thera mengambilnya.

 

Sang brahmana yang melihat keluar lewat jendela rumahnya melihat sang thera mengambil pakaian tersebut, menghampiri sang thera, memaki-maki dan menuduhnya, "Kau, kepala gundul! Engkau mencuri pakaianku," katanya.

 

Sang thera dengan cepat mengembalikan selembar pakaian tersebut kepada sang brahmana.

 

Setelah tiba kembali di vihara, sang thera menceritakan kejadian di atas kepada para bhikkhu yang lain, dan mereka menertawakannya dan dengan bergurau mereka bertanya kepadanya apakah pakaian itu panjang atau pendek, kasar atau halus.

 

Atas pertanyaan ini sang thera menjawab, "Apakah pakaian itu panjang atau pendek, kasar atau halus tidak menjadi masalah bagiku; Aku sama sekali tidak melekat pada hal itu".

 

Para bhikkhu yang lain kemudian memberitahu Sang Buddha bahwa sang thera itu dengan cara seperti itu untuk menegaskan dirinya sendiri sebagai seorang arahat.

 

Kepada mereka Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu! Sang thera mengatakan yang sebenarnya; seorang arahat tidak mengambil apapun yang tidak diberikan kepadanya".

 

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 409 berikut:

 

Dalam dunia ini,

seseorang yang tak mengambil apa yang tidak diberikan,

baik yang panjang atau yang pendek,

kecil atau besar,

baik ataupun buruk,

maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.

 

(Dhp.409)

 

-oOo-

 

Kisah Pilindavaccha

KISAH PILINDAVACCHA

 Dhammapada XXVI: 408

 

Pilindavaccha Thera mempunyai cara yang kurang sopan dalam menegur orang. Ia sering berkata, "Kemari, kamu orang sial", atau "Ke sana, kamu orang sial", dan hal-hal lain seperti itu. Para bhikkkhu yang lain melaporkan tentang hal itu kepada Sang Buddha.

 

Sang Buddha mengundangnya, dan berbicara kepadanya tentang masalah itu. Kemudian dalam refleksi batin Sang Buddha, Beliau mengetahui bahwa sepanjang lima ratus kehidupannya yang lampau, sang thera selalu dilahirkan hanya dalam lingkungan keluarga brahmana, yang menghormati diri mereka sendiri sebagai yang terbaik di antara orang lain.

 

Maka Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu, "Para bhikkhu! Vaccha Thera menegur orang lain sebagai 'orang sial' hanya karena kekuatan dari kebiasaan yang diperoleh dalam masa lima ratus kelahirannya sebagai seorang brahmana, dan bukan karena kebencian. Ia tidak mempunyai maksud untuk melukai orang lain, karena seorang arahat tidak melakukan kejahatan kepada yang lain".

 

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 408 berikut:

 

Seseorang yang mengucapkan kata-kata halus,

yang mengandung Ajaran Kebenaran,

yang tidak menyinggung siapapun juga,

maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.

 

(Dhp.408)

 

 

-oOo-

 

 

Kisah Mahapanthaka Thera

 

KISAH MAHAPANTHAKA THERA

 Dhammapada XXVI: 407

 

Lihat juga syair Dhammapada Bab II: 25

 

Mahapanthaka Thera telah menjadi seorang arahat ketika adik laki-lakinya Culapanthaka masuk dalam pasamuan bhikkhu. Culapanthaka sejak lahir adalah seorang yang dungu karena ia pernah menertawakan seorang bhikkhu dungu pada salah satu kehidupannya terdahulu. Culapanthaka tidak dapat bahkan mengingat satu syair dalam waktu empat bulan. Mahapanthaka menjadi kecewa dengan adiknya dan menyuruhnya untuk meninggalkan vihara karena ia tidak ada gunanya berada dalam pasamuan bhikkhu.

 

Berkaitan dengan hal tersebut, pada suatu kesempatan, para bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha, mengapa meskipun ia seorang arahat, mengusir adik laki-lakinya dari vihara.

 

Mereka juga menambahkan, "Apakah para arahat masih kehilangan kesabarannya? Apakah mereka masih mempunyai kekotoran batin seperti keinginan jahat dalam diri mereka?"

 

Kepada mereka Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu! Para arahat tidak mempunyai keinginan jahat seperti nafsu dan kebencian dalam diri mereka. Murid-Ku Mahapanthaka melakukan hal seperti itu dengan pengertian demi keuntungan saudaranya dan bukan karena keinginan jahat".

 

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 407 berikut:

 

Seseorang yang nafsunya, kebenciannya, kesombongannya

dan kemunafikannya telah gugur,

seperti biji lada yang jatuh dari ujung jarum,

maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.

 

(Dhp.407)

 

 

-oOo-